News

Gaduhnya FIR, PKS Tantang MoU Indonesia dengan Singapura Dibuka

Polemik kesepakatan penyesuaian pelayanan ruang udara (realignment Flight Information Region/FIR) antara Indonesia dengan Singapura, terus bergulir.

Menurut Anggota Komisi 1 DPR asal Fraksi PKS, Sukamta, pemerintah perlu bersikap transparan. Jelaskan dengan detil isi kesepakatan yang telah ditandatangani. “Kesepakatan yang dibuat dengan negara lain termasuk dalam kategori kebijakan publik karena menyangkut hajat hidup orang banyak dan juga menyangkut kedaulatan negara,” papar Sukamta kepada Inilah.com, Jakarta, Selasa (1/2/2022).

“Maka dokumen kesepakatan baik terkait ekstradisi, pelayanan ruang udara dan kerjasama pertahanan yang telah ditandangani wajib untuk dapat diakses oleh publik. Sejauh ini yang beredar adalah penjelasan poin-poin kesepakatan, bukan dalam bentuk dokumen resmi yang telah ditandangani,” imbuhnya.

Menurut Wakil ketua Fraksi PKS di DPR ini, wilayah kepuluan Natuna dan kepulauan Riau, sangat strategis bagi Indonesia. Tentu publik berharap, kedaulatannya baik di darat, laut maupun udara dalam ruang kendali pihak Indonesia. Bukan malah pihak asing.

“Berdasarkan kesepakatan yang termaktub dalam UNCLOS III 1982 dan Konvensi Chicago 1944, kedaulatan negara di ruang udara di atas teritorinya adalah bersifat ekslusif. Artinya ruang udara di atas wilayah kepulauan Natuna dan Riau adalah kedaulatan Indonesia. Jika mendasarkan klaim ini, mestinya pengelolaan FIR di wilayah tersebut dikelola oleh Indonesia,” tegasnya.

Menurut Anggota DPR RI asal Yogyakarta ini, jika pemerintah saat ini sudah memiliki kemampuan teknologi dan sumber daya manusia yang mumpuni di bidang navigasi serta teknologi keselamatan penerbangan. Semestinya negosiasi untuk mendapatkan ruang udara di atas wilayah kepulauan Natuna dan Riau akan lebih kuat.

“Saya menduga poin-poin kesepakatan terkait FIR terasa tidak banyak perubahan dibanding kesepakatan lama, seperti terkait pengelolan ruang udara pada ketinggian 0 sampai 37.000 kaki masih menjadi kewenangan Singapura. Ini karena daya tawar Indonesia tidak cukup kuat. Indonesia sejauh ini belum bisa masuk anggota ICAO (International Civil Aviation Organization) kategori III, sementara Singapura sudah pada Kategori II,” tuturnya.

Sukamta berharap, dokumen MoU bisa diakses oleh publik, sehingga semua pihak dapat memberikan penilaian yang obyektif terhadap poin-poin kesepatan yang telah ditandatangani.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button