Market

Mengapa Banyak Warga Asing Kesengsem Golden Visa Indonesia?

CEO OpenAI Samuel Altman menjadi orang pertama yang mendapatkan golden visa atau visa emas dari Indonesia, sebuah upaya bagi Presiden Joko Widodo untuk menarik investasi asing. Kebijakan ini menarik bagi banyak orang asing. Mengapa?

Sam Altman menerima golden visa dengan sub kategori tokoh dunia dengan masa tinggal 10 tahun yang ditandatangani langsung oleh Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Silmy Karim.

“Ada beberapa kategori golden visa selain atas dasar investasi/penanaman modal, salah satunya adalah golden visa yang diberikan kepada tokoh yang mempunyai reputasi internasional dan dapat memberikan manfaat untuk Indonesia. Dalam memperoleh golden visa, harus diusulkan oleh instansi pemerintah pusat,” ujar Silmy dalam sebuah keterangan persnya.

Samuel Altman adalah tokoh dunia yang merupakan CEO dan Co-Founder dari OpenAI, perusahaan riset dan penerapan artificial intelligence (AI) di Amerika Serikat. Ia menjadi perhatian dunia setelah ChatGPT, produk OpenAI yang diluncurkan pada akhir 2019, mendulang kesuksesan. Altman sempat berkunjung ke Indonesia untuk berbagi pengetahuan mengenai kecerdasan buatan pada Juni lalu.

Aturan golden visa di Indonesia telah diundangkan pada akhir Agustus 2023. Landasan pemberlakuan kebijakan ini yaitu pada Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 22 Tahun 2023 serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82 Tahun 2023. Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menyebut, golden visa akan diberikan ke ilmuwan, investor, hingga orang-orang berpengaruh di dunia.

Dalam situs resmi Sekretariat Kabinet, golden visa sesuai dengan definisi yang dikeluarkan OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development), yakni skema izin tinggal lewat investasi (residency by investment) dan kewarganegaraan melalui investasi (citizenship by investment). Golden visa juga merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah suatu negara untuk memberi izin tinggal kepada warga negara asing yang telah memberikan investasi kepada negara tersebut.

Pemegang golden visa bukan cuma bebas tinggal di Indonesia untuk kurun waktu tertentu, tetapi juga dapat memperoleh beberapa keuntungan seperti, prosedur dan persyaratan permohonan visa dan imigrasi yang lebih cepat dan mudah, multiple entries, jangka waktu tinggal lebih lama dari visa biasa, bahkan hak untuk memiliki aset di dalam negara pemberi golden visa.

Penerbitan visa spesial ini ditujukan untuk menarik orang asing tajir ke Indonesia, sehingga bisa bermanfaat bagi perkembangan ekonomi dalam negeri. Untuk investor perorangan yang akan mendirikan perusahaan, pemerintah mengharuskan orang tersebut untuk berinvestasi minimal US$2,5 juta atau setara Rp38 miliar untuk mendapatkan Golden Visa untuk masa tinggal 5 tahun. Sedangkan untuk masa tinggal 10 tahun, nilai investasi yang disyaratkan adalah sebesar US$ 5 juta (Rp 76 miliar).

Syarat minimum investasi untuk investor korporasi diatur secara berbeda. Pemerintah mewajibkan korporasi untuk berinvestasi paling sedikit US$25 juta (Rp380 miliar). Golden Visa untuk korporasi itu nantinya akan diberikan kepada jajaran direksi dan komisaris perusahaan untuk masa tinggal 5 tahun. Sedangkan untuk nilai investasi US$50 juta maka para direksi dan komisaris akan mendapatkan Golden Visa yang berlaku 10 tahun.

Investor asing perorangan yang tidak mendirikan perusahaan di Indonesia juga bisa mendapatkan fasilitas Golden Visa. Untuk Golden Visa 5 tahun, pemohon diwajibkan menempatkan dana senilai US$ 350.000 (Rp5,3 miliar) yang dapat digunakan untuk membeli obligasi pemerintah RI, saham perusahaan publik atau penempatan tabungan. Sedangkan untuk Golden Visa 10 tahun, dana yang harus ditempatkan adalah sejumlah US$700.000 (Rp10,6 miliar).

Di luar negeri, pemegang golden visa bisa mendapatkan jalur cepat apabila mengajukan kewarganegaraan baru. Ada lebih dari 100 negara di dunia ini yang memberikan golden visa untuk orang-orang tertentu. Negara seperti Amerika Serikat dan Inggris tercatat sebagai pemberi golden visa terlama di dunia.

Golden Visa Indonesia Diminati Turis

Menurut Shuli Ren, dalam tulisannya di Bloomberg Opinion, sudah jelas mengapa Indonesia ikut serta dalam tren golden visa yang sedang booming saat ini. Untuk pertama kalinya dalam dua tahun, transaksi berjalan mengalami defisit, terutama disebabkan oleh melemahnya ekspor akibat turunnya harga komoditas. Untuk menstabilkan rupiah, bank sentral telah menjual obligasi jangka pendek untuk meningkatkan imbal hasil.

“Bagi negara yang pernah dianggap sebagai anggota Fragile Five, Indonesia sangat menyadari kekuatan uang asing dan betapa cepatnya aliran uang asing. Hingga saat ini, orang asing memiliki sekitar 15 persen obligasi pemerintah,” katanya.

Pertanyaan yang lebih menarik adalah mengapa orang Amerika dan beberapa negara menginginkan visa emas dari Indonesia – selain karena negara tersebut tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Amerika. Padahal warga negara-negara tersebut tidak kekurangan pilihan, ada Portugal, Malta, dan Montenegro. 

Dalam hal ini, Indonesia bukanlah negara Amerika dilihat dari perkembangan utangnya. Dalam beberapa minggu terakhir, para investor menjadi lebih vokal menyampaikan kekhawatiran mereka atas pinjaman pemerintah AS yang tidak terkendali, di tengah penurunan peringkat kredit negara dan melemahnya obligasi Treasury.

Kantor Anggaran Kongres tidak melihat Washington melakukan diet. Sebaliknya, mereka memperkirakan defisit fiskal rata-rata sebesar 6,1 persen dari produk domestik bruto selama dekade berikutnya. Saat ini, pemerintah telah membelanjakan 14 persen pendapatan pajaknya untuk pembayaran bunga bersih, yang merupakan tingkat tertinggi sejak tahun 1998. “Investor jangka panjang seharusnya tidak lagi memiliki obligasi Treasury,” kata ahli strategi ekuitas Jefferies, Christopher Wood.

Posisi Utang Indonesia Menjadi Daya Tarik

Dalam konteks global saat ini, membeli obligasi pemerintah daerah senilai US$350.000 sepertinya merupakan pilihan yang lebih aman. Indonesia masih mempertahankan disiplin fiskal, mungkin sebagian besar disebabkan oleh arus keluar modal yang dialami selama Krisis Keuangan Global.

Sampai kini, Jakarta masih mematuhi batas defisit fiskal yang ditetapkan sendiri sebesar 3 persen, bahkan dengan mengorbankan pertumbuhan yang lebih lambat. Proyeksi terbaru untuk tahun 2024 adalah 2,29 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Sikap konservatif ini merupakan narasi yang menyegarkan di dunia yang dipenuhi dengan leverage. Mulai dari Tiongkok hingga Uni Eropa dan Amerika Serikat, para investor khawatir mengenai jumlah utang yang terlalu besar, dan kapan krisis keuangan besar-besaran akan terjadi. Sebaliknya, di Indonesia, utang rumah tangga hanya menyumbang 9 persen terhadap PDB – bahkan kurang dari 60 persen dari 274 juta penduduk mudanya memiliki rekening bank.

Lanskap neraca ini memberikan peluang besar bagi wirausahawan teknologi yang ingin menjadi lebih dari sekadar investor pasif dan berkecimpung dalam fintech serta inklusi keuangan. Hal ini mengingat perangkat seluler ada di mana-mana – orang lebih memilih ponsel cerdas daripada televisi atau mesin cuci.

Dan jangan lupakan Bali, surga selancar dan yoga subtropis. “Musim panas lalu, ketika saya sedang melakukan retret meditasi di sana, saya melihat anak-anak muda digital nomad mengetik dengan penuh semangat di laptop mereka di kafe-kafe trendi. Saya iri. Saya berharap saya bisa pindah ke sana. Visa emas Indonesia memang layak untuk dilihat dengan baik,” tambah Shuli Ren.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button