News

Pengeboman Israel Hancurkan Kekayaan Arkeologi di Gaza

Serangan Israel ke Gaza Palestina tidak hanya menewaskan warga sipil tak berdosa tetapi juga merusak situs-situs sejarah kuno dan modern. Daerah kantong ini terletak dekat dengan tempat-tempat suci agama Kristen, Islam dan Yudaisme serta di jalur perdagangan kuno Mesir-Syam.

Dengan sejarah lebih dari 5.000 tahun, Gaza telah lama menjadi harta karun arkeologi. Para pekerja di lokasi konstruksi secara teratur menemukan permata kuno. Serangan Israel yang membabi buta terhadap kawasan Gaza telah mengancam kekayaan arkeologi di kawasan itu.

Penemuan seperti biara Saint Hilarion, dan Tel Umm el-Amr, yang bisa dibilang merupakan situs arkeologi terbesar di Gaza, mungkin tidak mengejutkan mengingat kedekatan Gaza dengan tempat-tempat suci Kristen, Islam dan Yudaisme, tiga agama terbesar di dunia.

Mengutip laporan Arab News, arti penting sejarah Gaza juga berasal dari lokasinya di jalur perdagangan kuno antara Mesir dan Levant. Namun dengan pemboman Israel selama tujuh minggu terakhir, terdapat kekhawatiran yang semakin besar mengenai masa depan situs-situs yang telah ditemukan maupun yang belum.

Menurut Kementerian Wakaf dan Agama yang berbasis di Gaza, lebih dari 31 masjid telah hancur dan lebih dari tiga gereja rusak parah sejak pertempuran dimulai pada 7 Oktober. “Kehidupan manusia lebih penting daripada artefak,” kata Jean-Michel de Tarragon, arsiparis The Ecole Biblique di Yerusalem, mantan profesor sejarah di Sorbonne dan arkeolog yang melakukan penggalian di Gaza dari tahun 1995-2005, mengatakan kepada Arab News.

Jeda sejak tahun 2005 bukanlah suatu kebetulan. Meskipun Perjanjian Damai Oslo tahun 1993 membuat pekerjaan para arkeolog lebih mudah, de Tarragon mengatakan keberhasilan Hamas dalam pemilihan legislatif Palestina tahun 2006 menyebabkan timnya keluar dari daerah kantong tersebut. Pejuang Hamas mengambil alih Jalur Gaza pada tahun 2007 dari pejabat Fatah di Otoritas Nasional Palestina, yang menyebabkan pembagian wilayah Pendudukan Palestina secara de-facto menjadi dua entitas.

post-cover
Arkeolog Perancis, Dominique M. Cabaret dan Jean-Baptiste Humbert di gudang arkeologi Palestina Perancis di Kota Gaza. (Foto: Fadel Al-Utol, 2021)

Kekayaan Arkeologi di Anthedon

De Tarragon mengatakan perang saat ini, yang menyebabkan pantai dibom secara besar-besaran, tampaknya telah menghancurkan Anthedon Yunani sepenuhnya. Terletak di pantai Mediterania di barat laut Gaza, Anthedon adalah pelabuhan laut pertama di wilayah tersebut dan telah dihuni dari tahun 800 SM hingga 1100 M, menampung berbagai budaya dari Babilonia hingga periode awal Islam.

“Dari sudut pandang sejarah, pada periode akhir jaman dahulu, Gaza merupakan pelabuhan laut jaringan perdagangan Nabataean. Dulunya pelabuhan Petra, sekarang Yordania, dan juga AlUla, di Arab Saudi, untuk kapal-kapal yang menuju ke arah Roma dan Kekaisaran Romawi,” ujarnya.

“Sebagai kota kedua di Gaza, Anthedon sangat penting. Pelabuhan lain, bernama Maioumas, ada di selatan. Tapi kami tidak menggali di sana. Kami menemukan Anthedon, yang saat itu merupakan perkemahan pantai, di tepi utara.”

Begitu kayanya sejarah Anthedon sehingga UNESCO menempatkannya pada daftar sementara lokasi yang memenuhi syarat sebagai situs Warisan Dunia. Namun, negara ini bukan satu-satunya negara yang menghadapi nasib yang tidak menentu pascaperang, de Tarragon menyebut gereja Bizantium abad kelima, Mkheitim, telah hancur dalam pertempuran tersebut meskipun ia mencatat bahwa lantai mosaiknya tampaknya masih bertahan. “Mulai sekarang, tidak ada pekerjaan arkeologi yang direncanakan di Gaza, hanya pekerjaan restorasi,” katanya.

Kerapuhan kehidupan di Gaza yang rawan perang dan intensitas konflik terbaru membuat mustahil untuk menentukan berapa banyak situs arkeologi yang telah hancur dan tingkat kerusakan yang dialami situs-situs yang masih berdiri. Mengenai apa yang diperlukan untuk menghidupkan kembali mereka masih menjadi pertanyaan di masa depan. Untuk saat ini, situs-situs tersebut memiliki tujuan yang sangat berbeda yakni sebagai tempat berlindung dari perang.

Di antaranya adalah salah satu gereja tertua yang masih berfungsi di daerah kantong Palestina yakni Gereja Saint Porphyrius. Serangan terjadi pada malam tanggal 20 Oktober, dan dilaporkan menampung sedikitnya 500 warga Kristen dan Muslim, dengan 16 orang tewas, menurut pejabat Palestina.

Dalam sebuah pernyataan, Patriarkat Ortodoks Yerusalem menyatakan “kecaman terkuatnya atas serangan udara Israel yang menghantam kompleks gerejanya di kota Gaza.” Saksi mata mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa serangan tersebut merusak bagian depan gereja dan menyebabkan bangunan di dekatnya runtuh.

“Menargetkan gereja-gereja dan lembaga-lembaganya, serta tempat perlindungan yang mereka sediakan untuk melindungi warga yang tidak bersalah, terutama anak-anak dan perempuan yang kehilangan rumah mereka akibat serangan udara Israel di wilayah pemukiman selama 13 hari terakhir, merupakan kejahatan perang yang tidak dapat diabaikan.” kata Patriarkat Ortodoks Yerusalem.

Berbicara kepada Arab News, seniman kelahiran Gaza dan tinggal di Dubai, Hazem Harb mengatakan: “Artefak sama pentingnya dengan manusia karena mereka dibuat oleh kita.” Menggemakan kalimat yang dia posting di situs media sosial Instagram mengenai perang, Harb berkata, “Sebagian besar fotografi ini telah diabaikan dalam sejarah dan hal serupa juga terjadi saat ini dengan adanya kehancuran dan warisan dari tempat-tempat arkeologis ini.”

Ada beberapa temuan penting akhir-akhir ini di Gaza. Pada bulan Januari tahun ini, para arkeolog Perancis menemukan 60 kuburan kuno di pemakaman era Romawi di utara Gaza. Temuan tersebut, termasuk dua sarkofagus terbuat dari timah yang ditemukan pada bulan September, dilakukan selama pembangunan proyek perumahan di Jabaliya. Mengingat jarangnya makam berbahan timah, para arkeolog Palestina menduga para elite sosial dikuburkan di pemakaman tersebut.

post-cover
Kota tua Gaza, sekitar tahun 1910, dari atap sekolah Paroki Latin. Masjid Tua ada di sebelah kiri. (Foto: Pastor Savignac, Ecole Biblique, Yerusalem)

Museum jadi Sasaran Bom

Gaza adalah rumah bagi sekitar 12 museum yang berisi sekitar 12.000 artefak. Banyak dari museum ini menjadi sasaran pemboman dan penembakan selama perang yang sedang berlangsung. Museum yang diduga dirusak, antara lain Museum Budaya Al-Qarara dekat Khan Younis.

Museum ini didirikan pada tahun 2016 dan menampilkan arkeologi dan sejarah daerah tersebut, yang dikumpulkan dan dilestarikan oleh pendirinya dan anggota masyarakat setempat. Museum, yang diberikan lisensi pribadi oleh Kementerian Pariwisata dan Purbakala Palestina, dirancang untuk mendidik masyarakat tentang warisan budaya Palestina dan berisi 3.500 artefak arkeologi dan sejarah dari Gaza, yang berasal dari tahun 4.000 SM.

Institusi lain yang mengalami kerusakan parah adalah Museum Akkad, yang menyimpan arsip permanen benda-benda arkeologi yang ditemukan di Palestina. Organisasi ini didirikan pada tahun 1975 dan beroperasi selama bertahun-tahun, menurut situs webnya, secara rahasia karena kehadiran pendudukan Israel. Museum Akkad mengoleksi sekitar 2.800 artefak dari zaman prasejarah hingga zaman modern.

Situs penting lainnya yang melaporkan kerusakan adalah Museum Istana Pasha, yang dibangun pada era Mamluk dan menjadi museum pada tahun 2010. Monumen penting lainnya yang berbasis di Gaza termasuk Biara St. Hilarion, yang menurut de Tarragon, mengutip sumbernya, belum dihancurkan. Monumen Kristen terbesar yang diketahui di wilayah kantong ini, terletak di daerah bernama Tel Umm Amer di tengah Gaza.

Namanya diambil dari Hilarion, pendiri monastisisme Palestina pada sekitar tahun 300 Masehi. Ada juga Hammam Al-Sammara, atau Pemandian Samaria, yang terletak di kawasan tua Zaytoun di Kota Gaza, sebuah pemandian bergaya Turki yang dinamai berdasarkan komunitas Samaria, sebuah cabang kuno Yudaisme. Hammam Al-Sammara dibangun pada tahun 1320 Masehi.

Perang di masa lalu telah menghancurkan sebagian besar warisan budaya Gaza yang dulunya cemerlang. Mereka kini hanya dapat dikenang melalui foto-foto, artikel-artikel, dan karya seni yang menopang ingatan mereka. Bahkan ketika kekerasan terus memakan korban jiwa dan bangunan yang tersisa, kontribusi Gaza terhadap sejarah dunia, seperti ribuan nyawa yang hilang, tidak boleh dilupakan.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button