Market

Pengusaha Dirugikan, Jangan Ulangi Kesalahan Kelola Migor Masa Lalu

Sabtu, 19 Nov 2022 – 14:15 WIB

Minyak Goreng/ist

Terkait tata kelola minyak goreng (migor), ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira berharap, pemerintah tidak mengulang kesalahan masa lalu.

Semisal aturan DMO atau Domestic Market Obligation, mewajibkan industri minyak goreng mengalokasikan sejumlah produksinya untuk kebutuhan dalam negeri. Jadi, tidak boleh semuanya diekspor. Aturan DMO biasanya diikuti DPO atau Domestic Price Obligation, mengatur harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang merupakan bahan baku utama migor.

Kedua aturan ini dikeluarkan di masa Menteri Perdagangan M lutfi yang dirundung masalah kelangkaan migor. “Namun semua kebijakan yang dikeluarkan kemendag waktu itu, tidak mumpuni untuk mengendalikan harga dan menjaga persediaan. Harga migor tetap bergejolak, terutama April-Mei 2022,” ungkap Bhima, Jakarta, Sabtu (19/11/2022).

Bhima juga menyoroti persoalan data neraca stok migor. Pemerintah sebelumnya tidak memiliki data neraca stok. Celah ini, membuat distributor bisa menumpuk stok sehingga menyebabkan kelangkaan.

Mantan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Oke Nurwan mengungkapkan fakta yang mengejutkan saat menjadi saksi dalam kasus dugaan korupsi Persetujuan Ekspor (PE) migor di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.

Dia tegas mengatakan, tidak ada prosedur yang dilanggar. Selain itu, pelaku usaha berperan penting dalam mengatasi soal kelangkaan minyak goreng yang pernah terjadi di Indonesia.

Sementara, Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kemendag, Farid Amir mengatakan hal yang sama. Sejauh ini, perusahaan CPO ataupun minyak goreng, selalu mematuhi aturan DMO. Sehingga layak mendapatkan izin ekspor.

Semua dokumen yang diajukan sebagai syarat PE sudah sesuai dengan Permendag No 2 Tahun 2022 dan Permendag No 8 Tahun 2022 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.

Praktisi hukum ekonomi, Hotman Sitorus menilai, perbuatan melawan hukum yang dituduhkan dalam perkara ini, tak terbukti. Misalnya, terdakwa PTS dituduh melakukan pengurusan PE dengan menggunakan data manipulatif, sulit diterima akal sehat. Karena, terdakwa tidak memiliki kewenangan tersebut. Karena semua urusan dilakukan kantor pusat. “Tak ada perbuatan melawan hukum PTS, sebab bukan kewenangan terdakwa, semua urusan dilakukan oleh kantor pusat,” kata Hotman.

Menurut Hotman, jika proses pengurusan PE CPO telah sesuai dengan prosedur, berarti tidak ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan PTS. Maka, dugaan korupsi dalam pengurusan PE CPO tidak terpenuhi.

Unsur kedua, kata dia, menyangkut kerugian negara atau kerugian perekonomian negara yang didakwakan sebesar

Rp6,19 triliun yang diatribusikan kepada tiga grup perusahaan dengan jumlah yang berbeda-beda. Di mana, angka tersebut merupakan total anggaran Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Pemberian BLT berdasarkan arahan Presiden tanggal 01 April 2022 yang ditindaklanjuti Menteri Sosial dengan Keputusan Menteri Sosial tanggal 7 April 2022, nomor: 54/HUK/2022 tentang Penyaluran Bantuan Program Sembako Periode Bulan April, Mei, Juni. Disusul petunjuk teknis dari Direktur Penanganan Fakir Miskin Nomor : 41/6/SK/HK.01/4/2022 dengan total anggaran BLT khusus minyak goreng sebesar Rp6,194 triliun.

“Dengan kata lain, kerugian keuangan negara muncul karena ada BLT. Tidak ada BLT maka tidak ada kerugian negara. Sehingga, jika tidak ada kerugian keuangan negara maka tidak ada korupsi. Kalau memang BLT adalah kerugian negara mengapa pemerintah menyalurkan BLT. Dan, disetujui DPR,” kata Hotman.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button