Kanal

Hukuman Mati Koruptor Dinilai Layak untuk Residivis

Akademisi Universitas Gadjah Mada Djoko Sukisno menilai hukuman mati koruptor di Indonesia telah diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UU No.31 tahun 1999 tentang Tipikor dan layak ditujukan kepada residivis.

“Pasal 2 ayat (1) yang mengatur tentang perbuatan memperkaya diri dan orang lain yang dapat merugikan keuangan negara. Sedangkan Pasal 2 ayat (2) UU tersebut berbunyi ‘Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan’,” katanya.

Menurutnya yang dimaksud keadaan tertentu dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.

Pada kalimat yang menyebutkan kata ‘pengulangan’ diawali dengan tanda baca koma. Maka anak kalimat tersebut dapat dimaknai sebagai berdiri sendiri dan tidak terkait dengan anak kalimat sebelum dan sesudahnya.

“Oleh karena itu, kalimat tersebut dapat berarti seseorang yang sudah pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana korupsi kemudian setelah keluar dia melakukan tindak pidana korupsi lagi (residivis). Sehingga orang tersebut layak untuk dituntut hukuman mati karena dianggap tidak jera atas hukuman yang pernah dijatuhkan padanya,” jelasnya.

Sebelumnya diketahui, Jaksa Agung ST Burhanuddin menggaungkan wacana hukuman mati bagi terpidana korupsi dan akan membuka ruang diskursus dalam mengkaji secara ilmiah untuk dapat diterapkannya sebagai sanksi pidana terberat bagi para koruptor.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Anton Hartono

Jurnalis yang terus belajar, pesepakbola yang suka memberi umpan, dan pecinta alam yang berusaha alim.
Back to top button