News

Banyak Pegawai Pajak yang Kena Imbas Kasus Rafael

Munculnya gerakan tolak bayar pajak imbas tereksposenya pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berharta fantastis dan memamerkan kekayaannya (flexing) sangat disayangkan. Sebab, kesalahan segelintir pegawai berimbas terhadap institusi.

Manajer Riset Center for Indonesia Raxation Analysis (CITA), Fajry Akbar menilai kasus yang menyeret nama Rafael Alun Trisambodo (RAT) ini cukup berdampak terhadap seluruh pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu.

“Saat ada kasus RAT ini mental mereka drop karena digeneralisir sebagai koruptor. Padahal, sebagian besar mereka, saya yakin masih jujur dan penuh integritas,” katanya di Jakarta, Jumat (3/3/2023).

Menurutnya para pegawai DJP Kemenkeu menjadi terbebani jika berhadapan dengan masyarakat dampak dari kasus ini. Hal ini berdampak baik dalam kehidupan pribadi maupun sosial mereka. “Untuk melakukan sosialisasi di sosial media saja langsung kena bully,” ujarnya.

Untuk itu, Fajry meminta kepada pimpinan Kemenkeu untuk memberikan motivasi serta jaminan terhadap setiap individu pegawai DJP. “Karena ada risiko mereka mendapatkan perudungan di lapangan,” sarannya.

Fajry menambahkan, gerakan boikot bayar pajak juga bakal memengaruhi penerimaan negara kelak. Utamanya kepatuhan pelaporan surat pemberitahuan tahunan (SPT) orang pribadi.

“Secara teknis, saya melihat dampaknya ke penerimaan akan minim mengingat struktur penerimaan pajak kita didominasi PPh (pajak penghasilan) badan dan PPN (pajak pertambahan nilai), yang dipungut oleh penjual. Risiko ada di PPh OP (orang pribadi), namun sebagian besar PPh OP sendiri sebagian besar dipungut oleh pihak ketiga,” tuturnya.

Sebagai informasi, realisasi kepatuhan wajib pajak (WP) menyampaikan SPT 2022 mencapai 83,2 persen atau melampaui target sebesar 80 persen. DJP Kemenkeu berencana meningkatkan kepatuhan WP menyampaikan SPT 2023 dibandingkan tahun sebelumnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button