News

Ngeri! Beberapa Racun Berbahaya pada Makanan Jadi ‘Sahabat’ Kita Sehari-hari

Sepertinya penggunaan zat kimia berbahaya dalam makanan menjadi persoalan yang tak pernah hilang. Kali ini kembali mencuat gara-gara temuan kandungan zat karsinogenik di paket bumbu ayam Indomie Rasa Ayam Spesial. Masih banyak zat-zat berbahaya yang hadir dalam produk-produk makanan sehari-hari.

Kasus penggunaan bahan makanan berbahaya pada produk Indonesia kembali mencuat bukan akibat keluhan atau temuan dari lembaga pemerhati atau pengawas makanan di Tanah Air tapi dari luar negeri. Departemen Kesehatan Pemerintah Kota Taipei mengumumkan telah mendeteksi zat karsinogenik atau pemicu kanker pada dua merek mi instan, satu dari Malaysia, satu lagi dari Indonesia yakni Indomie.

Pada kemasan bumbu bubuk Indomie Rasa Ayam Spesial produk Indonesia ditemukan mengandung 0,187mg/kg etilen oksida. Sedangkan 0,065mg/kg etilen oksida ditemukan pada mi produk Malaysia dan 0,084mg/kg etilen oksida terdeteksi pada kemasan sausnya.

Temuan ini sebenarnya tidak terlalu mengejutkan mengingat kejadian serupa sudah terjadi beberapa waktu lalu. Tahun lalu, badan pengawas makanan di Singapura dan Hong Kong pun juga menarik beberapa varian Mie Sedaap setelah ditemukan kontaminasi etilen oksida.

Isu-isu seperti ini biasanya tidak bertahan lama di Indonesia, hilang menguap setelah muncul bantahan dari lembaga atau badan di Indonesia bahwa kandungannya masih aman menurut aturan standar ukuran di dalam negeri. Padahal senyawa tersebut dikenal sebagai karsinogen yang bisa membahayakan kesehatan jika terakumulasi di dalam tubuh manusia dalam jangka panjang seperti penyakit kanker.

Ini baru kasus mi instan. Kandungan bahan kimia berbahaya banyak ditemui pada banyak produk makanan di Tanah Air. Kadang beberapa produsen menyalahgunakan bahan kimia tertentu sebagai bahan pengawet atau pemanis dalam produk mereka untuk mendapatkan keuntungan tapi membahayakan konsumennya. Padahal, zat kimia ini sangatlah berbahaya bagi kesehatan manusia.

Boro-boro dalam bahan makanan, di dalam obat yang memang diperuntukkan untuk menyembuhkan penyakit saja, di Indonesia masih terdapat bahan berbahaya yang malah membuat tubuh lebih sakit.

Ada beberapa zat kimia berbahaya yang kerap hadir dalam sebagian besar makanan kita sehari-hari. Dari mulai beberapa jajanan di pinggir jalan hingga produk-produk bermerek terkenal yang dijual di toko-toko supermarket atau minimarket.

Boraks

Kandungan zat berbahaya itu di antaranya boraks. Boraks merupakan bahan kimia yang sering disalahgunakan untuk menjadi pengawet makanan. Padahal, boraks adalah zat kimia yang terdapat dalam produk-produk rumah tangga, seperti detergen, plastik, perabot kayu, dan kosmetik.

Kandungan boraks banyak ditemukan pada tahu, mi, bakso, lontong, ketupat sebagai pengawet dan pengeras. Perlu diingat bahwa boraks sangat berbahaya bagi kesehatan manusia apabila terhirup, terminum, termakan lalu masuk ke dalam tubuh manusia dalam jumlah banyak. Makanan mengandung boraks yang dikonsumsi sedikit demi sedikit akan mengakibatkan terjadinya akumulasi bahan kimia boraks yang bersifat karsinogen dalam organ tubuh manusia seperti hati, otak, ginjal dan testis.

Boraks yang dikonsumsi cukup tinggi dapat menyebabkan gejala pusing, muntah, mencret, kejang perut, kerusakan ginjal, hilang nafsu makan. Bahkan hingga meninggal dunia dapat terjadi pada bayi dan anak kecil hanya dengan dosis toksin boraks lebih dari 5 gram. Sementara kematian pada orang dewasa dapat terjadi jika dosis toksin boraks sudah mencapai 10-20 gram. Batas aman penggunaan boraks pada makanan secara legal adalah 1 gram per 1 kilogram pangan (1/1000).

Formalin

Formalin atau larutan formaldehida, meski penggunaannya untuk bahan makanan telah dilarang, ternyata masih digunakan pedagang nakal sebagai bahan pengawet dan mengelabui konsumen agar produk yang mereka jajakan tampak segar dan menarik. Presiden Joko Widodo kabarnya nyaris mengonsumsi buah yang mengandung formalin saat berlibur Lebaran bersama keluarganya di Labuan Bajo.

Formaldehida digunakan dalam pembuatan plastik; insulasi busa urea-formaldehida; dan resin yang digunakan untuk membuat bahan konstruksi (misalnya kayu lapis), kertas, karpet, tekstil, cat, dan furnitur. Formalin biasa juga digunakan sebagai desinfektan serta pengawet mayat di rumah duka dan laboratorium medis.Namun zat berbahaya ini bisa ditemukan pada ikan, daging, tahu, hingga buah-buahan dengan maksud untuk mengawetkan.

Minum sedikitnya 30 mL (sekitar 2 sendok makan) formalin dapat menyebabkan kematian. Umumnya, semakin serius paparan formaldehida, semakin parah gejalanya. Paparan formaldehid melalui saluran pencernaan dapat mengakibatkan luka korosif terhadap selaput lendir saluran pencernaan disertai mual, muntah, rasa perih yang hebat dan perforasi lambung. Formaldehida dapat mematikan sisi aktif dari protein-protein vital dalam tubuh, maka molekul-molekul itu akan kehilangan fungsi dalam metabolisme. Akibatnya fungsi sel akan terhenti.

Rhodamin B

Rhodamin B merupakan bahan kimia yang banyak digunakan sebagai bahan pewarna dasar dalam tekstil dan kertas. Pada awalnya zat ini digunakan untuk kegiatan histologi dan sekarang berkembang untuk berbagai keperluan yang berhubungan dengan sifatnya dapat berfluorensi dalam sinar matahari.

Bahan pangan yang biasa diberi Rhodamin B di antaranya sambal botol, cabe merah giling, kerupuk, manisan, sosis, agar-agar, kembang gula atau arum manis, sirup, terasi dan lain-lain. Ciri-ciri makanan mengandung Rhodamin B, yaitu warna kelihatan cerah (berwarna-warni), sehingga tampak menarik; ada sedikit rasa pahit (terutama pada sirop atau limun); muncul rasa gatal di tenggorokan setelah mengonsumsinya; baunya tidak alami sesuai makanannya.

Beberapa sifat berbahaya dari Rhodamin B dapat menyebabkan iritasi bila terkena mata, kulit iritasi dan kemerahan bila terkena kulit. Penyebab lain senyawa ini begitu berbahaya jika dikonsumsi adalah karena termasuk senyawa radikal yang tidak stabil. Karena itu apabila seseorang terpapar rhodamin B dalam waktu yang lama, dapat menyebabkan gangguan fungsi hati dan kanker hati.

Kuning Metanil

Melansir dari laman BPOM, bahan pewarna Methanil Yellow atau Kuning Metanil sering digunakan sebagai pewarna tekstil dan cat. Jika digunakan pada makanan, maka seseorang yang terpapar dapat menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, panas, rasa tidak enak dan tekanan darah rendah. Pada jangka panjang dapat menyebabkan kanker kandung kemih.

Methanil yellow merupakan zat warna berbentuk serbuk, berwarna kuning kecoklatan, larut dalam air, agak larut dalam aseton. Zat pewarna ini banyak digunakan untuk industri tekstil, penyamakan kulit, kertas, sabun, kosmetik, dan lilin terutama untuk tujuan memberikan warna kuning cerah pada produknya.

Bahan pangan yang biasa diberi Metanil Yellow antara lain tahu, kerupuk, sirup, manisan mangga, atau agar-agar yang sering dijual untuk jajanan anak sekolah. Ciri-cirinya, warnanya kuning mencolok dan kecenderungan warnanya berpendar.; banyak memberikan titik-titik warna yang tidak merata dan terkadang warna terlihat tidak homogen (rata) seperti pada kerupuk; bila dikonsumsi rasanya sedikit lebih pahit.

Pada penelitian mengenai paparan kronik metanil yellow terhadap tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberikan melalui pakannya selama 30 hari, diperoleh hasil bahwa terdapat perubahan hispatologi dan ultrastruktural pada lambung, usus, hati, dan ginjal. Hal tersebut menunjukkan efek toksik metanil yellow terhadap tikus.

Etilen Oksida

Etilen oksida adalah zat berbahaya yang biasa digunakan dalam produksi etilen glikol dalam berbagai produk. Mulai dari perekat, busa poliuretan, pelarut, hingga obat-obatan. Dalam industri medis, etilena glikol (turunan etilen oksida) umumnya digunakan untuk mensterilkan peralatan medis, peralatan bedah, dan produk medis lainnya. Dalam proses sterlilisasi, penyimpanan, dan pemindahan, dapat menyebabkan tempat kerja menjadi beracun.

Etilen Oksida merupakan zat dalam golongan Bahan Bahaya Beracun (B3) ditemukan pada produk makanan dan minuman yang dapat menimbulkan beberapa penyakit berbahaya. Sejumlah produk pangan ditemukan mengandung etilen oksida seperti pada mie instant, sebagai pengawet rempah-rempah dan kosmetik. Ada juga yang digunakan untuk memerangi jamur dan bakteri serta menggunakannya untuk mengawetkan buah kering.

Melansir dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC), senyawa Etilen Oksida ini jika dikonsumsi dapat membahayakan kesehatan tubuh manusia yang dapat menimbulkan beberapa penyakit yaitu, iritasi mata, hidung dan tenggorokan, limfoma, leukemia, kejang, keracunan hingga kanker.

Sulfur Dioksida

Sulfur dioksida sering digunakan pada berbagai makanan dan minuman. Dengan sifat antimikroba yang dimilikinya, sulfur dioksida bisa mencegah makanan mengalami pembusukan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Selain itu, sifat antioksidan zat aditif tersebut juga mampu menghambat oksidasi kimia dan enzimatik, sehingga mencegah makanan menjadi gelap.

Sulfur dioksida sering digunakan pada berbagai makanan dan minuman, seperti biskuit, jus buah, sirup, anggur, cider, bir, serta sayuran dan buah-buahan segar atau kering, selai jeruk, kacang-kacangan, makanan laut, dan daging. Meski bermanfaat, namun sulfur dioksida bisa menimbulkan risiko kesehatan mulai dari dermatitis, urtikaria, hipotensi, dan diare pada orang yang sensitif.

Zat ini juga bisa menyebabkan gangguan pernapasan, terutama pada orang dengan penyakit asma dan anak-anak. Sulfur dioksida juga bisa menimbulkan reaksi alergi, seperti serangan asma, sakit kepala dan mual pada orang yang rentan.

Singapura sempat menarik sejumlah produk makanan Indonesia karena kandungan alergen ini tahun lalu. Ada tiga produk yang ditarik, dua produk di antaranya berasal dari Indonesia, yakni ABC Kecap Manis dan Saus Sambal Ayam Goreng ABC. Menurut Singapore Food Agency (SFA), kedua produk itu mengandung sulfur dioksida.

Asam Benzoat

Asam Benzoat juga merupakan zat aditif yang sering digunakan sebagai pengawet dalam makanan. Karena memiliki sifat antibakteri yang kuat, zat aditif ini bisa menghambat pertumbuhan bakteri, jamur dan ragi yang menjadi penyebab utama pembusukan makanan. Asam benzoat biasanya digunakan dalam minuman berkarbonasi dengan tingkat penggunaan berkisar dari 0,05 hingga 0,1 persen.

Asam benzoat biasanya digunakan dalam minuman berkarbonasi, sirup, salad buah, icings, selai, jeli, margarin asin, daging cincang, acar, pie, isian kue, salad kemasan, koktail buah, kecap, dan kaviar. Tingkat penggunaan berkisar dari 0,05 hingga 0,1 persen. Sebagai zat aditif makanan, asam benzoat efektif dalam memperpanjang umur simpan makanan dan minuman, serta mencegahnya kehilangan nutrisi.

Meski begitu, mengonsumsi asam benzoat secara berlebihan bisa menyebabkan diare, sakit perut, dan gejala lainnya, bahkan mengganggu proses metabolisme dalam tubuh. Selain itu, zat aditif tersebut juga bisa menyebabkan efek samping pada beberapa orang. Misalnya, iritasi dan peradangan. Beberapa orang juga mungkin bisa mengalami reaksi alergi, seperti gatal-gatal dan bengkak setelah mengonsumsi makanan yang mengandung asam benzoat.

Zat-zat kimia berbahaya ini tampaknya masih akan tetap ada pada produk-produk makanan atau minuman sehari-hari di Indonesia. Hal ini mengingat pengawasan yang masih longgar maupun uji kimia sangat jarang dilakukan terhadap produk makanan di Indonesia yang beredar di pasaran. Apalagi produk-produk tak bermerek yang diduga mengandung zat kimia berbahaya ini dijual bebas di kaki-kaki lima hingga di depan sekolah.

Ada baiknya kita lebih peduli dan berhati-hati terhadap makanan yang akan dikonsumsi dengan memilih bahan-bahan alami yang lebih segar. Juga berusaha memproses sendiri makanan di rumah bukan produk hasil olahan pabrik atau produsen.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button