Market

Pengamat: Mafia Gas Oplos LPG Melon Bikin Kelangkaan di Daerah

Sejak awal, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman sudah mengingatkan soal maraknya praktik pengoplosan LPG yang memicu langkanya LPG subsidi alias LPG melon. Praktik ini melibatkan mafia gas yang dibekini oknum aparat.

“Saya sudah ingatkan pemerintah, termasuk Pak Dirjen Migas mengenai soal ini. Bahwa kelangkaan LPG juga dipicu praktip pengoplosan. Di mana, LPG bersubsidi dioplos ke LPG 12 kilogram (kg) yang harganya mahal. Sehingga untungnya besar sekali. Nah ini kerjaannya mafia LPG,” kata Yusri, Jakarta, Jumat (4/8/2023).

Dijelaskan Yusri, praktik pengoplosan ini terjadi lantaran adanya cuan yang menggiurkan. Dari adanya perbedaan atai disparitas harga LPG subsidi (LPG melon) dengan LPG 12 kg.

“Saya hitung disparitasnya Rp10 ribu per kg gas. Dikalikan 12 kg jadi Rp120 ribu per tabung. Gede kan. Ini yang memicu suburnya praktek oplosan dari mafia LPG yang terungkap di sejumlah daerah,” lanjut Yusri.

Sudah menjadi rahasia umum, kata Yusri, mafia LPG bisa leluasa melakukan praktek haram itu, karena adanya perlindungan atau dibekingi oknum penegak hukum.

“Jadi jika kita mau serius memberantas mafia LPG, sangat gampang, cukup Kapolri mau tegas dengan menginstruksikan seluruh Kapolda jika terdapat praktek oplosan LPG di suatu daerah, maka ancamannya Kapolres dicopot,” kata Yusri.

Menurut Yusri, jika Kapolri berani menerapkan kebijakan tersebut, ia memastikan tidak akan ada kelangkaan LPG subsidi di berbagai daerah lagi.

“Jadi kelangkaan itu bukan karena sistem alokasi penyaluran agen 20% dan pangkalan 80%, karena sependek pengetahuan kami, bahwa BPK secara rutin mengaudit penyaluran LPG subsidi dari pangkalan ke agen hingga SPPBE, subsidi LPG 3 kg di APBN 2023 sekitar Rp117, 5 triliun ” jelas Yusri.

Selain itu, sambung Yusri, Pertamina sudah sangat terencana dan terbiasa menyiapkan kebutuhan LPG subsidi setiap tahunnya sekitar 8 juta ton, termasuk mengantisipasi pertumbuhan kebutuhannya.

Lagipula, lanjut Yusri, Pertamina sudah sangat berpengalaman dalam mendistrubiskan BBM dan LPG di seluruh negeri, termasuk daerah 3 T (Tertinggal, Terdepan dan Terjauh) dengan harga yang sama.

“Karena kita adalah negara kepulauan dengan luas serta sebaran penduduk yang cukup besar, sehingga menjadikan pola distribusi LPG dan BBM Pertamina memang paling rumit di dunia,” ungkap Yusri.

Oleh sebab itu, lanjut Yusri, pernyataan Dirjen Migas soal penyebab kelangkaan itu sangat disesalkan, lantaran secara tidak langsung pernyataan itu sama saja dia lagi menunjuk dirinya sendiri tidak mampu membina Pertamina.

“Seharusnya Dirjen Migas berjuang untuk meningkatkan anggaran di APBN untuk membangun jarigan gas kota di seluruh Indonesia, agar bisa mengurangi impor LPG setiap tahun sebanyak 6,7 juta ton yang sudah membebani neraca keuangan negara,” pungkas Yusri.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button