Market

Bank Nasional Disarankan Ikuti Stanchart dan DBS Tinggalkan Adaro

Komitmen perbankan nasional mendukung ekonomi hijau, diuji. Mereka seharusnya ikut jejak Standard Chartered dan DBS yang berniat menyetop pembiayaan industri batu bara, PT Adaro Energy Tbk (ADRO).

Dikatakan Nabilla Gunawan, Indonesia Campaigner di Market Forces, perbankan nasional seharusnya segera mengambil untuk menghindari potensi kerugian yang besar dari investasi batu bara. Hentikan pembiayaan ke sektor batu bara.

Sejak 2015, kata dia, total pinjaman langsung yang diberikan empat bank kakap, yakni Bank Mandiri, BCA, BNI, dan BRI untuk industri batu bara di Indonesia, mencapai US$3,5 miliar. “Keputusan DBS dan bank-bank besar lainnya untuk meninggalkan Adaro merupakan sinyal kuat agar seluruh pelaku bisnis batu-bara transisi keluar dari batu bara sekarang. Seluruh bank di Indonesia dan Asia yang serius tentang komitmen krisis iklim harus berhenti mendanai batu-bara sekarang,” papar Nabilla

Sepanjang 2022 dan 2023, kinerja Adaro yang disebut-sebut industri tambang batu bara terbesar kedua di Indonesia, diprediksi terus mengilap. Laba bersihnya pada masing-masing tahun diproyeksikan bisa menembus US$ 2,3 miliar dan US$ 1,5 miliar. Lantaran harga batu bara dunia yang diramalkan terus menjulang.

Sayangnya, seluruh data tersebut tak sedikitpun dipandang Standard Chartered yang akan menghentikan seluruh pendanaan ke Adaro. Disusul DBS, bank terbesar di Singapura punya ancang-ancang senada. Kedua bank ini kompak menarik pembiayaan sektor batu bara, karena alasan itu tadi. Tidak ramah lingkungan.

Seperti diberitakan media Singapura Strait Times Strait Times yang mengutip juru bicara DBS yang menyatakan, eksposur DBS di anak perusahaan Adaro yang terlibat sektor batu bara termal bakal berkurang

signifikan di akhir 2022. “Kami tidak ada niat untuk memperbarui pendanaan, jika entitas bisnis tersebut masih didominasi batu bara termal.”

Asal tahu saja, pada 2021, batu bara menyumbangkan 96 persen pendapatan untuk Adaro. Wajar ketika Adaro tak terbetik rencana apalagi niat untuk mengurangi ketergantungan dari batu bara.

Semenetara DBS berkomitmen untuk mengurangi eksposur batu bara sampai nol pada 2039. Saat ini, batu bara merupakan industri yang akan hilang di masa depan (sunset), hal ini lah yang mendorong para pemilik dana meninggalkan bisnis batu bara.

“Keputusan institusi keuangan global semacam ini menunjukkan bahwa masa depan cerah bagi industri batubara hampir sulit terjadi. Padahal Adaro menjadi salah satu perusahaan batu bara terbesar yang mendapatkan laba jumbo dari masa windfall batubara. Namun,tetap

saja hal ini tidak mampu mengurungkan niat lembaga finansial untuk segera menarik diri dan pergi,” sebut Andri Prasetiyo, peneliti dari Trend Asia.

Analisa Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan International Energy Agency memproyeksikan, untuk mencapai net-zero pada 2060, seluruh PLTU berteknologi kuno di Indonesia sudah diberhentikan (phase-out) pada 2050-an.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button