Kanal

Anas Urbaningrum Bakal Bebas, ‘SBY Kecil’ Ini Panaskan Suhu Politik

Anas Urbaningrum, mantan Ketua Umum Partai Demokrat akan bebas dari Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, pada Selasa, 11 April 2023. Pembebasan Anas setelah menjalani vonis 8 tahun mendekam di dalam penjara ini ikut memanaskan politik di Tanah Air.

Anas merupakan tersangka kasus korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) atau Wisma Atlet di Hambalang 2010-2012. Ia divonis 8 tahun penjara dan hak politiknya ikut dicabut. Anas juga tak diizinkan dipilih selama 5 tahun, terhitung sejak ia bebas dari penjara.

“Pembebasan AU (Anas Urbaningrum) yang direncanakan pada 10 April 2023 tapi mundur sehari karena alasan keamanan dan kenyamanan saat penjemputan,” kata Koordinator Nasional Sahabat Anas Urbaningrum Muhammad Rahmad, Rabu (5/4/2023).

Sementara Kepala Lapas Sukamiskin Kunrat Kasmiri mengakui telah mendengar kabar bahwa ribuan pendukung Anas Urbaningrum akan menyambutnya saat bebas dari Lapas Sukamiskin, Kota Bandung. Anas Urbaningrum akan menjalankan program cuti menjelang bebas (CMB) di bawah pengawasan dari Balai Pengawasan. “Memang saya mendengar kabar yang beredar bahwa akan ada pendukung Anas datang, kurang lebih 1.000 sampai 2.000 orang,” ujar Kunrat Kasmiri. Selasa (4/3/2023).

Anas yang juga mantan Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini rencananya akan dijemput para sahabatnya. Sejumlah elemen bergabung bersama Sahabat Anas Urbaningrum, di antaranya PKN, PPI, KAHMI Nasional, KAHMI Jawa Barat, Kelompok Cipayung, KNPI, Jaringan Indonesia (JARI), Masyarakat Blitar Bersatu, Barisan Pendukung Anas, Forum Lintas Generasi, hingga Pemuda Anti Kriminalisasi. Beberapa mantan menteri, anggota DPR RI juga sudah menyatakan siap menjemput Anas.

Awal kasus yang menyeret Anas

Anas Urbaningrum terbelit kasus hukum saat memimpin Partai Demokrat. Ceritanya berawal pada Agustus 2011, dugaan korupsi Rp2,5 triliun di proyek Hambalang mulai terendus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lalu, pada Februari 2012, Nazaruddin yang saat itu menjabat Bendahara Umum Partai Demokrat mengaku ada pembagian atas Rp100 miliar dari hasil tindak pidana itu.

Sebagian uang itu, menurut Nazaruddin, dipakai Anas dalam Kongres Partai Demokrat. Sisanya, dibagikan ke beberapa anggota DPR RI serta Menpora Andi Mallarangeng. Namun, pernyataan Nazar itu dibantah oleh Anas dengan kalimat “Satu rupiah saja Anas korupsi Hambalang, gantung Anas di Monas”.

KPK pada Juli 2012, menetapkan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora, Dedi Kusnidar sebagai tersangka. Sebab, ia menyalahgunakan wewenang sebagai pejabat proyek. Di akhir tahun itu, Andi Mallarangeng juga bernasib sama karena menerima uang korupsi. KPK juga mencekal adik Andi Mallarangeng, yakni Zulkarnain Mallarangeng dan pejabat PT Adhi Karya, M. Arif Taufikurrahman.

Pada 22 Februari 2013, Anas Urbaningrum menjadi tersangka karena menerima gratifikasi proyek itu berupa barang dan uang. Anas kemudian divonis hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan. Tak hanya itu, Anas juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp57,59 miliar dan 5,26 juta dolar AS karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah dari sejumlah proyek pemerintah, termasuk Hambalang.

Namun, di tingkat banding, hukumannya dipangkas menjadi 7 tahun oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Anas lalu mengajukan kasasi ke MA, namun hukumannya semakin diperberat menjadi 14 tahun penjara. Lalu, di tingkat peninjauan kembali (PK), MA memangkas vonis sebanyak 6 tahun, sehingga masa hukumannya kembali ke 8 tahun penjara.

Populer sebagai ‘SBY Mud’

Anas pernah populer disebut ‘SBY Muda’. Karakter santun, cerdas dan bersih, melekat di tokoh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) maupun Anas. Meski jika dirunut, tiga perempat waktu relasi antarkeduanya justru diwarnai konflik laten.

Menurut catatan Inilah.com, Anas Urbaningrum secara resmi masuk ke Partai Demokrat setelah dirinya mengundurkan diri sebagai komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 2005. Anas langsung duduk di posisi bergengsi, Ketua Bidang politik dan Otonomi Daerah DPP Partai Demokrat era Ketua Umum Hadi Utomo. Secara formal, hubungan SBY dan Anas dirajut sejak 2005.

Dalam perjalanannya, hubungan kedua tokoh lintas generasi itu kian membaik. Hal ini dibuktikan dengan sejumlah pos penting yang disandang Anas. Seperti saat Pemilu 2009, Anas dipercaya SBY sebagai tim inti pemenangan Pemilu Presiden SBY-Boediono. Atas peran Anas pula, surat rekomendasi untuk pasangan SBY-Boediono diperoleh dari Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir.

Pemilu 2009 menjadi langkah awal Anas berkiprah di parlemen. Namanya sempat mencuat sebagai kandidat Ketua DPR RI, yang merupakan jatah partai pemenang pemilu, Partai Demokrat. Namun, posisi Ketua Fraksi yang justru didapat Anas.

Kasus Century menjadikan hubungan keduanya juga kian rekat. Setidaknya, Anas diamanatkan oleh partai untuk mengawal Pansus Angket Century dengan terlibat sebagai anggota. Anas terlibat aktif dalam mengamankan Pansus Angket Century.

Berakhirnya Pansus Angket Century pada Maret 2010 seperti menjadi akhir masa romantisme SBY-Anas. Karena dua bulan berikutnya, tepatnya Mei 2010, benih-benih ketidakuran antarkeduanya mulai tampak. Tepatnya saat pelaksanaan Kongres II Partai Demokrat di Bandung, Jawa Barat.

Hasil Kongres II Partai Demokrat menjadi pertanda berakhirnya hubungan baik kedua tokoh tersebut. Setidaknya dukungan eksplisit keluarga Cikeas pada rival Anas, Andi Mallarangeng menjadi tontotan terbuka bila kedua tokoh tersebut sejatinya tidak solid. Namun Anas justru terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat periode 2010-2015.

Tak sampai setahun masa jabatannya di Partai Demokrat, Anas diguncang dengan skandal korupsi yang menampilkan aktor dominan M Nazaruddin. Belakangan, skandal itu pula yang menyeret sejumlah elit Partai Demokrat. Termasuk Anas Urbaningrum.

Pada kurun waktu pertengahan 2011 hingga Februari 2013 menjadi masa-masa terburuk hubungan SBY dan Anas. Meski patut digarisbawahi, perseteruan keduanya masih dalam perspektif budaya Jawa. Ewuh pakewuh, menutupi konflik dan berusaha saling menghargai.

Puncak dari buruknya hubungan tersebut ditandai dengan berhentinya Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat pada 23 Februari 2013. Satu bulan berikutnya, SBY menggantikan posisi Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB).

Putusnya hubungan struktural antarkeduanya bukan berarti usai perseteruan. Justru seteru keduanya kian terbuka melakukan konfrontasi di depan publik. Apalagi, Anas dengan gaya khasnya kerap melemparkan sindiran yang berkonotasi high context.

Gaya politik yang khas

Terlepas dari kasus yang menjeratnya, Anas terbilang politisi muda yang unik. Komunikasi politik Anas Urbaningrum banyak menjadi telaahan para pengamat politik. Inilah.com pernah secara khusus mengangkat diskusi tentang ‘Telaah Komunikasi Politik Anas Urbaningrum’, pada 2013 silam.

Pria kelahiran Blitar, 15 Juli 1969 itu telah menghadirkan spektrum baru dalam ranah komunikasi politik di Indonesia. Terhitung saat Anas mulai terjun ke dalam jajaran elite politik saat dia terpilih menjadi anggota DPR periode 2009-2014.

Sejak saat itu, Anas berada dalam deretan tokoh yang memiliki komunikasi politik yang menarik untuk dicermati. Pembawaan yang tenang, tidak emosional, pernyataan terukur serta artikulasi yang jelas menjadi ciri khas Anas. Pesan yang disampaikan ke publik utuh. Ia tetap tenang dalam segala situasi dan kondisi.

Pengamat Komunikasi Politik dari UIN Syarief Hidayatullah Jakarta, Gun Gun Heryanto saat diskusi itu mengungkapan, Anas Urbaningrum mempunyai kelebihan dan kekurangan dalam berpolitik. “Kalau saya lihat, Anas punya kelebihan dan kelemahan sekaligus. Kelebihan pertama yaitu kemampuan pilihan tipe orator, secara teks dan teori,” kata Gun Gun dalam Forum Diskusi yang digelar di kantor Inilah.Com, Jalan Rimba, Cipete Utara, Jakarta Selatan itu.

Anas, menurut Gun Gun, adalah seorang komunikator atau aktor, sensitivitas retoris, bukan tipikal orang yang mengeluh atau curhat. Namun, Anas mampu mengadaptasi konteks dimana dia berada. Anas juga mampu mengendalikan diri saat dirinya diserang oleh lawan-lawan politiknya.

Ini yang tidak mudah bagi para politisi yang lain. Dimana saat mereka mendapat pernyataan yang tajam, dijawab juga dengan sikap yang emosional. “Kelebihan kedua, kemampuan heterenomik komunikasi, daya tahan berada dalam serangan. Kelebihan ketiga, kuatnya koherensi struktural dalam narasi, dalam cerita, manusia pada dasarnya,” jelas dia.

Namun Anas juga memiliki kekurangan. Bagi Gun Gun, Anas tidak mampu meyakinkan publik akan citranya dari baik menjadi tidak baik karena kasus hukum. Seperti keterlibatan Anas di Hambalang, yang di klaimnya dirinya tidak terlibat. Tetapi, dengan status tersangka, tentu publik meyakini Anas terlibat. Apalagi, publik saat itu masih sangat percaya dengan KPK.

Anas juga kerap melontarkan istilah-istilah cerdas untuk menyentil lawan politik. Beberapa istilah sempat viral saat itu seperti “Satu rupiah saja Anas korupsi di Hambalang, gantung Anas di Monas,” “Bayi yang tidak dikehendaki lahir” dan “Ini baru halaman pertama”. Yang paling heboh adalah status di BBM pribadinya yaitu “Politik Para Sengkuni’ atau “Sengkuni Mules, Suyodono Mumet”.

Anas merespons berbagai persoalan yang menghampirinya dengan cerdas dan kalimat-kalimat sindiran yang tepat. Meskipun dalam posisi terdesak, pernyataannya tetap terukur. Tampaknya sikap ini tidak terlepas dari latar belakangnya sebagai penulis dan aktivis.

Belum bebas sudah bikin panas politik

Merunut kiprah politiknya, banyak pihak yang mulai meramaikan isu pembebasan Anas Urbaningrum ini. Ada yang senang dan siap menyambutnya ada pula yang khawatir jika ia melakukan langkah-langkah politik. Ada lagi yang memanfaatkannya untuk melakukan manuver politik demi kepentingan sendiri atau kelompoknya.

Lihat saja, sahabat Anas yang juga Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) Gede Pasek Suardika menyebut pihaknya akan menyambut bebasnya Anas Urbaningrum dalam rangka mengobati rasa rindu selama berkarir dalam dunia politik. Menurut Gede Pasek, Anas juga bakal menambuh kembali genderang perang dengan membuka kembali sejumlah kejanggalan penanganan kasus korupsi proyek Atlet Hambalang.

Sementara Kubu Demokrat Kongres Luar Biasa (KLB) yang dikomandoi Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko mencoba mengambil manfaat dari bebasnya Anas Urbaningrum. Kubu Moeldoko ini percaya Anas bisa membantu untuk melawan Partai Demokrat di bawah kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

“Hal ini tentu akan memberikan sentuhan terindah lagi bagi eksistensi Partai Demokrat KLB pimpinan Jenderal TNI (Purn.) Moeldoko, dan akan lebih mempunyai daya hajar yang dahsyat bagi para politisi kubu AHY penghamba SBY yang memberhalakan Politik Dinasty dan tirani,” kata Kepala Departemen Komunikasi dan Informatika Demokrat kubu Moeldoko, Saiful Huda kepada wartawan, Rabu (5/4/2023).

Pernyataan kubu Moeldoko ini terkait isu kudeta Partai Demokrat lewat KLB yang kini memasuki babak baru. Kubu KLB yang dikomandai Moeldoko dan Jhonny Allen Marbun mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang sebelumnya menyatakan kubu Demokrat AHY.

Apa sikap Partai Demokrat? Partai berlambang mercy biru itu menanggapi santai soal kabar mantan ketua umumnya, Anas Urbaningrum yang akan bebas. Bahkan Demokrat memastikan sudah melupakan Anas karena terseret kasus korupsi pada waktu itu.

Deputi Balitbang DPP Demokrat Syahrial Nasution mengatakan bebasnya Anas dari Lapas tidak akan menjadi batu sandungan bagi Partai Demokrat di Pemilu 2024. “Soal Anas Urbaningrum, bukan kendala apalagi jadi momok menakutkan bagi Demokrat. Melainkan jadi bagian masa lalu yang layak untuk dilupakan,” kata Syahrial di Jakarta, Rabu (5/4/2023).

Dia menegaskan kasus korupsi yang menyeret Anas pada waktu itu adalah masalah pribadi dan tidak berkaitan dengan Partai Demokrat. Sehingga Demokrat merasa tidak akan mendapat dampak apapun setelah Anas bebas. “Mas Anas berhadapan dengan proses hukum yang terkait dengan pribadinya dan tidak terkait dengan Demokrat,” kata Syahrial.

Belum bebas saja sudah riuh, apa yang akan terjadi selanjutnya di dunia perpolitikan nasional dengan kehadiran kembali Anas Urbaningrum? Kita lihat saja bersama-sama.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button