Market

Ragukan Data Jokowi, DPR Minta BPK Audit Penerimaan dari Hilirisasi Nikel

Anggota Komisi VII DPR Mulyanto mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit data penerimaan negara dari program hilirisasi nikel. Khususnya, data yang disampaikan Presiden Jokowi.

“Agar fair, BPK harus dapat memastikan berapa nilai penerimaan negara sebenarnya dari program hilirisasi nikel ini. Sebab angka yang disampaikan Pemerintah terlalu bombastis dan tidak masuk akal,” kata Mulyanto dalam keterangan resmi yang diterima Inilah.com di Jakarta, Senin (14/8/2023).

Politikus PKS ini, menilai, adanya kenaikan yang signifikan dari ekspor produk hilirisasi nikel sebesar Rp510 triliun pada 2022, seperti yang pernah disampaikan Presiden Jokowi, dinilai janggal. Sehingga layak untuk diragukan.

“Jangan-jangan angka itu bukan penerimaan negara, namun sekadar angka ekspor nikel yang dilakukan oleh industri smelter asing, yang keuntungannya terutama dinikmati oleh investor smelter tersebut,” imbuh dia.

Atas data penerimaan negara dari hilirisasi nikel, Wakil Ketua Fraksi PKS DPR ini, mendesak pemerintah untuk transparan. Demi mencegah adanya salah tafsir di masyarakat.

“Pemerintah perlu menjelaskan secara gamblang sumber penerimaan negara tersebut. Terlebih, industri smelter selama ini, mendapat tax holiday pph badan, tidak membayar PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), serta bebas pajak ekspor,” terangnya.

Dirinya merasa aneh terkait data penerimaan negara dari pajak ekspor dari nickel pig iron (NPI) atau nikel setengah jadi. Karena, aturan itu baru diberlakukan pada 2022.

“Bahkan, penerapan pajak ekspor produk hilirisasi nikel setengah jadi (NPI) pun baru direncanakan akan berlaku pada tahun 2022, namun tertunda hingga hari ini,” pungkas Mulyanto.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menegaskan bahwa Indonesia mengeruk cuan besar dari program hilirisasi nikel yang dicanangkannya. Terkumpul penerimaan sebesar US$ 33,8 miliar atau setara Rp507 triliun dengan asumsi nilai tukar Rp15.000 per US$), pada 2022.

Presiden Jokowi menerangkan, perolehan duit Rp507 triliun itu, sepuluh kali lipat dibandingkan sebelum Indonesia menjalankan program hilirisasi nikel. Di mana, perolehan dari ekspor bijih nikal hanya US$2,1 miliar atau setara Rp31,5 triliun.

“Ini baru beberapa turunan saja, nanti kalau berkembang ke turunan lainnya, Bapak Ibu bisa bayangkan berapa angka yang muncul, dan ini baru nikel,” kata Jokowi.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button