Market

Aset Gendut Pegawai Pajak, Ekonom Senior Sebut Sri Mulyani Gagal

Kepolisian RI sempat dibikin heboh dengan beredarnya rekening gendut para jenderal, kini, Kementerian Keuangan gaduh karena aset gendut pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Menteri Keuangan Sri Mulyani dinilai gagal menciptakan institusi yang bersih.

Managing Director at Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan menyampaikan, terkuaknya aset gendut nilik Rafael Alun Trisambodo (RAT), eselon III DJP Kemenkeu bukti Sri Mulyani gagal.

Bagaimana mungkin Rafael yang jabatannya Kepala Bagian Umum di Kanwil DJP Jakarta Selatan II, memiliki kekayaan Rp56 miliar, sesuai Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) per 31 Desember 2021. Diduga, Rafael tak memasukkan sejumlah kendaraan mewah berupa Jeep Rubicon dan moge Harley Davidson bernilai miliaran.

“Ya bagaimana bisa percaya pegawai pajak eselon II atau III, bisa punya aset sebesar itu. Belum lagi kendaraan mewah yang selalu dipamerkan anaknya. Saya kira, sebagai pimpinan, Sri Mulyani telah gagal. Harus ditelusuri asal kekayaan itu,” ungkap Anthony, Jakarta, Jumat (24/2/2023).

Anthony mengkritisi kegagalan Sri Mulyani mengerek naik rasio pajak. Faktanya malah terus menurun. Selain itu, program pengampunan pajak atau tax amnesty, layak disebut gatot alias gagal total. Rasio pajak malah turun setelah diberlakukan tax amnesty. “Rasio pajak 2014 masih 11,4 persen, dan 2019 turun menjadi 9,8 persen. Kenapa? Sri Mulyani harus jelaskan. Apakah karena korupsi pajak,” ungkap ekonom senior itu.

Salah satu target kebijakan tax amnesty 2016/2017, adalah menggenjot rasio pajak menjadi 14,6 persen pada 2019. Nyatanya, rasio pajak hanya 9,8 persen. Ada selisih sekitar 5 persen.

Dikatakan, pajak merupakan sumber pendapatan utama pemerintah, diperoleh dengan cara paksa, melalui Undang-Undang. Di lain pihak, penerimaan pajak akan digunakan untuk kepentingan masyarakat luas, meningkatkan kesejahteraan, mencerdaskan bangsa, menjaga kesehatan publik, dan lainnya. Intinya, pajak merupakan hak masyarakat, pajak digunakan untuk kepentingan masyarakat.

Oleh karena itu, lanjut Anthony, penerimaan pajak harus diawasi secara ketat, tidak boleh ada kebocoran, tidak boleh dikorupsi. Kebocoran pajak bisa berakibat sangat buruk, apalagi untuk negara seperti Indonesia yang mempunyai angka kemiskinan sangat tinggi, membuat pemerintah sulit memberantas kemiskinan, membuat utang pemerintah membengkak.

Rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hanya 10 persen, salah satu yang terendah di ASEAN, lebih rendah dari Vietnam, Malaysia, atau Thailand.

Ironinya, lanjutnya, sudah banyak kasus korupsi pajak yang melibatkan pejabat pajak. Pada 2010, misalnya, muncul kasus Gayus Tambunan, mantan pegawai pajak yang terseret suap pajak senilai Rp28 miliar.

Gayus sempat kabur ke Singapura, akhirnya menyerahkan diri. Atau Handang Soekarno, eks Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak yang terseret kasus suap Rp1,9 miliar. Dan masih banyak lagi catatan hitam terkait hengki pengki pajak. “Mungkin masih banyak kasus kebocoran pajak yang tidak atau belum ketahuan,” kata Anthony.

“Ya bisa saja. Karena, faktanya, ada pejabat pajak yang hidup mewah, mungkin tidak sesuai dengan pendapatannya sebagai pejabat pajak, sehingga patut diduga dari korupsi pajak. Masih ada 13 ribu lebih pegawai pajak yang belum mengisi laporan hartanya (LHKPN). Ada apa,” imbuh Anthony.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button