Market

Setahun Mendag Zulhas, Perpadi: Harga Beras Stabil

Ketua Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) DKI Jakarta, Nellys Soekidi menilai, upaya stabilisasi harga pangan saat ini, relatif cukup baik.

“Saya kira, saat ini, cenderung membaik (stabilisasi harga pangan). Kunci untuk stabilkan harga pangan adalah komunikasi dan koordinasi. Kalau itu bisa dijaga dengan baik, maka mudah menyelesaikan berbagai masalah. Dan, kami siap untuk berdiskusi, atau memberikan data kami di lapangan,” papar Nellys dalam Podcast Inilah Forum bertajuk: Kedaulatan Pangan, Stabilisasi dan Harga Bapok Murah di Petra Restaurant, Jakarta Selatan, Senin (12/6/2023).

Harus diakui, kata Nellys, upaya menstabilkan harga bahan pangan atau bahan pokok (bapok), bukanlah perkara mudah. Cukup rumit, karena bersinggungan dengan banyak pihak. Sehingga, tidak fair apabila stabilisasi harga bapok dibebankan kepada satu institusi saja.

“Kalau bicara tentang stabilisasi harga pangan ya paketlah. Enggak pas kalau hanya lihat dari Kementerian Perdagangan saja. Karena ada Badan Pangan Nasional, Kementerian Pertanian bahkan Kementerian Perindustrian. Tapi sejauh ini, cukup okelah,” imbuh Nellys.

Penjelasan Nellys yang dikenal sebagai salah satu juragan beras kakap di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta Timur, masuk akal. Menjaga harga beras agar tetap stabil, perlu kolaborasi banyak pihak.

Cukup banyak variabel yang perlu diperhitungkan, Mulai berapa persediaan beras, berapa permintaan. Berapa produksi skala nasional, berapa luas lahan pertanian, ongkos produksi, biaya logistik dan masih banyak lagi variabel yang harus dicermati.

“Belum lagi kalau ada faktor di luar itu, misalnya bencana alam, atau El Nino. Soal produksi memang ada di Kementan. Namun, bagaimana petani bisa mudah mendapatkan pupuk, ada di Kementerian BUMN dan pihak lain. Jadi, memang tidak mudah, Namun bukan berarti tidak bisa dipecahkan,” ungkapnya.

Dia juga mempertanyakan banyak pihak yang terkesan ‘alergi’ dengan kebijakan impor. Ketika cadangan beras tak mencukupi, pemerintah tidak punya pilihan selain impor.

“Menyangkut masalah perut, jangan main-main. Kalau memang harus impor, ya mau gimana lagi. Apa tegas rakyat kita kelaparan. Ingat, petani sebagai produsen ada kalanya menjadi konsumen juga. Sehingga permintaan meningkat,” ungkapnya.

Terkait harga beras, Nellys menerangkan, sempat naik pada 2020. Berlanjut hingga mencapai puncaknya pada 2022. Kenaikan itu didorong kondisi pandemi COVID-19 yang memicu melonjaknya permintaan.

Sebagai pemain lama di sektor beras, Nellys mengaku, selalu mendorong tingkat kesejahteraan petani naik. Idealnya, pedagang dan petani bisa seiring dan sejalan. Ketika harga naik secara wajar, keduanya mendapatkan manfaat yang sama.

“Semuanya harus happy. Petani dan pedagang happy. Konsumen juga tidak merasa berat. Saya kira, semuanya bisa terwujud dengan adanya itu tadi. Komunikasi dan koordinasi,” pungkasnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button