Kanal

Mengapa Si Jago Merah Doyan Menyambangi Pertamina?

Apakah karena mengurusi bahan bakar sehingga Pertamina sering disambangi si jago merah? Kebakaran Depo Plumpang, Jumat (3/3/2023) malam, hanyalah satu dari rangkaian musibah yang dialami BUMN ini. Apakah karena kelalaian atau sistem pengamanan tak memadai?

Yang terbaru, Depo Pertamina Plumpang di kawasan Jalan Koramil, Rawa Badak Selatan, Koja, Jakarta Utara, Jumat malam terbakar. Hingga Sabtu (4/3/2023) malam, data Posko Kebakaran di Koramil 01 Koja, Jakarta Utara mencatat korban tewas berjumlah 19 orang. Para korban tewas dibawa ke RS Tugu, RSCM, dan RS Polri Kramat Jati.

Selain itu, 50 orang mengalami luka-luka, satu di antaranya adalah anak kecil. Korban luka-luka telah dievakuasi ke RS Pelabuhan, RS Tugu, RS Muliasari, dan RS Koja.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menyampaikan keprihatinan dan permohonan maaf atas peristiwa itu. PT Pertamina memprioritaskan pemadaman dan evakuasi warga di sekitar lokasi. Pertamina telah membentuk tim gabungan dengan anak usahanya PT Pertamina Patra Niaga dan fungsi terkait untuk melakukan investigasi penyebab terjadinya insiden ini.

“Kami akan melakukan evaluasi dan refleksi menyeluruh di internal demi menghindari kejadian serupa terulang,” kata Nicke.

Depo terpenting di Indonesia

Depo Pertamina Plumpang mulai beroperasi sejak 1974. Saat pertama kali dibangun, kapasitas tangki di sana mampu menimbun 291,8 kiloliter. Depo Pertamina Plumpang menjadi Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) terpenting di Indonesia.

Pasalnya, mereka memasok kurang lebih 20 persen dari kebutuhan BBM di negeri ini atau sekitar 25 persen dari kebutuhan harian SPBU Pertamina. Pasokan hariannya sekitar 16,5 kiloliter yang kemudian disebar ke beberapa wilayah utama, yakni di Jabodetabek.

Depo Pertamina Plumpang pun saat ini telah menyediakan produk yang lengkap. Mulai dari Premium, Pertalite, Pertamax, Pertamax Turbo, Bio Solar, Dex, dan Dexlite. BBM ini disalurkan ke kompartemen 249 mobil tangki melalui Terminal Automation System (TAS) yang berkelas internasional dengan nama New Gantry System.

Kejadian kemarin bukan yang pertama kali terjadi di Depo Pertamina Plumpang. Pada Minggu, 18 Januari 2009 sekitar pukul 20.30 WIB depo ini meledak diikuti kebakaran hebat. Api melumat tangki penampungan bernomor 24 yang berisi 1.500-2.500 kiloliter premium. Menurut pihak Pertamina, tangki itu sebenarnya berkapasitas 10.000 kiloliter. Namun saat terbakar tidak terisi penuh, hanya sekitar 1.500-2.500 kiloliter premium.

Saat itu, dugaan penyebabnya kebakaran karena percikan api yang muncul dari gesekan alat pengambil sampel BBM dan slot ukur. Kepala Badan Reserse Mabes Polri saat itu, Jenderal Susno Duaji, menyebut kebakaran besar itu terjadi karena faktor kelalaian manusia.

Kebakaran hebat 14 tahun lalu itu tak bisa lepas dari spekulasi sabotase mengingat peristiwa tragis ini muncul bersamaan dengan isu pergantian puncak pimpinan Pertamina dan makin dekatnya Pemilu. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat itu tengah menggodok pengganti Dirut Pertamina ketika itu Ari H Soemarno.

Ada nama kandidat yang berasal dari dalam Pertamina sehingga ledakan itu bisa menjadi sebuah batu sandungan bagi dirinya. Spekulasi muncul dan peristiwa ini dikaitkan dengan pemilu yang semakin dekat sehingga, ada dugaan ledakan ini menjadi sebuah character assassination alias pembunuhan karakter bagi pemerintah incumbent yakni SBY-JK.

Api doyan menyambangi fasilitas Pertamina

Semakin hari semakin sering fasilitas Pertamina yang ditelan api. Dari depo, kantor pusat, kilang, sumur minyak, stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) serta fasilitas lainnya. Masyarakat belum lupa kebakaran yang melanda kilang pengolahan BBM terbesar di Cilacap dan Indramayu, juga di Dumai.

Ada pula kebakaran Depo BBM di Makassar hingga kapal tanker memuat 150 ribu barel naphta (jenis BBM) di perairan Indramayu. Bahkan pada 16 Oktober 2006, kantor pusat PT Pertamina di Jalan Merdeka Timur 1A, Jakarta Pusat, juga mengalami kebakaran dan baru bisa dipadamkan 10 jam kemudian. Api berasal dari gedung utama di lantai 19 dan 20.

Dari berbagai peristiwa ini banyak menimbulkan pertanyaan tentang mengapa api doyan menyambangi Pertamina. Dari sisi teknis, mengapa sering terjadi dari peristiwa tersebut. Bagaimana evaluasi perbaikan sistem agar tidak terjadi lagi? Termasuk bagaimana standar keselamatan terhadap lingkungan sekitar kawasan di mana terdapat fasilitas Pertamina.

Bagaimana pula teknologi ESD (emergency shut down) yang seharusnya sudah berjalan di fasilitas Pertamina? Dengan teknologi ini ketika terjadi kebocoran pipa, seperti yang disinyalir pada kebakaran Depo Plumpang kemarin, valve (keran) bisa secara otomatis akan menutupnya. Apakah teknologi ini sudah bekerja normal?

Sementara dari sisi nonteknis apakah mungkin terjadi sabotase atau terkait pengamanan kawasan Pertamina yang termasuk dalam objek vital nasional. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini terus mengemuka ketika terjadi musibah kebakaran yang menimpa fasilitas Pertamina.

Kalau memang akibat faktor keamanan pada fasilitas Depo Plumpang ini tentu saja ini ironis. Mengingat sehari sebelum peristiwa kebakaran ini, Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman datang berkunjung ke Depo Plumpang ini. Kunjungan Jenderal Dudung dalam rangka memastikan keamanan pasokan energi bagi masyarakat dan memperkuat pengamanan fasilitas Terminal BBM.

“Dinamika perkembangan lingkungan mewajibkan pemerintah menjaga ketersediaan BBM sesuai UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan negara. Seperti yang telah disampaikan bahwa Terminal BBM merupakan objek vital, sehingga diperlukan sistem pertahanan yang sangat baik,” ungkap Jenderal Dudung, saat itu.

Yang juga perlu mendapat perhatian adalah Pemerintah dan Pertamina harus serius memperhatikan keberadaan masyarakat yang tinggal di sekitar fasilitas energi di semua daerah. Peristiwa kebakaran Plumpang yang menimbulkan banyak korban warga di sekitar bisa menjadi momentum untuk melakukan pembenahan di sekitar fasilitas Pertamina.

Dulu ketika baru dibangun, Depo Plumpang berada jauh dari pemukiman. Namun warga yang tinggal di sekitarnya kini sudah sangat padat dan hanya dibatasi oleh tembok. Parahnya lagi, banyak bangunan di sekitarnya hanya terbuat dari kayu, triplek, seng yang mudah terbakar. Selain membahayakan keselamatan warga sekitar, kondisi ini juga berisiko bagi keamanan fasilitas penting ini.

Pada kebakaran depo ini di 2009, Wakil Presiden Jusuf Kalla sempat mengingatkan lokasi instalasi minyak harus kosong dari penduduk. “Yang paling penting meningkatkan safety instalasi strategis, apalagi minyak, bisa untuk kita bisa bahaya juga untuk kita, bahwa instalasi minyak harus kosong dari penduduk. Kebakaran ini peringatan bagi kita, bahwa seluruh daerah harus aman. Masyarakat harus paham itu.” pesan JK ketika itu.

Yang jelas peristiwa kebakaran di fasilitas milik pertamina ini kembali menjadi tamparan untuk lebih keras lagi berupaya menjaga fasilitas energi yang memang rentan risiko kebakaran. Tak hanya mengandalkan penerapan standar yang ketat hingga ke fasilitas SPBU tetapi juga melibatkan peran masyarakat dan pemerintahan sekitarnya agar api tak lagi doyan lagi melumat fasilitas BUMN beraset Rp1.156,35 triliun di 2022 itu.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button