Market

Menko Luhut Gerak Cepat Perbanyak Mobil Listrik, Persulit Penjualan Mobil BBM

Bagi yang berencana membeli mobil dengan Bahan Bakar Minyak (BBM) sebaiknya ditangguhkan dahulu. Sebab pemerintah akan melarang pembelian mobil menggunakan BBM untuk menggalakkan penggunaan kendaraan berbasis listrik.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan secara bertahap pemerintah akan membatasi jumlah mobil bertenaga Bahan Bakar Minyak (BBM). Hal ini dilakukan agar penggunaan mobil listrik (Electric Vehicle) ke depan bisa meningkat.

Bagi Luhut, pembatasan pembelian juga direncanakan bakal dilakukan dengan alasan kesehatan. Yakni, agar kualitas udara di Jakarta nantinya bisa semakin baik.

“Kita juga secara bertahap akan mulai mempersulit ya, (dalam) tanda kutip mobil-mobil combusition sehingga dengan demikian, air quality Jakarta bisa lebih baik,” kata Luhut yang dikutip saat Peluncuran Battery Assets Management Services Indonesia Battery Corporation (IBC), di Kemenko Marves, Jakarta.

“Sehingga keluarga kita akan mendapat air quality seperti mungkin di negara tetangga kita,” imbuhnya.

Lebih jauh, Luhut juga berharap bahwa 10 persen populasi mobil di Indonesia pada tahun 2023 merupakan mobil listrik. Namun, ia tidak menampik bahwa saat ini penggunaan mobil listrik sedang tersendat, utamanya dari sisi ketersediaan dari produsen.

Menurut data yang diperoleh dari Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, Menko Luhut bilang produksi mobil listrik tak begitu cepat. Bahkan harus menunggu selama 1 tahun dari pembelian hingga pegang kunci mobil.

“Tapi pak Darmo Darmawan Prasodjo) bilang sama saya, ‘sekarang kita masih kewalahan’. Karena seperti (Hyundai) Ioniq5 ya, itu masih antrenya setahun. Jadi itu waktu ke Tiongkok sudah kita dorong, saya (minta) supaya produksinya lebih banyak lagi,” tegasnya.

Saat ini Jakarta sedang mengalami kecemasan dengan kualitas udara. Bila mengacu data dari situs IQAir, kota “Bang Pitung” ini menduduki peringkat keempat sebagai kota terburuk kualitas udaranya di dunia.

Adapun tingkat baik atau buruknya suatu kualitas udara adalah dinilai berdasarkan tingkat PM 2,5-nya. Semakin tinggi angka PM 2,5, maka semakin buruk juga kualitas udara di suatu daerah.

Di Jakarta sendiri, per pukul 12.30 WIB, PM 2,5 yang dimiliki kota ini mencapai 152. Hal ini mengindikasikan udara yang tak sehat, tidak hanya untuk kelompok yang sensitif, tetapi juga untuk orang secara umum.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button