Market

Harga Serba Mahal, LPS: Banyak Nasabah Terpaksa ‘Makan Tabungan’

Data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) meneguhkan betapa sulitnya masyarakat harus menanggung mahalnya harga barang. Mereka yang punya tabungan harus mengurasnya. Muncul istilah mantab, atau makan tabungan.

Per September 2023, LPS mencatat total tabungan masyarakat masih tumbuh 6,4 persen secara tahunan (year on year/yoy). Ketika dibedah, pertumbuhan tabungan itu mengalami perlambatan sepanjang tahun berjalan.

Bahkan, tabungan kelompok tajir melintir atau seringkali disebut crazy rich, serta masyarakat menengah-bawah, mengalami penurunan. Untuk kelompok pemilik tabungan di atas Rp5 miliar, jumlahnya turun (minus) 1,10%.

Sepanjang Januari hingga September 2023, penurunan tabungan juga terjadi pada masyarakat dengan nilai Rp100 juta sampai dengan Rp200 juta. Juga pemilik tabungan di bawah Rp100 juta. Kedua kelompok ini, mengalami penurunan masing-masing (minus) 0,42 persen dan (minus) 1,43 persen.

Namun demikian, Kepala Ekonom BTN, Winang Budoyo menuturkan, secara keseluruhan, LPS melaporkan tabungan masyarakat di bank, naik.

“Kemungkinan karena tahun lalu pandemi, setelah ekonomi sekarang dibuka kelompok ini mulai menarik tabungan untuk ekspansi usaha,” kata Winang, dikutip Sabtu (2/12/2023).

Yang mengkhawatirkan, kata Winang, tabungan dari kelompok masyarakat rendah cukup mendominasi penurunannya. “Kalau dibagi antara nominal tabungan dan jumlah rekening nilainya dari Rp3 juta menjadi Rp1,9 juta. Artinya ini makin banyak makan tabungan (mantab),” kata Winang.

Dari data yang ada, dia menjelaskan, juga terjadi peningkatan kredit macet (non performing loan/NPL) di perbankan. Sebagai garis pembatas, Maret 2023 menjadi momentum dicabutnya kebijakan restrukturisasi oleh Otoritas Jasa Keuangan.

NPL tertinggi pada Agustus 2023 antara lain disumbangkan sektor perikanan, konstruksi, penyediaan akomodasi makan minum, industri pengolahan, serta perdagangan besar dan eceran. Sedangkan pada pengkategorian bukan lapangan kerja, NPL perbankan tertinggi terjadi pada kredit pemilikan rumah (KPR), kredit pemilikan ruko/rukan, serta kredit pemilikan apartemen (KPA).

“Tampaknya yang berhubungan langsung dengan nasabah [kredit konsumer] terkena masalah di sini,” katanya.

Winang berharap kebijakan Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan yang menebar insentif bagi perbankan dan masyarakat dapat memulihkan keadaan.

Seperti diketahui, Kementerian Keuangan memberi pembebasan PPN bagi pembeli rumah sampai dengan Rp2 miliar. Sedangkan Bank Indonesia memberikan insentif penurunan jumlah dana yang wajib ditempatkan perbankan jika memberikan kucuran kredit lebih banyak kepada sejumlah sektor termasuk KPR.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button