Di tengah kekhawatiran akan merebaknya epidemi terkait polusi air, khususnya setelah munculnya lebih dari 50 kasus keracunan di kalangan anak-anak, Menteri Kesehatan untuk Libya Bagian Timur Othman Abduljaleel memerintahkan pemeriksaan seluruh sumber air bersih di Kota Derna, pasca banjir dahsyat yang menewaskan sedikitnya 11.300 orang itu.
Abduljaleel juga meminta warga kota untuk tidak mengonsumsi air sembarangan. Ia pun sudah memulai kampanye vaksinasi di daerah-daerah terdampak di Derna pada Minggu (17/9/2023) dan akan mengintensifkan program kesehatan mental bagi para penyintas bencana itu.
Sebelumnya Menteri Urusan Sumber Daya Air Libya Muhammad Douma telah menyampaikan keprihatinan dengan memburuknya masalah polusi air di Kota Derna pada Kamis (14/9/2023) lalu. Derna, Shahat, dan Al Bayda adalah beberapa kota yang paling terdampak Badai Daniel dan banjir bandang akibat jebolnya dua bendungan di pegunungan yang menyapu seluruh warga kota itu ke laut.
Sementara itu, tim SAR masih melanjutkan upaya mencari mereka yang hilang dan mengevakuasi mayat yang ditemukan di balik puing-puing reruntuhan bangunan. Reuters dan Associated Press melaporkan sedikitnya 11.300 orang tewas dan 40.000 lainnya terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih aman. Libya Red Crescent mengatakan lebih dari 10.000 orang lainnya masih hilang.
Pihak berwenang Libya telah membuka penyelidikan untuk mengetahui siapa yang bertanggungjawab atas musibah pekan lalu, tetapi belum jelas bagaimana penyelidikan itu akan dilakukan. Libya telah terperosok dalam kekacauan setelah pemberontakan warga yang didukung NATO menjatuhkan diktator Muammar Khadafi pada tahun 2011.
Sejak 2014 lalu, negara yang kaya minyak ini telah terpecah antara pemerintahan yang saling bersaing –-satu di bagian timur, lainnya di bagian barat-– yang masing-masing didukung kelompok milisi dan internasional.
Pemerintahan di Tripoli yang diakui masyarakat internasional berada di barat, sementara saingannya berada di bagian timur di mana terdapat Kota Derna.
Kedua pemerintahan yang berseberangan ini telah sejak lama terpecah oleh pertikaian dan perang saudara, dan kini harus berjuang bersama untuk menanggapi bencana banjir ini dengan proporsi yang tepat.
Salah satu dampak perpecahan itu adalah tidak adanya perhatian serius pada infrastruktur penting, meskipun perubahan iklim telah menimbulkan cuaca ekstrim yang semakin sering dan parah. [VOA/Reuters/AP]
Beri Komentar (menggunakan Facebook)