Market

Penerimaan Royalti Batubara Hilang Setara 15 Ribu Sekolah dan 201 Rumah Sakit

Hilangnya penerimaan negara akibat royalti batubara nol persen dampak Perppu No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) sebesar Rp33,8 triliun/tahun, sangat disayangkan. Dana sebesar itu bisa digunakan untuk membangun puluhan ribu sekolah dan rumah sakit (RS).

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira menerangkan, hilangnya penerimaan negara sebesar Rp33,8 triliun dari zero royalti batubara, dampak Perppu Cipta Kerja, seharusnya bisa digunakan untuk membangun gedung sekolah dan rumah sakit.

“Dana Rp33,8 triliun dapat digunakan untuk membangun 15.281 sekolah dan 201 rumah sakit. Itu kalau hanya setahun. Tapi, jika kehilangan royalti batubara diakumulasi hingga 20 tahun, maka bisa dimanfaatkan untuk membangun 305.632 sekolah dan 4.039 rumah sakit,” papar Bhima dalam diskusi virtual bertajuk Perpu Cipta Kerja, Ganjalan Bagi Komitmen Transisi Energi, Jakarta, Rabu (1/2/2023).

Diskresi yang diteken Presiden Jokowi pada Jumat (30/12/2022) bernama Perppu Ciptaker itu, mengatur tentang royalti nol persen untuk hilirisasi batubara. Padahal, royalti batubara menjadi penyumbang tersebesar untuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor mineral dan batubara (Minerba). Porsinya mencapai 85 persen kepada PNBP Minerba.

Asal tahu saja, PNBP Minerba berada di kisaran Rp173, 5 triliun. Kalau 85 persen maka kontribusi dari royalti batubara setara dengan Rp147 triliun. “Kalau diasumsikan 23 persen dari total produksi batubara masuk ke gasifikasi, sehingga tidak perlu bayar royalti 23 persen. Berapa potensi hilanya penerimaan negara dari pemberlakuan Perppu Ciptaker? Angkanya ketemu Rp33,81 triliun,” terang Bhima dalam diskusi virtual bertajuk Perpu Cipta Kerja, Ganjalan Bagi Komitmen Transisi Energi, Jakarta, Rabu (1/2/2023).

Diterangkan Bhima, angka 23 persen berasal dari proyek Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Di proyek tersebut, sebanyak 23 persen dari total produksi batubara dijadikan dimethyl ether (DME), atau dilakukan proses gasifikasi batubara. Inilah produk yang sedang dikembangkan pemerintah untuk menjadi alternatif gas cair atau LPG.

Bhima menambahkan, potensi kehilangan penerimaan negara sebesar Rp33,8 triliun itu berlaku dalam setahun masa pemberlakuan. Bisa dibayangkan ketika konsesi tambang batubara diperpanjang menjadi 20 tahun, semakin besar pula potensi kehilangan pendapatan dari negara. Angkanya bengkak menjadi Rp676,4 triliun.

Di sisi lain, kehilangan pendapatan Rp 33,8 triliun setara dengan 5,7 persen defisit anggaran 2023. “Artinya, semakin besar insentif kepada perusahaan batubara, termasuk hilirisasi, maka akan menambah beban keuangan negara. Insentif tidak tepat sasaran dan negara akan menanggung beban utang ke depannya,” kata Bhima.

Selain itu, kata Bhima, Perppu Cipta Kerja memberikan efek negatif terhadap transfer dana bagi hasil (DBH) ke

daerah penghasil minerba. “Padahal, 80 persen dari PNBP royalti ditransfer ke daerah penghasil, baik level provinsi hingga kabupaten. Tercatat lebih dari 12 provinsi dan puluhan kabupaten masih menggantungkan pendapatan daerahnya dari DBH batubara,” tuturnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button