Market

PPATK Temukan Dugaan Transaksi Suap dan Gratifikasi di Industri Sawit

Usai mengungkapkan dugaan transaksi kejahatan lingkungan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga memiliki temuan terkait dugaan transasksi keuangan yang mencurigakan yang ada di dalam industri sawit.

Dugaan tersebut diungkap Direktur Analisis dan Pemeriksaan I PPATK, Beren Rukur Ginting yang dikutip saat acara diskusi media di Bogor, Selasa (27/6/2023). Menurutnya, kejahatan keuangan di industri sawit yang kerap muncul adalah suap dan gratifikasi.

“Kalau berbicara mengenai sawit ini kan ada beberapa. Sebenarnya garis besarnya itu yang problem satu misalnya terkait indikasi suap dan gratifikasi,” katanya

Dalam penjelasannya, PPATK sebenarnya sudah secara intens memantau para pejabat yang terlibat di dalam industri sawit.

“Kita di PPATK sejak adanya Satgas ini (Satuan Tugas Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Penerimaan Negara) itu sebenarnya sudah intens untuk melakukan monitoring terhadap transaksi terhadap para pihak itu,” ujar Beren.

Adapun hal-hal yang dipantau PPATK dalam industri sawit bisa dipecah menjadi dua, yaitu domestic market obligation dan ekspor.

“Jadi kalau sawit itu kan bicaranya bisa dari CPO atau produk turunannya. Kalau dari CPO kan ada dua penerimaan, yaitu domestic market obligation (DMO) dan ekspor,” kata Beren.

Sementara kalau dari DMO, PPATK bisa memantau dari nilai transaksi kegiatan usahanya. Contoh, apakah invois yang ada sesuai dengan yang ada di lapangan.

“Kalau kita bicara PPATK nanti kita akan memastikan berapa sesungguhnya nilai transaksi kegiatan usahanya. Itu yang sering kita pantau. Biasanya yang dilakukan ada invois kira-kira gitu,” ujarnya.

“Jadi (dari invois) kirim barang ke luar negeri misalnya 1 ton, jadi 0,5 ton. Harga per ton Rp 200 ribu, (di invois) jadi Rp 250 ribu. Itu yang kami pantau,” lanjutnya.

PPATK menilai kalau dari ekspor, bisa dipantau apakah ada pengusaha yang sengaja memasukkan aktivitas transaksi guna menggelembungkan nilai untuk mendapatkan resitusi.

“Jadi bilangnya ekspor 1 ton, tahunya isi kontainer 0,5 ton. Seolah-olah ada barang keluar padahal tidak. Jadi dia bisa men-generate transaksi untuk menggelembungkan PPN masukan

dan PPN keluaran sehingga nilai resitusinya menjadi lebih besar,” kata Beren.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button