Hangout

Kaget Sampai Meninggal Dunia, Mengapa Bisa Terjadi?

Seorang bayi di Gresik, Jawa Timur baru-baru ini meninggal dunia karena terkejut mendengar suara petasan. Pada beberapa orang, respons terhadap sesuatu yang mengagetkan bisa berdampak fatal. Tidak hanya terjadi pada orang lanjut usia yang menderita penyakit jantung tetapi juga anak-anak bahkan bayi.

Saat mendengar suara atau disentuh yang tidak terduga, orang secara refleks cenderung melompat kaget. Pada beberapa orang, bahkan memiliki respons terkejut secara berlebihan dan dapat menyebabkan jatuh bahkan kematian. Kaget yang luar biasa bisa menyebabkan pecahnya pembuluh darah

Apa yang dialami bayi yang kemudian meninggal dunia karena kaget disebut dengan kelainan hiperekpleksia. Menurut National Organization for Rare Disorders (NORD), hiperekpleksia adalah kelainan neurologis herediter langka yang dapat memengaruhi bayi saat baru lahir (neonatal) atau sebelum lahir (dalam rahim).

Hiperekpleksia yang merupakan kelainan genetik biasanya muncul saat lahir dan memengaruhi pria dan wanita, bayi, anak-anak maupun orang dewasa. Pada beberapa individu, timbulnya gangguan mungkin tertunda sampai remaja atau dewasa. Hiperekpleksia mempengaruhi sekitar satu dari 40.000 orang di Amerika Serikat.

Individu dengan gangguan penyakit ini memiliki reaksi kaget yang berlebihan dengan respons mata berkedip atau tubuh kejang, terhadap suara, gerakan, atau sentuhan yang tiba-tiba tidak terduga. Mengutip Rarediseases, gejalanya meliputi ketegangan otot yang ekstrem (kekakuan atau hipertonia) yang mencegah gerakan sukarela dan dapat menyebabkan orang yang terkena jatuh dengan kaku, seperti batang kayu, tanpa kehilangan kesadaran. Bahkan menyebabkan sindrom kematian bayi mendadak (SIDS).

Refleks yang berlebihan (hyperreflexia), dan cara berjalan yang tidak stabil (gait) juga dapat terjadi. Hiperekpleksia biasanya diwariskan sebagai sifat dominan autosomal, tetapi resesif autosomal atau yang jarang, pewarisan terkait-X, juga pernah dilaporkan.

Hiperekpleksia sering salah didiagnosis sebagai salah satu bentuk epilepsi sehingga proses mendapatkan diagnosis yang akurat dapat berlangsung lama. Pengobatannya juga sebenarnya tidak terlalu rumit.

Tanda dan gejala

Ada dua bentuk hiperekpleksia yakni mayor dan minor. Dalam bentuk mayor, hiperekpleksia ditandai dengan reaksi kaget yang luar biasa ekstrim. Bisa jadi dengan melengkungkan kepala (refleks retraksi kepala berlebihan atau HRR), gerakan sentakan kejang (sentakan mioklonik) atau jatuh dengan kaku ke tanah (tanpa kehilangan kesadaran) cenderung terjadi saat individu terkejut. Frekuensi dan tingkat keparahan respons kaget dapat meningkat dipicu oleh ketegangan emosional, stres, atau kelelahan.

Gerakan menyentak juga dapat terjadi saat pasien mencoba untuk tertidur. Ketegangan atau kekakuan otot yang ekstrem (hipertonia) sering terjadi pada bayi dengan hipereksleksia, terutama saat lahir. Bayi yang terkena mungkin tidak banyak bergerak, dan cenderung bergerak lambat (hipokinesia).

Gejala lain yang ditunjukkan oleh bayi maupun orang dewasa mungkin termasuk refleks yang berlebihan (hyperreflexia), pernapasan terputus (apnea intermiten) dan/atau cara berjalan yang tidak stabil (gait), biasanya dengan sikap dasar lebar yang ringan. Beberapa pasien mengalami dislokasi pinggul yang terjadi saat lahir. Selain itu hernia juga bisa terjadi pada perut bagian bawah (hernia inguinalis).

Dalam bentuk minor, individu dengan hyperekplexia biasanya hanya mengalami reaksi kaget berlebihan yang tidak konstan dengan sedikit atau tidak ada gejala lainnya. Pada bayi dengan bentuk gejala minor, reaksi dapat disebabkan oleh demam. Pada anak-anak dan orang dewasa, intensitas respon kaget dapat dipengaruhi oleh stres atau kecemasan.

Timbulnya hiperekpleksia mayor dan minor biasanya sejak lahir, tetapi pada beberapa pasien tidak terjadi sampai remaja atau dewasa.

Pengobatan

Hiperekpleksia merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan saat bayi mengalami kejang. Selain itu, riwayat keluarga merupakan bagian penting dari diagnosis, karena terkait dengan hubungan genetik.

Pengobatannya relatif tidak rumit. Baik pada bayi maupun orang dewasa, hiperekpleksia paling efektif diobati dengan obat anticemas dan antikejang. Untuk mendukung pengobatan, lakukan perawatan lain, seperti terapi fisik dan/atau kognitif untuk mengurangi kecemasan.

Selain itu, konseling genetik mungkin bermanfaat bagi pasien dan keluarga mereka. Melansir Live Science, kondisi tersebut muncul saat lahir dan gejala sementara biasanya berkurang setelah tahun pertama. Efek dari penyakit ini biasanya terjadi kegagalan sel saraf untuk berkomunikasi dengan baik.

Penyakit ini terdorong dari beberapa mutasi genetik. Secara khusus, mutasi memengaruhi bagaimana molekul yang disebut glisin, dipindahkan antarsel. Biasanya, glisin mengirimkan sinyal penghambatan yang meredam respons seseorang terhadap kebisingan dan suara. Pada orang dengan gangguan kaget, sinyal penghambat ini tidak diterima dan hasilnya adalah respons berbahaya yang diperkuat.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button