Market

Hadapi Cawe-cawe Hilirisasi, Pakar Sarankan Jokowi Lawan IMF

Dana moneter internasional atau International Monetary Fund (IMF) kembali cawe-cawe terhadap kebijakan ekonomi Indonesia. Presiden Jokowi didesak tinjau ulang program hilirisasi, melalui pelarangan ekspor bijih nikel.

“Hanya satu kata, lawan cawe-cawe IMF yang menghambat hilirisasi. Tampak jelas, IMF tak ingin Indonesia menjadi negara maju,” tegas pakar ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) , Fahmy Radhi di Jakarta, Jumat (7/7/2023).

Sejak Januari 2020, kata dia, Presiden Jokowi memberlakukan pelarangan ekspor biji nikel. Jokowi bahkan bergeming saat kebijakan itu diadukan ke World Trade Organization (WTO). “Kendati kalah di Forum WTO, Jokowi justru semakin bernyali melanjutkan pelarangan ekspor seluruh hasil tambang dan mineral,” ungkapnya.

Melalui dokumen bertajuk IMF Executive Board Concludes 2023, selain peninjuan ulang larangan ekspor bijih nikel, kata Fahmy, IMF merekomendasikan kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel harus berlandaskan cost and benefit analysis (analisis biaya dan manfaat), dan mempertimbangkan dampaknya terhadap wilayah lain.

“Program hilirisasi sesungguhnya sudah terbukti memberikan manfaat dalam menaikkan nilai tambah yang berlipat-ganda. Dua tahun pasca pelarangan ekspor bijih nikel, Indonesia berhasil meningkatkan nilai ekspor produk turunan nikel hingga 19 kali lipat. Semula pendapatan ekspor bijih nikel hanya Rp 17 triliun pada 2017 meningkat menjadi Rp 323 triliun pada 2022,” terang Fahmy.

Selain menaikkan nilai tambah, lanjut Fahmy, program hilirisasi menciptakan ekosistem indutri dari hulu hingga hilir. Kalau ekosistem industri terbentuk, pada saat itulah Indonesia akan menjadi negara maju dengan pertumbuhan ekonomi tinggi. “Yang ditopang kontribusi sektor industri, bukan sektor konsumsi,” pungkasnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button