News

Dwidjono Dituntut 5 Tahun, Margarito Yakin Ada Wajah Baru Terseret Suap IUP Tanah Bumbu

Pakar hukum tata negara Margarito Kamis meyakini, bakal ada orang baru yang terseret kasus suap IUP Tanah Bumbu, yang hanya menetapkan satu terdakwa, yakni eks Kadis ESDM Tanah Bumbu, R Dwidjono.

“Sejak awal, termasuk saat menjadi saksi ahli dalam persidangan di Pengadilan Banjarmasin, saya bilang ini kasus aneh. Kok cuman satu orang? Pastilah ada lain yang lain, yang terlibat,” tegas Margarito kepada Inilah.com, Jakarta, Senin (6/6/2022).

Margarito meyakini, Kejaksaan Agung (Kejagung) atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal mendalami perkara ini. Apalagi dalam persidangan sudah terang benderang, bagaimana fakta hukum disampaikan oleh sejumlah saksi.

Selanjutnya Margarito menilai wajar apabila pihak yang terlibat kasus ini, merasa khawatir bakal terjerat hukum. Sejatinya, dia meyakini, tak ada kriminalisasi apalagi mafia hukum yang bermain dalam perkara dugaan suap pengalihan IUP di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan (Kalsel).

“Ah, itu semua enggak benarlah. Fakta hukum di persidangan sudah jelas kok. Tinggal bagaimana Kejagung atau KPK membongkar tuntas perkara ini. Dan saya yakin ada orang baru yang bakalan kena. Enggak ada ilmunya hanya satu orang yang kena,” tandasnya.

Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Banjarmasin, Senin (6/6/2022), R Diwdjono yang menjadi terdakwa tunggal dalam perkara suap peralihan IUP Tanah Bumbu, R Dwidjono, dituntut penjara lima serta denda Rp1,3 miliar oleh jaksa penuntut umum (JPU).

“Menjatuhkan pidana terdakwa Ir Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo dengan pidana penjara selama lima tahun dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan dan perintah terdakwa tetap dalam tahanan. Menjatuhkan pidana denda terhadap terdakwa sebesar 1 miliar 300 juta rupiah, dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti pidana kurungan selama satu tahun,” kata anggota JPU, Wendra Setiawan saat membacakan tuntutan.

Keyakinan Margarito bisa benar. Pada Kamis (2/6/2022), mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani H Maming diperiksa KPK, melalui surat beromor R.467/Lid.01.01/22/05/2022, tertanggal 14 Mei 2022. Surat tersebut ditunjukan kepada Mardani H Maming dalam kapasitas sebagai Bupati Tanah Bumbu periode 2010-2015 dan 2016-2018.

Dalam surat tersebut, Mardani H Maming yang kini menjabat Bendahara Umum (Bendum) PBNU, diundang KPK pada Jumat tanggal 27 Mei 2022. Namun, Mardani H Maming yang juga Ketua DPD PDIP Kalsel ini, baru hadir pada Kamis (2/6/2022).

Maksud dan tujuan pemanggilan KPK tertera jelas maksud dan tujuannya. Yakni, klarifikasi/didengar keterangan terkait dengan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian perizinan usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu periode 2010-2022. Mardani H Maming juga diperintahkan untuk membawa dokumen terkait pelimpahan IUP OP PT BKPL ke PT PCN. Yakni Surat Keputusan (SK) Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 yang dikeluarkan Mardani H Maming.

Usai pemeriksaan, Mardani H Maming yang mengenakan kemeja lengan panjang berwarna biru muda, keluar dari gedung KPK, membeberkan pernyataan sebaliknya. Dia mengaku diperiksa KPK terkait masalahnya dengan pemilik PT Jhonlin Group, Samsudin Andi Arsyad alias Haji Isam. “Saya hadir di sini sebagai pemberi informasi penyelidikan. Tetapi intinya, saya hadir di sini, ini permasalahan saya dengan Andi Syamsuddin atau Haji Isam pemilik Jhonlin Group,” bebernya.

Mardani H Maming enggan menjawab pertanyaan wartawan soal kesaksian adik mantan Direktur Utama PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN), Alm Henry Soetio yang bernama Cristian Soetio di Pengadilan Tipikor, Banjarmasin, Kalsel beberapa waktu lalu. Disebutkan, Mardani H Maming menerima uang Rp89 miliar. “Nanti biar ini yang jawab nanti,” ujar Mardani dengan suara tidak jelas dan terburu-buru.

Bisa jadi, pemeriksaan Mardani H Maming di KPK, menindaklanjuti laporan R Dwidjono terkait keterlibatannya dalam proses pengalihan IUP dari PT Bangun Karya Pratama Lestasi (BKPL) ke PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN). Padahal, UU Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) melarang pengalihan tersebut.

Dalam laporannya ke KPK, Dwidjono mengaku diperintah Bupati mardani H Maming mengalihkan IUP PT (BKPL) ke PT (PCN) sekitar Oktober 2011, Dwidjono mengaku diperintahkan Bupati Mardani H Maming secara lisan untuk membantu (Alm) Henry Soetio selaku Dirut PT PCN. Awalnya Dwidjono ragu apakah bisa dialihkan atau tidak, namun karena diperintah berulang kali Dwidjono memroses peralihan IUP tersebut.

Dalam laporan tulisan tangan, Dwidjono juga menyampaikan ihwal pelabuhan PT Angsana Terminal Utama (ATU) yang dimiliki Henry Soetio, Bupati Mardani H Maming mendapat jatah fee Rp10.000/Mt. Hal ini diketahuinya dari pengakuan Henry Soetio.

Terkait informasi fee Rp10.000/mt untuk Bupati Mardani H Maming juga didapatkan dari salah satu direktur PT Berkat Borneo Coal (BBC). Di mana, fee tersebut dikirimkan kepada dua perusahaan yang berada di bawah bendera Batulicin 69.

Selain itu, masih menurut laporan Dwidjono, antara Bupati Mardani H Maming dan Henry Soetio sering melakukan pertemuan ketika proses pengalihan IUP sedang berjalan. Pertemuannya sering dilakukan di Jakarta. [ikh]

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button