News

Partai Buruh Kecam Perpanjangan Kontrak Pekerja Perempuan Bersyarat Asusila

Jagad media sosial (medsos) dibikin heboh adanya oknum perusahaan di Cikarang, Jawa Barat (Jabar) yang mensyaratkan ‘tidur’ dengan atasan untuk karyawati (buruh perempuan) yang ingin kontrak kerjanya diperpanjang.

“Banyak yang up soal perpanjangan kontrak di perusahaan area Cik*rang. Ada oknum atasan perusahaan yang mensyaratkan harus STAYCATION bersama karyawati agar mendapatkan perpanjangan kontrak. Yang mengerikan, ini ternyata sudah RAHASIA UMUM perusahaan dan hampir semua karyawan tahu,” cuit akun twitter @Miduk17, Jakarta, dikutip Rabu (3/5/2023).

Menanggapi informasi ini, Deputi bidang Pemberdayaan Perempuan, Exco Pusat Partai Buruh, Jumisih mengecam keras. “Kita pasti prihatin dan mengecam atas situasi tersebut. Dan sangat disayangkan dalam situasi hubungan kerja terdapat hal-hal yang sangat merugikan perempuan,” ujar Jumisih.

Kejadian tersebut, lanjut Jumisih, tak lepas akibat adanya relasi kekuasaan. Di mana, pemilik kuasa yakni atasan perusahaan, bertindak sewenang-wenang, dengan menindas yang lemah. Demi mendapatkan apa yang diinginkannya. “Hal ini juga terjadi akibat adanya relasi kuasa. Relasi kuasa antara mereka yang punya kuasa, dalam hal ini adalah atasan, dan buruh perempuan yang memang butuh pekerjaan,” kata Jumisih.

“Relasi kuasa ini umum terjadi memang di tempat kerja. Dan ini dimanfaatkan oleh yang punya kuasa untuk menindas yang lemah, dalam hal ini adalah buruh perempuan,” imbuh Jumisih.

Jumisih menegaskan, Partai Buruh yang salah satu konstituennya adalah pekerja, sangat terbuka untuk mengurai persoalan tersebut. Tentunya dengan memberikan bantuan perlindungan dan pendampingan hukum, bagi para korban untuk mendapatkan keadilan.

“Kami dari Partai Buruh tentu saja mendukung korban untuk mendapatkan keadilan. Dan apabila korban ingin mendapatkan perlindungan atau pendampingan hukum, Partai Buruh sangat bersedia,” tutup Jumisih.

Masalah ini, menurut Jumisih, tak lepas dari masih buruknya regulasi. Sehingga, kaum buruh khususnya perempuan selalu menjadi korban. “Situasi buruh kontrak seperti itu juga ada kaitannya dengan Undang-undang (UU) yang berlaku saat ini. Misalnya, sekarang ada UU Cipta Kerja, di mana sistem kerja kontrak itu dilegitimasi oleh hukum,” ujar Jumisih.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button