News

Nama Ketut Hadapi Ancaman Kepunahan

Nama Ketut semakin menurun dan terancam punah. Penyebabnya adalah program keluarga berencana (KB) yang menganjurkan dua anak cukup. Bali meminta keistimewaan untuk tidak menjalankan program KB dan membiarkan warganya memiliki anak lebih dari dua.

Gubernur Bali Wayan Koster mengemukakan pada 2023, data jumlah siswa SD, SMP, dan SMA/SMK/SLB mencapai 758.174 orang. Jumlah siswa yang memakai nama Bali sebanyak 595.931 orang (79 persen) dan siswa yang memakai bukan nama Bali sebanyak 162.243 orang (21 persen).

Mungkin anda suka

Dari jumlah siswa yang memakai nama Bali itu tercatat nama anak pertama (Putu, Wayan, Gede) sebanyak 233.013 orang (39 persen) dan nama anak kedua (Made, Kadek, Nengah) sebanyak 215.731 orang (36 persen). Selanjutnya nama anak ketiga (Komang, Nyoman) sebanyak 109.198 orang (18 persen), dan nama anak keempat (Ketut) sebanyak 37.389 orang (6 persen).

“Ini sudah merupakan peringatan yang harus menjadi perhatian sangat serius, bahwa kalau tidak dilakukan upaya nyata, nama Ketut terancam punah,” kata Koster saat memberikan jawaban pandangan umum terhadap fraksi pada raperda tentang haluan pembangunan Bali masa depan, 100 tahun Bali Era Baru 2025-2125, di sidang Paripurna ke-23, di Kantor DPRD, Provinsi Bali, Rabu (28/6).

Nama berdasarkan urutan kelahiran

Nama anak yang lahir di Bali masih mengacu pada urutan kelahiran. Nama ini pula yang menjadi alasan mengapa nama orang Bali memiliki banyak kemiripan satu dengan yang lain. Masyarakat Bali memiliki empat nama dengan berbagai versi yang menjadi penanda urutan kelahiran.

Anak pertama dalam keluarga diberi nama Wayan, yang berasal dari kata ‘Wayahan’, yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai tertua atau lebih tua. Versi lainnya yang bisa digunakan selain Wayan adalah Gede atau Gde yang memiliki arti ‘besar atau lebih besar’.

Meski lebih merujuk pada laki-laki, nama Gede juga bisa diberikan pada anak perempuan. Biasanya orang Bali menyematkan Luh sebelum nama Gede, sehingga menjadi Luh Gede yang berarti anak perempuan paling besar, biasanya digunakan untuk anak pertama. ada pula yang menggunakan nama Putu yang artinya cucu untuk anak pertama.

Untuk anak kedua, orang-orang Bali biasanya akan memberikan nama Made. Kata Made berasal dari kata ‘Madya’ yang berarti tengah. Di beberapa daerah di Bali, ada yang menggunakan nama lain seperti Kade, Kadek, atau Nengah sebagai pengganti kata Made.

Sedangkan untuk anak ketiga diberi nama Nyoman atau Komang. Kedua nama ini berasal dari kata ‘Anom’ yang berarti muda atau kecil. Namun ada pula dugaan bahwa secara etimologis, kata Nyoman dan Komang berasal dari kata ‘Uman’ yang berarti sisa atau akhir.

Anak keempat kemudian akan diberi nama Ketut, yang berasal dari kata ‘Ke’ dan ‘Tuwut’, yang memiliki makna mengikuti atau mengekor. Jika sebuah keluarga memiliki anak lebih dari empat, maka anak kelima hingga seterusnya akan mengulang siklus nama yang sama dimulai dari Wayan hingga Ketut sesuai jumlah anaknya.

Koster memaparkan, nama-nama Bali ini merupakan warisan leluhur yang sangat baik sehingga harus dijaga. Karena itu Koster tak mengizinkan warganya memberlakukan KB untuk dua anak. Menurutnya KB yang baik adalah merencanakan keluarga yang berkualitas dengan jumlah anak lebih dari dua, bahkan sampai enam.

“Maka sekarang di Bali tidak saya izinkan memberlakukan KB dua anak. KB keluarga berencana hidup yang berkualitas rencanakan mau dua anak, empat anak, lima anak, enam anak, silahkan,” jelasnya.

Koster juga mengaku sudah bicara dengan dengan Kepala Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) agar memberi kelonggaran pada warga untuk tidak mengikuti program KB.

Penduduk Bali tumbuh 1 persen per tahun

Koster menambahkan pada 2022, jumlah penduduk Bali sebanyak 4,3 juta jiwa, dengan rerata laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,01 persen per tahun. Dengan demikian pada 2025 jumlah penduduk Bali diperkirakan mencapai 4,5 juta orang. Ke depan, laju pertumbuhan penduduk Bali diperkirakan akan meningkat menjadi pada kisaran 1,2 persen-1,5 persen per tahun.

“Dengan perkiraan jumlah penduduk pada tahun 2025 mencapai 4,5 juta orang, dan pertumbuhan pada kisaran 1,2 persen-1,5 persen per tahun, maka jumlah penduduk Bali pada kurun waktu 100 tahun ke depan, dari 2025-2125, diperkirakan mencapai pada kisaran 9,9 – 11,3 juta orang,” ucapnya.

Gubernur Bali berharap pertumbuhan penduduk di provinsi itu dalam kurun waktu 100 tahun ke depan bersumber dari peningkatan kelahiran krama (warga) Bali, dengan mengendalikan pertumbuhan penduduk yang bersumber dari migrasi luar Bali.

“Tingginya jumlah penduduk Bali, terutama yang berasal dari kelahiran krama Bali, memberi manfaat positif bagi kehidupan krama Bali, secara individu dan kolektif, memperkokoh eksistensi dan keberlanjutan kebudayaan Bali,” kata Koster.

Koster mengatakan di sisi lain tingginya jumlah penduduk berpotensi menimbulkan permasalahan dan tantangan baru terhadap alam, manusia, dan kebudayaan Bali. “Terlebih lagi, bilamana tingginya jumlah penduduk Bali bersumber dari migrasi luar Bali, sedangkan angka kelahiran penduduk lokal Bali menurun,” ucapnya.

Peningkatan jumlah penduduk berdampak langsung terhadap peningkatan kebutuhan hidup berupa udara, air, pangan, energi, sandang, lahan permukiman, perumahan, papan, pendidikan, kesehatan, jaminan sosial, lapangan pekerjaan, transportasi, infrastruktur, komunikasi, dan informasi.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button