News

Hadirkan 9 Saksi, Firli Siap Lawan Polda Metro Jaya di Sidang Praperadilan


Tim kuasa hukum Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Firli Bahuri menyiapkan sembilan saksi dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (14/12/2023).

“Ada enam ahli dan tiga saksi fakta,” kata salah satu kuasa hukum, Ian Iskandar,  saat jeda sidang praperadilan di Pengadilan Jakarta Selatan, Rabu (13/12/2023).

Ian berharap, apapun yang disampaikan dalam sidang praperadilan termasuk keterangan dari para saksi dapat menjadi pertimbangan bagi hakim untuk mengabulkan permohonan kliennya.

Menanggapi pembacaan duplik oleh Tim Bidang Hukum (Bidkum) Polda Metro Jaya, Ian menilai institusi tersebut secara tidak langsung sependapat dengan replik yang diajukan oleh pihaknya dalam sidang pada Selasa (12/12/2023).

Ia memberikan contoh, dari 91 saksi yang diperiksa, tidak ada satupun saksi yang memenuhi kualifikasi sebagaimana Pasal 1 angka 26 KUHAP yang menyatakan bahwa saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia lihat, dengar dan alami sendiri.

Kemudian, terkait terbitnya dua surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) yakni pada 9 Oktober dan 23 November 2023, dengan tuduhan perbuatan yang sama.

“Jadi, semakin jelas dan terang benderang bahwa dari sisi prosedural, Polda banyak kecerobohan dan pelanggaran,” ujar Ian.

Saat membacakan duplik dalam sidang praperadilan pada Rabu, Tim Bidang Hukum (Bidkum) Polda Metro Jaya menolak replik yang diajukan oleh pihak Firli Bahuri.

Mengenai saksi yang disebut oleh pihak Firli Bahuri tak ada yang memenuhi kualifikasi, Kepala Bidkum Polda Metro Jaya Kombes Pol Putu Putera Sadana mengatakan bahwa berdasar Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65 PUU-VIII/2010 dinyatakan bahwa pengertian saksi telah diperluas.

Oleh karena itu, lanjutnya, saksi tidak harus selalu memberikan keterangan berdasarkan apa yang dilihat, didengar, dan dialami sendiri, selama keterangannya relevan dengan perkara.

“Sah-sah saja pemohon menyatakan dalil tersebut, namun tidak dapat dipungkiri pada perkara a quo berdasarkan fakta hukum yang terungkap, baik dalam proses penyelidikan maupun penyidikan, termohon selaku penyidik telah memperoleh bukti yang cukup tentang perjanjian dugaan tindak pidana korupsi,” kata Putu.

Sementara mengenai SPDP yang diterbitkan dua kali, tidak ada ketentuan hukum yang mengatur bahwa surat tersebut hanya dapat diterbitkan satu kali.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button