Market

Rupiah Bisa Menguat Respon Israel Tunda Serangan Lanjutan ke Gaza

Rupiah mulai melakukan perlawanan terhadap dolar AS di tengah penurunan besar imbal hasil (yield) obligasi AS. Kekhawatiran investor berkurang setelah Israel menunda serangan lanjutan ke warga Palestina di Gaza.

Penguatan ini juga merespon imbal hasil obligasi tenor 10 tahun bergerak di sekitar 4,86 persen pagi ini dari sekitar 4,99 persen.

“Investor mengantisipasi data yang lebih lemah dari PMI (Purchasing Managers’ Index) manufaktur AS malam ini. PMI manufaktur AS diperkirakan masih akan terkontraksi turun ke 49,5 dari 49,8 bulan lalu,” kata analis pasar mata uang, Lukman Leong seperti mengutip dari antara, Selasa (24/10/2023). Penguatan juga terjadi pada beberapa mata uang negara Asia lainnya.

Pada Kamis (26/10/2023), perhatian investor tertuju pada data Produk Domestik Bruto (PDB) AS kuartal III/20230 yang berpotensi tumbuh kuat 4,3 persen serta pidato yang disampaikan Gubernur Bank Sentral AS, Jerome Powell.

Sementara memasuki Jumat (27/10/2023), data inflasi Personal Consumption Expenditures (PCE) Price Index AS diprediksi meningkat 0,3 persen month to month (MoM) dan 3,7 persen year on year (YoY).

Menurut pengamat pasar uang Ariston Tjendra, serangan darat Israel yang ditunda ke Gaza, Palestina, menurunkan kekhawatiran pasar, sehingga rupiah mengalami penguatan.

“Pasar masih memperhatikan perkembangan di Timur Tengah. Sebagian indeks saham Asia masih bergerak negatif seperti Nikkei, Hangseng, Kospi,” ungkap Ariston.

Pada penutupan perdagangan hari ini, mata uang rupiah menguat sebesar 85 poin atau 0,53 persen menjadi Rp15.848 per dolar AS dari penutupan sebelumnya sebesar Rp15.934 per dolar AS.

Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Selasa turut menguat ke posisi Rp15.869 dari sebelumnya Rp15.943 per dolar AS.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button