Market

Gagal Turunkan Harga Beras Hingga Cabai, Bos Bapanas Layak Dicopot


Harga mayoritas bahan pangan terus naik tanpa bisa dikendalikan Badan Pangan Nasional (Bapanas). Lalu apa gunanya badan ini?

Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih menyebut Bapanas perlu direvisi dan reposisi. Karena terbukti gagal menjalankan tugasnya, menjaga stabilitas harga pangan.

“Sekarang ini, harga pembelian pemerintah (HPP) jauh dengan HET, sehingga memicu harga beras bakal naik terus. Saya kira, Bapanas perlu dievaluasi karena sudah melenceng. Pemerintah jelas tidak pro kesejahteraan petani,” kata Henry, Jakarta, Kamis (22/2/2024).

Henry benar. Pemerintah terkesan ‘pelit’ kepada petani. Karena, pemerintah melalui Perum Bulog hanya mau membeli harga gabah dari petani senilai Rp5.000/kg. Padahal, harga beras untuk kelas medium, misalnya, sudah tiga kali lipat HPP.

Ya, harga beras saat ini, semakin tak terkendali. Dikutip dari panel harga pangan Bapanas, Kamis (22/2/2024), untuk kualitas premium mengalami kenaikan 0,74 persen menjadi Rp16.330 per kilogram (kg). Sedangkan beras medium dibanderol Rp14.270/kg. Atau naik tipis 0,92 persen ketimbang Rabu (21/2/2024).

Perkembangan harga beras ini, semakin menjauhi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan Bapanas berdasarkan Perbapanas No 7/2023. Di mana, HET beras medium ditetapkan di kisaran Rp10.900-Rp11.800/kg. Sedangkan HET beras premium dipatok Rp13.900-Rp14.800/kg. 

Bukan hanya beras yang harganya ‘berpindah’, bahan pangan lainnya, sami mawon. Misalnya, bawang merah naik Rp100 menjadi Rp34.100/kg, bawang putih bonggol naik 0,54 persen menjadi Rp38.880/kg.

Paling parah, harga cabai rawit merah naik Rp380 menjadi Rp64.410/kg, dan cabai merah keriting naik Rp1.090 menjadi Rp65.440/kg. Dan bahan pangan lainnya ikut naik sebagai dampaknya.

Intinya, hidup rakyat semakin berat. Apalagi menjelang bulan Ramadan, harga bahan pangan diprediksikan naik lagi. Jelas ini kegagalan Bapanas yang dipimpin Arief Prasetyo Adi dalam menjaga stabilisasi harga bahan pangan.

Terkait membubungnya harga beras, anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika menyebut Bapanas salah strategi. Cadangan beras pemerintah atau CDP, seharusnya diguyur untuk operasi pasar. Bukan malah diserahkan ke mekanisme pasar.

Beras yang dimaksud adalah yang disalurkan lewat program stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP), metode operasi pasar terbaru dari Perum Bulog.

Lewat SPHP ini, Bulog menyalurkan beras cadangan pemerintah (CBP) lewat berbagai rantai pasok, seperti pedagang di PIBC, ritel modern, pasar, dan mitra Bulog. 

“Seharusnya beras SPHP jangan diberikan kepada pedagang. Tapi, lakukan langsung operasi pasar beras ke konsumen. Langsung ke masyarakat, supaya manfaatnya bisa langsung diterima. Datangi perumahan-perumahan, kantor-kantor kelurahan-kecamatan-desa, gelar operasi pasar di situ,” kata Yeka.

Dia pun mengingatkan, pemerintah harus adil. Beberapa waktu lalu, pemerintah gencar membagikan bantuan sosial (bansos) beras 10 kg untuk masyarakat miskin. Saat ini, masyarakat kelompok menengah yang ytertimpa apes karena mahalnya harga beras.

“Pemerintah jangan hanya sibuk mengurusi bantuan pangan yang menyasar masyarakat miskin. Kan masyarakat kita ada juga kelompok menengah yang kini menghadapi persoalan harga beras mahal,” tukasnya. 

Meski melelahkan, kata Yeka, sistem operasi pasar yang merupakan metode lama, cukup efektif untuk menekan tingginya harga beras. “Memang capek, tapi kan dulu Bulog sudah pernah melakukan itu,” ujarnya.
 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button