News

El Nino Sebabkan Kelaparan dan Kekeringan di Papua, Pemerintah Lamban Mengantisipasi

Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Tjandra Yoga Aditama mengatakan terganggunya kesediaan makanan yang menyebabkan kelaparan di Papua, akibat El Nino, seharusnya sudah diantisipasi sejak awal oleh pemerintah.

Menurutnya, hal ini sejalan dengan pernyataan Food Agricultural Organization (FAO) yang meminta negara-negara untuk melakukan antisipasi, berupa cadangan makanan strategis, dan intervensi dalam menghadapi potensi kekurangan pasokan makanan.

“Hal ini sudah dibahas bahwa akibat El Nino dapat saja menyebabkan gangguan kekurangan makanan sampai ke malnutrisi, gangguan ketersediaan ketahanan pangan (food security),” kata Tjandra kepada Inilah.com, Jakarta, Jumat (4/8/2023).

Tjandra menuturkan, ada beberapa bahaya lain yang dapat mengancam masyarakat selain dari bahaya kelaparan itu sendiri. Menurutnya, ada sembilan bahaya kesehatan lain yang perlu diantisipasi seperti, peningkatan penyakit menular, peningkatan ‘water borne disease’, penurunan akses ke fasilitas pelayanan kesehatan, peningkatan penyakit paru dan saluran napas, gangguan kesehatan akibat ‘heat stress’, dampak psikososial dan kejiwaan, peningkatan penyakit tular vektor, kemungkinan bencana alam dan dampak langsung akibat kecederaan sampai kemungkinan kematian.

“Tentu kita berharap agar pemerintah mengambil langkah antisipasi yang tepat untuk kesembilan masalah kesehatan ini, di masa El Nino kini dan masih akan berlangsung di beberapa waktu ke depan,” ujar Tjandra.

Bahkan, sambung dia, Organisasi Meteorologi Dunia atau World Meteorological Organization (WMO) mengatakan bahwa sekitar 90 persen kemungkinan El Nino masih terus berlanjut hingga akhir tahun mendatang dengan derajat kepanasan yang sama atau bisa lebih tinggi lagi.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) itu mengingatkan, Direktur Jenderal WHO pada bulan Juni lalu juga menyatakan bahwa pihaknya akan bersiap menghadapi penularan penyakit yang akan meningkat seperti dengue, zika dan chikungunya.

“Disebutkan bahwa WHO mewanti-wanti tentang perubahan cuaca akibat El Nino akan mempengaruhi pola hidup nyamuk, di mana kita tahu bahwa berbagai jenis nyamuk amat berpengaruh pada penularan banyak sekali penyakit menular, di dunia dan juga di negeri kita,” jelas Tjandra.

Ia menjelaskan, bahwa WMO mengkhususkan Australia, Indonesia dan negara di Asia Selatan, El Nino akan menyebabkan severe droughts atau kekeringan hebat. Dari data lain juga menyebutkan Indonesia dan Australia akan menghadapi musim panas yang lebih panjang dan kemungkinan ada kebakaran hutan, yang tentu juga perlu diantisipasi. “Apalagi kita punya pengalaman beberapa kali menghadapi kebakaran hutan dengan segala dampaknya yang kompleks,” ujar Tjandra.

Data lainnya, US National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), fenomena El Nino sendiri mampu meningkatkan temperatur dunia sekitar 0,2 derajat celcius. Artinya, tidak menutup kemungkinan bahwa sekitar 50 persen lagi suhu dunia bisa mencapai 1,5 derajat celcius dimana hal itu merupakan global warming limit atau batas keparahan dampak pemanasan global.

Untuk itu, Tjandra mengingatkan pemerintah dengan dukungan masyarakat untuk secara langsung dan cepat mengatasi masalah yang saat ini tengah dihadapi dan mempersiapkan diri dengan lebih baik lagi.

“Tentu kita harapkan agar pemerintah kita juga mengambil langkah-langkah secara terpadu dan menyeluruh dalam menghadapi bahaya El Nino ini, apalagi sudah terlanjur terjadi masalah seperti di Papua yang amat menyedihkan sekarang ini,” pungkas Tjandra.

Sebelumnya, Bupati Puncak Willem Wandik, mengatakan kekeringan yang terjadi dua bulan terakhir ini berdampak terhadap 7.500 warga di Distrik Agandugume dan Distrik Lambewi. Warga kesulitan mendapat makanan karena sebagian besar gagal panen. Sehingga terpaksa mengonsumsi umbi-umbian busuk, akibatnya banyak yang terkena diare bahkan enam warga meninggal dunia.

Warga yang meninggal dunia di antaranya Yenis Telenggen (38), Yemina Murib (42), Ater Tabuni (46), Tenus Murib (46), dan Tera Murib (39). Sedangkan seorang lagi yakni Ila Telenggen yang masih bayi. “Temperatur udara sangat dingin dan tanpa hujan sejak Mei. Akibatnya, warga gagal panen ubi dan keladi,” katanya.

Willem menjelaskan, warga bisa saja mendapatkan bantuan makanan dari distrik lain seperti Distrik Sinak, namun harus berjalan kaki selama dua hari. Pasalnya, pemerintah kesulitan mendistribusikan makanan lantaran kondisi keamanan.

Menanggapi hal ini, Kapolda Papua Irjen Mathius D. Fakhiri mengakui bahwa akses menuju Distrik Agandugume dan Distrik Lambewi memang terbilang rawan aksi teror. Meski begitu, pihaknya akan berupaya menjaga keamanan selama proses distribusi bantuan makanan.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button