News

Aturan Hukum Menyanyikan Lagu Orang Lain Tanpa Izin yang Harus Dipahami Musisi

Masalah terjadi saat salah satu personel Band Kotak mengunggah daftar lagu di akun media sosial tanpa menuliskan nama Posan Tobing sebagai pencipta.

Selain masalah pelanggaran UU Hak Cipta, Posan Tobing juga meminta kepada Cella, Chua, dan Tantri untuk tidak memakai nama Band Kotak, karena Posan adalah sosok yang memberi nama pada band tersebut.

Di lain sisi, Band Kotak melayangkan somasi balik kepada Posan Tobing. Melalui kuasa hukumnya, Sheila A Salomo, Band Kotak merasa keberatan terhadap larangan lagu itu, karena mereka juga ikut andil dalam pembuatan lagunya.

Lagu-lagu yang diciptakan bersama itu adalah “Masih Cinta” (ciptaan Pay Burman, Dewiq, Posan, Cella, dan Tantri), “Kosong Teojoeh” (ciptaan Pay Burman, DewiQ, Posan, Cella), “Tinggalkan Saja” (ciptaan Pay Burman, DewiQ, Posan, Cella), “Pelan-Pelan Saja” (ciptaan Pay Burman, DewiQ, Tantri, Cella, dan Chua), dan “Selalu Cinta” (ciptaan Pay Burman, DewiQ, Posan, Cella, dan Tantri).

Jika berbicara tentang royalti, Band Kotak merasa tidak ada masalah. Sebab mereka selalu patuh dalam membayar hak royalti perform ke WAMI (Wahana Musik Indonesia) sebelum konser.

Band Kotak bukan satu-satunya musisi yang mendapat gugatan UU Hak Cipta. Pada bulan April kemarin, Once Mekel, mantan vokalis Dewa 19 juga mendapat ancaman larangan membawakan lagu-lagu Dewa 19 oleh Ahmad Dhani.

Lantas, bagaimana hukum menyanyikan lagu orang lain dan bagaimana seorang musisi bisa mendapatkan izin dari penciptanya? Berikut penjelasannya.

Hukum musisi yang menyanyikan lagu orang lain tanpa izin
Bagaimana musisi bebas jeratan Hukum menyanyikan lagu orang lain tanpa izin? (Photo: iStockPhoto)

Menurut Undang-Undang No.28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta pada Pasal 1 angka 2 UUHC 2014, pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.

Pada Pasal 1 angka 3 UUHC 2014, menjelaskan arti Ciptaan yang merupakan hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.

Pencipta memiliki dua hak moral yang harus melekat menurut Pasal 5 ayat (1) UUHC 2014, yaitu:

  1. Tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya untuk umum;
  2. Menggunakan nama aliasnya atau samarannya;
  3. Mengubah Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;
  4. Mengubah judul dan anak judul Ciptaan; dan
  5. Mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan, modifikasi Ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.

Dari Hak Ekonomi, Pemegang Hak Cipta juga harus mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan-nya. Hal ini sudah tercantum di dalam Pasal 9 ayat (1) UUHC 2014:

  1. Penerbitan Ciptaan;
  2. Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;
  3. Penerjemahan Ciptaan;
  4. Pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;
  5. Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;
  6. Pertunjukan Ciptaan;
  7. Pengumuman Ciptaan;
  8. Komunikasi Ciptaan; dan
  9. Penyewaan Ciptaan.

Musisi atau penyanyi yang menyanyikan lagu tanpa seizin Pemegang Hak Cipta bisa terkena sanksi pidana sesuai Pasal 113 ayat (3) UUHC 2014 yang berbunyi:

“Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Namun jika lagu itu digunakan secara komersial untuk suatu pertunjukan, maka musisi tersebut harus membayar royalti melalui LMKN atau pihak ketiga (agensi musik) sesuai ketentuan Pasal 87 UU Hak Cipta jo. Pasal 10 Ayat (2) PP No. 56 Tahun 2021

Dengan kata lain, jika seorang musisi telah membayarkan royalti hak cipta lagu kepada LMKN, maka musisi tersebut tidak melanggar Pasal 9 UU Hak Cipta.

Musisi tersebut juga harus membayar royalti perform atau performing rights sesuai ketentuan dalam Pasal 87 UU Hak Cipta.

Dalam pasal tersebut menyebutkan bahwa pencipta memberikan kuasa dan kewenangan kepada Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan LMKN untuk bertindak atas nama pencipta dalam memberikan izin penggunaan lagu, penghimpunan, dan pendistribusian royalti performing rights.

Berdasarkan klaim Band Kotak yang menyebut bahwa mereka turut menciptakan lagu yang digugat dan sudah membayar royalti performing rights kepada WMI, seharusnya mereka boleh dan legal menyanyikan lagu orang lain karena sudah mendapat izin dari LMK.

Bagaimana dengan Cover Lagu?

Keberadaan media sosial seperti TikTok, Instagram, dan YouTube sering digunakan sebagai platform untuk unjuk bakat oleh anak-anak muda.

Jenis konten yang bertebaran saat ini adalah cover lagu dari musisi papan atas Indonesia maupun luar negeri.

Masalah cover lagu sebenarnya sudah dibahas di industri dari tahun 2013.

Dilansir dari TheBrag.com, masalah cover lagu dan musik video menjadi sasaran gugatan dari sekelompok penerbit musik karena dianggap melanggar hak artis dan melanggar hak cipta dengan konten daring video.

Di saat banyak musisi dan penerbit musik yang mempermasalahkan ini, Katy Perry justru mengajak para penggemarnya untuk bebas meng-cover lagu terbarunya yang berjudul “The One That Got Away”.

Katy Perry merasa, platform YouTube dan konten cover lagu itu justru memberikan keuntungan supaya namanya semakin dikenal.

Di Indonesia sendiri, masalah hak royalti dari cover lagu di YouTube juga sempat ramai diperbincangkan. Namun berdasarkan Pasal 43 huruf (d) UUHC 2014 yang berbunyi:

“pembuatan dan penyebarluasan konten Hak Cipta melalui media teknologi informasi dan komunikasi yang bersifat tidak komersial dan/atau menguntungkan Pencipta atau pihak terkait, atau Pencipta tersebut menyatakan tidak keberatan atas pembuatan dan penyebarluasan tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta.”

Dengan kata lain, cover lagu di media sosial bisa berarti perbuatan yang melanggar Hak Cipta atau juga tidak dianggap melanggar Hak Cipta, jika tidak bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dari AdSense.

Tapi itu semua balik lagi ke musisi dan penerbit musik masing-masing. Jika mereka melihat cover lagu sebagai media promosi gratis untuk sang artis, mungkin mereka tidak akan menggugat penyanyi tersebut.

Baca berita dan artikel menarik lain Inilah.com di Google News

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button