Market

PT Wijaya Karya Incar PMN, DPR: Bukan Jatah Rutin Tahunan

PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) masih kelimpungan mengatasi keuangannya yang cukup berat untuk menggerakkan roda perusahaan. Apalagi BUMN karya ini tidak masuk dalam daftar perusahaan pelat merah yang menerima Penyertaan Modal Negara atau PMN dalam APBN 2024.

Masalah BUMN yang sakit menjadi tugas Wamen BUMN I, Kartiko WIrjoatmodjo. Namun untuk urusan yang satu ini, wamen yang akrab disapa Tiko ini juga masih belum memiliki skema yang pasti. Jalan keluar yang masih umum yakni menjaring investasi. Tetapi detailnya belum ada format yang menjanjikan solusi.

“WIKA lagi didorong cari investasi,” ujar Wamen Tiko singkat saat ditemui usai mengikuti raker di DPR, Kamis (31/8/2023) pekan ini.

Anjuran kepada WIKA untuk mencari investasi guna memperbaiki struktur permodalan, itulah jawaban pelipur lara dalam jangka pendek.

Dalam Nota Keuangan beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024 yang dipublis pada 16 Agustus 2023, terungkap jika WIKA tidak tercantum dalam daftar BUMN infrastruktur penerima PMN tahun 2024. Padahal total PMN 2024 untuk klaster infrastruktur diketahui mencapai Rp14,4 triliun.

Dalam alokasi PMN tahun 2024 sepertinya jatahnya PT Hutama Karya (Persero) menjadi penerima manfaat mencapai Rp12,5 triliun. BUMN ini memeang sedang getol-getolnya untuk menyelesaikan sejumlah proyek jalan tol. Bahkan proyek tol milik WIKA yang kehabisan fulus juga akhirnya ditampung PT Hutama Karya.

Sementara sisa dana PMN menjadi jatahnya PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau SMF sebesar Rp1,9 triliun. Modal ini untuk mendukung pembiayaan KPR FLPP sebanyak 166.000 unit, serta mendorong kepemilikan rumah layak dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Dengan Persetujuan DPR

Tetapi hitungan alokasi PMN ini masih harus menunggu persetujuan DPR. Nilai akhirnya tergantung pembahasan antara pemerintah dan DPR. Lantas bagaimana kemungkinan suasana hati para wakil rakyat ini?

Sejatinya DPR mengharapkan bagi BUMN untuk lebih mandiri memberikan kontribusi bagi pendapatan negara. Terutama bagi BUMN yang sudah mendapatkan kucuran PMN.

Menurut Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara atau BAKN DPR RI, Anis Byarwati karena BUMN milik negara, maka harus dikelola dengan semangat untuk memberikan kontribusi yang besar bagi negara. Agar negara memiliki pendapatan lebih besar untuk bisa menyejahterakan rakyatnya.

“Bagaimanapun PMN itu diambil dari APBN. Dan kita tahu sulitnya mengumpulkan pendapatan negara, apalagi jika pajak naik terus. Jadi sebagai alat dari negara, BUMN bisa diberikan penugasan,” tegas Anis dalam keterangan tertulisnya seperti mengutip dari laman resmi DPR, Minggu (3/9/2023).

Anis mengingatkan kalau BUMN merupakan salah satu dari tiga pilar perekonomian bangsa, bersama swasta dan koperasi. Negara, melalui pemerintah, perlu memiliki badan usaha selain pihak swasta dan koperasi yang terlibat dalam pembangunan di bidang ekonomi.

Pemerintah diharapkan memiliki instrumen untuk mengarahkan perekonomian yang menguasai hajat orang banyak dengan memiliki badan usaha.

“Karena namanya badan usaha, seperti badan usaha pada umumnya tentu harus menghasilkan profit. Oleh sebab itu, UU tentang BUMN mencantumkan tujuan pendirian BUMN adalah mengejar keuntungan atau menghasilkan keuntungan,” ujar Politisi Fraksi PKS ini.

Anis menyoroti data yang merupakan hasil kajian yang dilakukan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) tahun 2021, bahwa dari ratusan BUMN yang dimiliki negara, tidak lebih dari 10 BUMN yang memberikan keuntungan bagi negara. Dan dari 10 BUMN itu hanya 4 BUMN yang memberikan keuntungan secara signifikan kepada negara.

“Hal ini menunjukkan, selama masa berdirinya hingga sekarang tujuan didirikannya BUMN sebagaimana dirumuskan oleh para pendiri bangsa, belum tercapai,” tambahnya.

Menurut Anis, pemerintah selama ini sudah memberikan dorongan kepada BUMN dengan memberikan PMN. Namun, PMN tak bisa menjadi satu-satunya solusi dari berbagai permasalahan yang dihadapi BUMN.

Ia mengambil contoh Perum Bulog yang memiliki utang sangat besar. Untuk pembayaran bunganya saja, Bulog harus mengeluarkan dana Rp120 miliar per bulan untuk kredit perbankan. Padahal Bulog menguasai hajat hidup orang banyak dan berperan dalam ketahanan pangan.

Anis menegaskan bahwa seharusnya, pemerintah tidak hanya melakukan klasterisasi BUMN, akan tetapi juga harus melihat perjalanan BUMN tersebut apakah layak atau tidak mendapatkan PMN.

Legislator Dapil dKI Jakarta I ini lantas menyarankan agar dilakukan pembahasan serius lintas kementerian, khususnya Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN mengenai PMN dan BUMN penerimanya. Selain itu, menurutnya, kementerian harus fokus melakukan pengawasan dan evaluasi pada penggunaan PMN dan bagaimana ia memiliki multiplier effect. Artinya BUMN penerima PMN tidak selalu harus sama setiap tahun dan PMN tidak dimaknai sebagai sesuatu yang rutin bagi BUMN.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button