News

Karen Agustiawan, Dilepas MA Kini Terjerat KPK

Mantan Direktur Utama PT Pertamina, Galaila Karen Kardinah (GKK) alias Karen Agustiawan resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (19/9/2023) malam. Dalam kasus sebelumnya Karen lolos dari jeratan hukum setelah dibebaskan oleh Mahkamah Agung (MA). Lolos dari MA kini ia dijerat KPK.

Karen pada 2019 lalu sempat tersandung kasus dugaan korupsi investasi di Blok Basker Manta Gummy (BMG), Australia. Di pengadilan tingkat pertama, Karen dijatuhi vonis 8 tahun pidana penjara dan denda Rp1 miliar subsider empat bulan kurungan. Ia dinilai terbukti mengabaikan prosedur investasi di PT Pertamina dalam akuisisi blok BMG di Australia pada 2009.

Saat itu, Karen dituding melakukan investasi tanpa pembahasan dan kajian terlebih dahulu, serta tanpa persetujuan dari bagian legal dan Dewan Komisaris Pertamina. Atas perbuatannya, Karen dinilai telah merugikan negara sebesar Rp568 miliar dan memperkaya Roc Oil Company Australia.

Selanjutnya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperkuat putusan pengadilan tingkat pertama tersebut. Namun di tingkat Kasasi di Mahkamah Agung, Karen menang melawan Kejaksaan Agung (Kejagung). Pada Senin, 9 Maret 2020, MA menjatuhkan vonis lepas terhadap Karen.

Majelis hakim tingkat kasasi menilai perbuatan Karen bukan merupakan tindak pidana, melainkan business judgment rule. “Menurut majelis kasasi, putusan direksi dalam suatu aktivitas perseroan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun kendati putusan itu pada akhirnya menimbulkan kerugian bagi perseroan. Tetapi itu merupakan risiko bisnis,” kata Juru Bicara MA saat itu hakim agung Andi Samsan Nganro, Senin, 9 Maret 2020.

Terjerat Kasus Dugan Korupsi Pengadaan LNG

Namun perjalanan kasus hukum Karen belum usai. Setelah mendapat vonis lepas dari MA, kini Karen berhadapan kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina tahun 2011-2021. “Tim Penyidik melakukan penahanan Tersangka GKK alias KA,” kata Ketua KPK. Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK K4, Jakarta Selatan, Selasa (19/9/2023) malam.

Dalam kasus tersebut Karen diduga merugikan negara sekitar US$140 juta atau sekitar Rp2,1 triliun. Saat masih menjabat sebagai Dirut Pertamina, Karen diduga membuat keputusan sepihak kerja sama dengan produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri di antaranya perusahaan CCL (Corpus Christi Liquefaction) LLC asal Amerika Serikat. Akibatnya, kargo LNG menjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia.

Karen dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Karen Bantah Negara Merugi Rp2,1 T

Karen sendiri menyangkal tudingan KPK bahwa ia merugikan negara Rp2,1 Triliun akibat pengadaan LNG. Satu-satunya penyebab kerugian, menurut Karen, datang saat pandemi Covid-19. “Kalau tadi dibilang marak ada kerugian, kerugian diakibatkan karena masa pandemi di tahun 2020 dan 2021,” kata Karen yang telah ditetapkan tersangka kepada awak media ketika keluar Gedung Merah Putih K4, Jakarta Selatan, Selasa (19/9/2023) malam.

Karen mengatakan Pertamina tidak mengalami kerugian akibat pengadaan LNG. Sebaliknya, Pertamina pada 2018 justru untung. “Maupun ada pandemi atau tidak pandemi, pertamina seharusnya untung. Karena berdasarkan dokumen yang ada tahun 2018, Pertamina bisa menjual BP dan Sentra Pigura dengan nilai positif 71 cent per MM BPU,” jelas Karen.

Karen menyangkal memutuskan kebijakan tahun 2013 lalu itu sewenang-wenang. Karen menyebut aksi korporasi itu sudah mendapatkan restu dari pemerintah. “Aksi korporasi ini dilakukan untuk mengikuti perintah jabatan saya berdasarkan Perpres 2006 terkait energi mix bahwa gas harus 30 persen. Terus inpres nomor 1/20120 dan Inpres 14 tahun 2014,” papar Karen.

Karen Agustiawan yang lahir di Bandung pada 19 Oktober 1958 merupakan Direktur Utama Pertamina periode 2009-2014. Di era kepemimpinannya, visi Pertamina saat itu adalah menjadi perusahaan energi kelas dunia dan champion Asia pada 2025 dengan aspirasi energizing Asia. Karena kepemimpinannya itu pada 2011, Forbes memasukkan dia sebagai yang pertama dalam daftar Asia’s 50 Power Businesswomen. 

Lulusan Teknik fisika Institut Teknologi Bandung tahun 1983 itu berkarier di PT Pertamina sebagai staf ahli direktur utama untuk bisnis hulu (2006-2008), kemudian dipercaya menjabat sebagai direktur hulu sejak 5 Maret 2008 hingga ditunjuk pemegang saham untuk memimpin Pertamina sebagai Direktur Utama PT Pertamina (Persero) pada 5 Februari 2009. Karen Agustiawan resmi berhenti dari jabatannya sebagai CEO PT Pertamina tertanggal 1 Oktober 2014 dan memilih menjadi guru besar di Harvard University, Boston, Amerika Serikat.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button