Kanal

Ibadah untuk Bertugas, Bukan Bertugas untuk Ibadah

“Bang, gimana caranya jadi petugas haji?”

Sejak saya menulis tentang perjalanan haji 2023 sebagai Petugas Haji Daerah, banyak yang bertanya bagaimana caranya menjadi petugas haji? Dengan nada seolah-olah ‘pilihan’ menjadi petugas haji bisa diambil untuk mempercepat kemungkinan berhaji – karena haji melalui jalur reguler perlu mengantre belasan hingga puluhan tahun dan haji plus berbiaya sangat tinggi. Padahal tidak demikian.

Melalui tulisan ini, saya ingin menjawab pertanyaan itu. Singkatnya, menjadi petugas haji bukanlah pilihan terbuka yang bisa diambil semua orang secara umum. Sebagaimana kata yang termuat di dalamnya, menjadi petugas haji pada dasarnya adalah ‘panggilan tugas’. Meskipun memang ada peran-peran tertentu yang karena sangat dibutuhkan, dilakukan perekrutan terbuka melalui proses seleksi yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia.

Berdasarkan Permenag No. 898 Tahun 2012, Petugas Haji adalah mereka yang bekerja sebagai pendamping jemaah haji atau yang ditempatkan di berbagai bidang, sektor, dan daerah kerja selama proses haji berlangsung. Mereka bisa ditempatkan di Indonesia baik di Arab Saudi – Jeddah, Makkah, maupun Madinah.

Yang pertama dikenal sebagai PPIH atau Panitia Penyelenggara Ibadah Haji. Di antara mereka ada yang bertugas di embarkasi, bandara Soekarno-Hatta, bandara Madinah, dan Jeddah. Ada juga yang bertugas menjadi pengurus bidang transportasi, media, perlindungan jemaah, hingga struktur pimpinan daerah kerja dan sektor. Seluruh fungsi penyelenggaraan ibadah haji memerlukan peran-peran petugas yang terlatih dan terampil.

Proses seleksi untuk peran dan fungsi-fungsi PPIH bisa dilakukan secara terbuka maupun melalui penugasan sesuai instansi kerja. Maka ada petugas yang berasal dari lingkungan Kementerian Agama atau kementerian lain terkait, ada yang dari pihak kepolisian dan TNI, atau berasal dari masyarakat umum yang diperlukan keterampilan dan perannya yang diseleksi secara ketat oleh Kemenag.

Kelompok kedua adalah Tim Pemandu Haji Indonesia (TPHI), Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia (TPIHI), dan Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI). TPHI biasanya menjalankan fungsi-fungsi pendampingan jemaah seperti memimpin kelompok terbang (kloter), mereka biasanya berasal dari unsur-unsur Kementerian Agama di berbagai level. TPIHI bisa berasal dari lingkungan Kemenag maupun dari unsur masyarakat umum terutama dari Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU). Sementara TKHI berasal dari Kementerian Kesehatan terdiri dari unsur dokter dan paramedis.

Baik TPHI, TPIHI, maupun TKHI biasanya berasal dari penugasan dan delegasi kementerian/lembaga terkait. Rata-rata mereka adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan kementerian/lembaga tersebut. Untuk menjadi petugas haji di bidang-bidang ini, perlu menjalani rangkaian seleksi mulai dari kelengkapan dokumen, tes CAT, tes wawancara, hingga bimbingan teknis terintegrasi.

Unsur ketiga adalah Tim Pendamping Haji Daerah (TPHD) atau tahun ini disebut Petugas Haji Daerah (PHD). Sama seperti TPHI, TPIHI, dan TKHI, unsur PHD juga terbagi menjadi tiga yaitu PHD Layanan Umum, PHD Pembimbing Ibadah, dan PHD Kesehatan. Fungsi utamanya adalah melekat kepada kloter yang berasal dari berbagai daerah, memastikan segala hal yang diperlukan jemaah bisa terpenuhi dengan baik.

Karena melekat pada jemaah sejak dari daerah, tim PHD biasanya berbaur dengan jemaah, menjadi bagian dari jemaah. Tugas mereka adalah memantau dan memastikan pelayanan untuk jemaah per daerah terselenggara dengan baik. Tim PHD ini juga sekaligus menjadi representasi pemerintah daerah. Mereka diseleksi di tingkat daerah, sesuai peran dan tugasnya masing-masing. PHD adalah delegasi pemerintah daerah yang berasal dari berbagai unsur, mulai dari pimpinan daerah, Kanwil Kemenag, Kanwil Kemenkes, dan seterusnya.

Dari segi pembiayaan, baik PPIH, tim TPHI-TPIHI, TKHI, maupun PHD, dibiayai dari porsi yang berbeda-beda. PPHI dan TPHI-TPIHI dibiayai oleh Kemenag dari porsi APBN, TKHI dibiayai oleh Kemenkes, sementara PHD dibiayai oleh pemerintah daerah dari APBD. Semua unsur penyelenggara dan pendamping ibadah haji ini merupakan delegasi dari pemerintah untuk membimbing, mendampingi, dan melayani jemaah haji agar dapat menjalankan ibadah haji dan umrah dengan baik dan lancar, serta memperoleh haji yang mabrur.

Saya menjadi Petugas Haji Daerah untuk melakukan fungsi monitoring dan evaluasi. Karena melekat pada jemaah kloter, dalam pelaksanaan ibadah haji bersama jemaah, ikut melakukan pendampingan umum – sesuai dengan kebutuhan jemaah pada kloternya. Saat seleksi, saya mengikuti jalur undangan sesuai peran dan fungsi yang dibutuhkan. Seleksi dilakukan dalam beberapa tahap, mulai dari kelengkapan dokumen, tes CAT, wawancara, hingga bimbingan teknis terintegrasi. Dilakukan selama beberapa bulan.

Melalui penjelasan ini, semoga teman-teman mendapatkan informasi yang cukup tentang apa itu petugas haji. Bahwa menjadi petugas haji tidaklah semudah memilih untuk menjadi petugas haji. Tetapi menjadi petugas haji adalah panggilan tugas yang harus melalui seleksi dan penugasan sesuai kebutuhan dan peran yang dibutuhkan. Informasi mengenai hal ini biasanya terdapat di website resmi dan surat edaran kementerian, sekitar satu tahun hingga beberapa bulan sebelum masa penugasan.

Haji tahun ini mengusung tema Haji Ramah Lansia, karena kuota lansia sedang diprioritaskan oleh pemerintah. Pendaftar haji yang sudah mengantre dan usianya di atas 65 tahun diberikan kesempatan lebih cepat. Hasilnya, 70% jemaah haji tahun 2023 adalah lansia di atas 65 tahun. Tetapi setiap daerah dan setiap kloter berbeda-beda, ada yang berisi banyak lansia berisiko tinggi (risti), ada juga yang sehat. Tergantung situasi di daerah masing-masing.

Maka, tugas masing-masing petugas haji juga berbeda. Yang bertugas di bandara berbeda dengan yang di daker atau sektor. Tugas TPHI berbeda dengan TPIHI dan TKHI. Yang bertugas di kloter A berbeda dengan yang di kloter B. Tugas setiap orang berbeda-beda sesuai ukurannya masing-masing.

Di atas semua yang saya jelaskan tadi, berhaji bagaimanapun adalah sebuah undangan. Bagi saya sendiri, dimensinya terlalu banyak, sehingga tetap menyisakan misteri. Meskipun saya mendapatkan penugasan, lulus rangkaian seleksi, mengikuti bimtek terintegrasi, tetap saja bisa berangkat haji tahun ini adalah anugerah yang kadang sulit dinalar.

Ada yang bertanya juga, apakah petugas haji boleh berhaji? Yang memungkinkan sesuai peran dan fungsinya masing-masing, sesuai medah tugasnya, tentu boleh. Bahkan ada contohnya dari Nabi Muhammad SAW. Kisah Abbas bin Abdul Mutholib ketika menjadi petugas haji bisa dijadikan rujukan. Saat itu, Abbas bertugas mengumpulkan air zamzam untuk jamaah yang tidak ikut Mabit di Mina dan Muzdalifah.

Dalam riwayat sebuah hadits, Abbas kemudian berkonsultasi kepada Rasulullah SAW. Rasulullah pun mengizinkan Abbas tetap di Mekkah bekerja menjaga dan mengumpulkan air zamzam untuk jamaah dan diizinkan oleh Nabi untuk tidak ikut Mabit di Mina dan Muzdalifah.

“Silakan engkau (Abbas) tetap di sana (Mekkah),” sabda Rasulullah kepada Abbas. Maka Abbas pun tetap di Mekkah. Saat itu, ada juga petugas-petugas haji zaman Rasulullah yang bertugas menjaga dan mengendalikan unta-unta dan diberikan keringanan untuk tidak Mabit di Mina. Mereka bisa berhaji.

Buat saya, menjadi petugas haji adalah peran yang mulia. Saya senang bisa membantu, melayani, dan mendampingi para jamaah. Terutama yang lansia. Karena di sana ada keindahan yang luar biasa. Keindahan yang pernah disampaikan Rasulullah. “Carilah kehadiranku di antara orang-orang yang lemah.” Kata Nabi suatu hari. Maka tahun ini, selain bisa menunaikan ibadah haji, saya juga bisa menjalankan amanat Rasul tersebut.

Akhirnya, tentu saja ini adalah ibadah untuk bertugas. Bukan bertugas untuk beribadah.

Madinah, 17 Dzulqaidah 1444H

FAHD PAHDEPIE

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button