Kanal

Satgas BLBI Sering Bonyok Kena ‘Pukulan’ Obligor

Berat memang tugas Satgas BLBI bentukan Presiden Joko Widodo ini. Beberapa kali Satgas BLBI ini kalah gugatan dalam pemburuan aset para obligor dan debitur BLBI. Apa yang menyebabkan Satgas ini sering babak belur?

Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau Satgas BLBI dibentuk dalam rangka penanganan dan pemulihan hak negara berupa hak tagih atas sisa piutang dana BLBI maupun aset properti. Satgas ini berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Presiden Joko Widodo sudah mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Kepres) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada 6 April 2021.

Pembentukan Satgas bertujuan untuk penanganan, penyelesaian, dan pemulihan hak negara yang berasal dari dana BLBI secara efektif dan efisien. Kemudian, melakukan upaya hukum dan atau upaya lainnya di dalam atau di luar negeri, baik terhadap debitur, obligor, pemilik perusahaan serta ahli warisnya maupun pihak-pihak lain yang bekerja sama dengannya, serta merekomendasikan perlakuan kebijakan terhadap penanganan dana BLBI.

Ketua Satgas BLBI dijabat Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rionald Silaban. Ia dibantu dua wakilnya yakni Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Feri Wibisono dan Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Sugeng Purnomo. Sementara Ketua Dewan Pengarah Satgas BLBI adalah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD.

Satgas yang dilantik pada Juni 2021 ini tugas utamanya adalah melakukan penagihan utang terhadap seluruh obligor dan debitur senilai lebih dari Rp110,45 triliun. “Tidak ada yang bisa sembunyi karena daftarnya ada, dan Anda (Satgas) semua punya daftar para obligor dan debitur,” ujar Mahfud MD saat pelantikan Satgas ini.

Target berat

Dengan durasi waktu kerja hingga 31 Desember 2023, cukup berat bagi Satgas BLBI merampungkan target menagih dana BLBI yang macet berasal dari sekitar 335 obligor dan debitor sebesar lebih dari Rp110,45 triliun. Sebagian besar di antaranya berupa aset, seperti tanah atau gedung bangunan dan sejumlah barang jaminan bergerak. Menurut catatan hingga 19 September 2022, Satgas BLBI baru menyita aset dari para obligor dan debitor senilai Rp27,8 triliun.

Yang banyak mendapat sorotan adalah perlawanan balik dari para pengemplang BLBI. Ada setidaknya 7 gugatan yang tengah atau sudah dihadapi oleh Satgas ini. Ketujuh gugatan itu diajukan oleh PT Beruangmas Perkasa, Ulung Bursa, Irjanto Ongko, dua gugatan Trijono Gondokusumo serta gugatan dari PT Bogor Raya Development dan Bogor Raya Estatindo. Sebagian gugatan itu dicabut. Namun sebagian lagi dikabulkan oleh majelis hakim tata usaha negara (TUN).

Yang terakhir adalah Satgas BLBI kalah dari Konglomerat Trijono Gondokusumo, salah satu obligor BLBI. Situs resmi Mahkamah Agung (MA), Jumat (3/2/2023), menyebutkan, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan gugatan Trijono selaku penggugat kepada Ketua Satgas Penanganan Hak Tagih BLBI.

Dalam putusannya, majelis hakim PTUN menyatakan batal Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI berupa Surat No.S-387/KSB/2022 30 Mei 2022, mengenai Tanggapan Atas Proposal Penyelesaian Kewajiban Obligor Trijono Gondokusumo.

“Mewajibkan Tergugat [Satgas] untuk mencabut Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh Tergugat berupa Surat No. S-387/KSB/2022 tertanggal 30 Mei 2022 Hal: Tanggapan Atas Proposal Penyelesaian Kewajiban Obligor Trijono Gondokusumo,” demikian amar putusan PTUN Jakarta.

Sebelumnya, Satgas BLBI melalui Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) Cabang DKI Jakarta telah menyita dua aset milik aset dari Trijono Gondokusumo yang merupakan Obligor PT. Bank Putra Surya Perkasa (BPSP). Aset-aset tersebut berupa sebidang tanah berikut bangunan di atasnya seluas 502 m2 yang terletak di Jln. Simprug Golf III No. 71, Kel. Grogol Selatan, Kec. Kebayoran Lama, Jakarta Selatan; dan sebidang tanah seluas 2.300 m2 yang terletak di Kelurahan Lebak Bulus, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan.

Kedua aset tersebut merupakan harta kekayaan lain dari Trijono yang disita dalam rangka penyelesaian kewajiban pemegang saham terhadap negara yang belum dipenuhi. Nilainya mencapai Rp5,3 triliun, dan sudah termasuk Biaya Administrasi (BIAD) 10 persen.

Bukan aset obligor

Pukulan telak juga dialami Satgas BLBI di PTUN Jakarta terhadap dua gugatan. Yakni terkait gugatan dengan nomor perkara 226/G/2022/PTUN.JKT kepada PT Bogor Raya Development (BRD) dan nomor perkara 227/G/2022/PTUN.JKT terhadap PT Bogor Raya Estatindo (BRE).

Putusan PTUN Jakarta membatalkan surat perintah penyitaan Satgas BLBI melalui Ketua Panitia Urusan Piutang Negara Cabang DKI Jakarta terhadap PT Bogor Raya Development dan PT Bogor Raya Estatindo. Dalam putusannya, Majelis Hakim mempertimbangkan bidang-bidang tanah dan bangunan atas nama BRD maupun BRE bukanlah harta kekayaan milik obligor BLBI atas nama Setiawan Harjono dan Hendrawan Harjono. Keduanya merupakan besan dari mantan Ketua DPR Setya Novanto atau Setnov.

Majelis Hakim menilai Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) tidak melaksanakan kewajibannya untuk memeriksa seluruh dokumen dan informasi sebelum menetapkan surat perintah penyitaan. Hal itu melanggar kewajiban atas norma yang diatur dalam Undang-undang No. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang tertuang dalam Pasal 5, Pasal 7 Ayat (1), Pasal 8 Ayat (2), Pasal 10 Ayat (1) dan Pasal 50 Ayat (1) dan Ayat (2).

PTUN Jakarta menetapkan bahwa bidang tanah yang bukan milik penanggung utang BLBI tidak dapat disita untuk kepentingan pembayaran hutang BLBI. BRD dan BRE tidak memiliki hubungan dengan obligor BLBI manapun.

Tahun lalu Satgas BLBI juga kalah dalam gugatan di Bandung. Pada November 2022, hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengabulkan gugatan yang diajukan PT Bogor Raya Development terhadap Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor atas pemblokiran lahan. Pemblokiran lahan ini atas perintah Satgas BLBI. “Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya,” seperti dikutip dalam amar putusan dengan Nomor 64/G/2022/PTUN.BDG di laman resmi MA.

Atas putusan tersebut, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor harus mencabut pemblokiran 274 bidang tanah milik PT Bogor Raya Development. “Mewajibkan Tergugat untuk Mencabut, Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor berupa Pencatatan Blokir,” ungkap amar putusannya.

Dalam pertimbangan putusannya, Majelis Hakim menilai bahwa Satgas BLBI bukan merupakan subjek atau pihak yang dapat mengajukan permohonan pencatatan blokir. “Oleh karenanya tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing untuk dapat mengajukan permohonan pencatatan blokir,” sebagaimana dikutip dari pertimbangan putusan.

Tugas Satgas ini dalam penagihan aset BLBI menghadapi tantangan berat. Misalnya saja banyak aset-aset para obligor dan debitor yang sudah berpindah tangan. Apalagi jangka waktunya sudah begitu lama yakni sudah sekitar 25 tahun sehingga memungkinkan aset berpindah tangan.

Setidaknya sudah ada dua lembaga serupa yang sebelumnya dibentuk pemerintah untuk memburu aset BLBI, tetapi gagal. Pemerintah sebelumnya sudah membentuk BPPN (Badan Penyehatan Pebankan Nasional) dan PPA (Perusahaan Pengelolaan Aset). Dan kini ditangangi Satgas BLBI. Persoalannya mirip-mirip, yakni legalitas dan peralihan aset yang menjadi kendalanya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button