News

GP Ansor Harap Polri Tegas Proses Kasus Ferdinand Hutahaean

Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor Luqman Hakim berharap Polri bertindak tegas memproses kasus hukum cuitan yang disampaikan Ferdinand Hutahaean karena berpotensi menimbulkan permusuhan bernuansa agama.

“Cuitan Ferdinand itu dapat dikategorikan sebagai serangan penghinaan dan penistaan terhadap agama tertentu, berpotensi menimbulkan keonaran dan permusuhan bernuansa agama serta mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat,” kata Luqman di Jakarta, Jumat (7/1/2022).

Menurut Wakil Sekjen DPP PKB ini, polisi harus tegas dan tidak tebang pilih dalam memproses laporan masyarakat. Sebab, seluruh warga negara berkedudukan sama di depan hukum.

“Tak peduli ia berasal dari kelompok mayoritas atau minoritas. Tidak boleh ada diktator mayoritas dan juga tidak boleh ada tirani minoritas. Dalam sistem demokrasi, hukum diskriminatif akan jadi sumber perpecahan dan konflik sara,” tegasnya.

Luqman menambahkan, saat ini semua pihak berjuang untuk membangun karakter bangsa untuk bersatu dalam perbedaan. Karena itu, siapapun yang terbukti melanggar norma-norma hukum, maka aparat penegak hukum harus memprosesnya.

Lebih lanjut, Luqman menilai cuitan Ferdinand berbeda dengan pernyataan Presiden RI ke-4, Abdurahman Wahid atau Gus Dur yang mengutarakan ‘Tuhan Tidak Perlu Dibela’.

Gus Dur, kata dia, sama sekali tidak menghakimi bahwa Tuhan diyakini seseorang keadaannya lemah sehingga harus dibela. Gus Dur justru menegaskan Tuhan tidak perlu dibela karena Tuhan Maha Kuat dan Kuasa.

“Sedangkan cuitan Ferdinand itu, menurut saya, dapat dikategorikan sebagai serangan penghinaan dan penistaan terhadap agama tertentu, berpotensi menimbulkan keonaran dan permusuhan bernuansa agama,” kata Luqman.

“Sangat jauh berbeda antara cuitan Ferdinand dengan perkataan Gus Dur. Dan karena itu jangan disamakan antar-keduanya,” imbuhnya.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI itu menilai, seluruh warga negara berkedudukan yang sama di depan hukum, tidak peduli berasal dari kelompok mayoritas atau minoritas. Menurut dia, tidak boleh ada diktator mayoritas dan juga tidak boleh ada tirani minoritas.

“Dalam sistem demokrasi, jika hukum dijalankan dengan diskriminatif, maka akan menjadi sumber perpecahan dan konflik sosial. Kita semua harus memiliki kesadaran ini,” katanya.

Luqman menjelaskan, Indonesia masih dalam proses membangun karakter bangsa yang bersatu dalam keberbedaan karena itu siapapun yang terbukti melanggar norma-norma hukum, maka aparat penegak hukum harus memprosesnya dengan seadil-adilnya.

Menurut dia, masalah keyakinan agama apalagi menyangkut ketuhanan, merupakan urusan personal setiap warga negara Indonesia yang dijamin dan dilindungi konstitusi bahkan dijadikan sila pertama dasar negara Indonesia, Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa.

“Artinya, negara Indonesia mengakui dan melindungi hak setiap warga negara untuk memiliki keyakinan keagamaan dan ketuhanan. Maka, siapapun tidak boleh membawa-bawa masalah keyakinan asasi itu ke ranah diskursus publik, karena pasti akan menyebabkan ketersinggungan sesama warga negara yang berbeda keyakinan,” ujarnya.

Luqman berharap, kasus cuitan Ferdinand menjadi pelajaran berharga bagi setiap warga negara, jangan ada lagi yang bermain-main dengan agama untuk kepentingan dan tujuan apapun.

Dia mengingatkan, ketersinggungan dalam keyakinan agama dan apalagi menyangkut eksistensi Allah, terbukti telah memicu banyak permusuhan dan peperangan panjang dalam sejarah peradaban manusia.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Ikhsan Suryakusumah

Emancipate yourselves from mental slavery, none but ourselves can free our minds...
Back to top button