Market

Gara-gara Kemplang Dana Bagi Hasil Era Gubernur AAS, Bahtiar: Sulsel Bangkrut

Gara-gara salah kelola keuangan masa Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Andi Sudirman Sulaiman, Penjabat (Pj) Gubernur Sulsel, Bahtiar Baharuddin kena apesnya. Dia harus menanggung defisit anggaran hingga Rp1,5 triliun. Waduh besar juga angkanya.

Lantaran angka defisit yang cukup jumbo itu, Bahtiar menyebut Pemprov Sulsel sejatinya, sudah bangkrut dari sisi keuangan. Dianalogikan sebagai kapal yang nyaris tenggelam.

“Ada Rp 1,5 triliun defisit anggaran, daerah ini (Sulsel) bangkrut. Jadi ibarat kapal, saya nakhoda dan ini kapalnya mau tenggelam,” kata Bahtiar dalam Rapat Paripurna DPRD Sulsel, Makassar, Rabu (11/10/2023).

Kata Bahtiar, kebangkrutan Sulsel ini lantaran pemerintahan sebelumnya keliru dalam melakukan perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pepatah bilang, besar pasak ketimbang tiang. Di mana, pengeluaran lebih gede ketimbang pemasukannya. 

“Angka (APBD 2023) Rp10,1 triliun itu angka fiktif, uangnya tidak ada. Ini yang saya sampaikan ke Kementerian Dalam Negeri,” ujar Bahtiar.

Atas kenyataan ini, Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ini, mengaku prihatin. Namun, dia punya komitmen, akan menyelesaikan masalah ini hingga tuntas. 

“Sebagai orang Bugis Makassar ketika saya mengambil tanggung jawab saya tidak akan lari dari tanggung jawab, maka saya akan ambil upaya penyelamatan,” kata Bahtiar.

Bahtiar yang 37 hari menjabat Pj Sulsel, mengaku dalam posisi sulit akibat warisan defisit APBD sebesar  Rp1,5 triliun dari Andi Sudirman Sulaiman (ASS) yang juga adik mantan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman.

Bahtiar menjelaskan, defisit anggaran terjadi akibat perencanaan APBD yang keliru, selama bertahun-tahun. Perencanaan program tidak disesuaikan dengan porsi anggaran yang tersedia. 

“Program lama itu perencanaan di langit, uangnya tidak ada. Jadi defisit itu artinya tidak sesuai apa yang diomongin. Misalnya tulis APBD Rp 10,1 (triliun) yah defisit Rp 1,5 artinya aslinya uangmu hanya Rp 8,5 T kan itu berarti 1,5 tidak ada duitnya,” sebut Bahtiar.

Dia pun mengatakan, biang kerok jebolnya anggaran karena yang diklaim, termasuk dana bagi hasil (DBH) untuk kabupaten/kota, tidak ada. Selain itu, defisit anggaran disebabkan utang DBH yang menumpuk, berdasarkan temuan BPK.

“Kenapa tidak ada duitnya? Satu, uangnya orang (daerah) yang kau (provinsi) klaim jadi duitmu, Rp 850 miliar DBH kabupaten/kota, kan begitu. Kemudian ada utang dari tahun lalu, sudah audit BPK. Ini harus diluruskan,” jelasnya.

Dalam APBD, lanjut Bahtiar, misalnya ditulis ada pendapatan Rp500 miliar. Kemudian OPD membuat program yang bersumber dari dana itu, ternyata anggaran itu bukan milik Pemprov Sulsel.

“Misalnya ditulis akan ada pendapatan Rp 500 miliar diubah jadi program di PU atau Dinas Pendidikan kan nanti buat lelang, kegiatan segala macam, ini jelas-jelas yang tidak ada uangnya yang bayar siapa,” jelasnya.

Kata Bahtiar, defisit ini dominan disebabkan DBH yang Rp850 miliar yang harus dibayarkan ke kabupaten/kota. Sisanya, merupakan temuan BPK 2022 tentang utang DBH yang belum dibayarkan sampai saat ini.

“DBH yang haknya untuk kabupaten kota, yang porsi terbesarnya di situ. Maka caranya menyelamatkan kabupaten ini, hentikan semua program. Anak-anak (OPD Pemprov) tidak usah belanja lagi, kenapa kita mau belanja (sementara) masih ada utang,” jelasnya.

Menurut Bahtiar, ke depan pemerintah akan terus menjaga iklim investasi dan mendorong kemajuan dunia usaha domestik. Pendapatan daerah pada tahun 2024 diproyeksikan Rp 10,466 triliun, atau meningkat 3,29%.

“Dibandingkan target pendapatan 2023 sebesar Rp 10,133 triliun, yang terdiri dari target PAD (Pendapatan Asli Daerah) sebesar Rp 6,13 triliun lebih atau meningkat sebesar Rp 335,78 miliar lebih. Target pendapatan transfer (pendapatan dari APBN dan APBD) sebesar Rp 4,32 triliun lebih atau menurun,” ujar Bahtiar.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button