Market

Janjikan BBM Tak Naik Sampai Juni 2024, Pakar UGM: Kementerian ESDM Jangan ‘PHP’


Pakar ekonomi energi dari UGM, Fahmy Radhi mengingatkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak menjadi pemberi harapan palsu alias PHP bagi masyarakat. Menjamin harga bahan bakar minyak (BBM) tidak naik sampai Juni 2024. Ini terkait potensi meroketnya harga minyak dunia dampak konflik Iran-Israel.

“Kementerian ESDM sebaiknya realistis, mengacu kepada indikator terukur. Salah satunya harga minyak dunia. Kalau masih di bawah 100 dolar AS per barel, BBM subsidi memang tidak perlu naik. Tapi jika sudah di atas 100 dolar AS per barel, sebaiknya naik. Sembari pemerintah gelontorkan BLT (Bantuan Langsung Tunai) kepada masyarakat miskin yang terdampak,” kata Fahmy, Jakarta, Kamis (18/4/2024).

Dia menerangkan, konflik Iran-Israel berpotensi mengerek naik harga minyak dunia dalam waktu cepat. Alhasil, harga BBM di dalam negeri berpotensi naik. Karena, lokasi konflik di sekitar Selat Hormuz yang sangat mengganggu mata rantai pasok minyak dunia. Jika terganggu maka terganggu pula pasokan yang menaikkan biaya distribusi. 

“Apalagi sebelum pecah konflik (Iran-Israel) harga minyak dunia sudah tinggi di kisaran 89 dolar AS per barel. Potensi kenaikan lanjutan sangat tinggi, bergantung eskalasi ketegangan Iran-Israel,” kata Fahmy.

Indonesia sebagai negara pengimpor minyak, kata Fahmy, tentu kebagian getah manakala terjadi kenaikan harga. Hal ini akan memengaruhi harga minyak Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) yang menjadi acuan dalam penentuan harga BBM dalam negeri.

Dalam APBN 2024, lanjut eks Tim Reformasi Tata Kelola Migas itu, ICP ditetapkan sebesar 82 dolar AS per barel. Jika sebelum Juni 2024, harga minyak dunia melenting 100 dolar AS per barel atau lebih, maka berdampak kepada bengkaknya subsidi energi. Kalau tidak segera dilakukan penyesuaian maka APBN 2024 bakalan jebol atau defisit besar. 

“Kita khawatirkan eskalasi konflik Iran-Israel meluas, tidak bisa dihindari harga minyak dunia melambung tinggi hingga di atas 100 dolar AS per barel. Ini dilema bagi pemerintah. Kalau harga BBM subsidi tidak naik, beban APBN membengkak,” tuturnya.

Di samping itu, lanjut Fahmy, kenaikan harga minyak dunia semakin menguras cadangan devisa (cadev) yang digunakan untuk membiayai impor minyak. Tergerusnya cadev, tentu saja berdampak kepada pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS yang saat ini sudah di atas Rp16.000/dolar AS.

“Masalah lain, ketika harga BBM subsidi naik maka inflasi menjadi tinggi. Harga barang naik, daya beli tersungkur. Siapapun presidennya harus bisa menyelesaikan masalah yang sudah di depan mata ini,” ungkapnya. 
 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button