News

Selain HAM, Politik Identitas dan Ketidakjelasan Program jadi Catatan Hitam Prabowo

Ketua Umum partai Gerindra Prabowo Subianto sejauh ini menjadi bakal calon presiden yang mengantongi dukungan terbesar dari Partai Politik (Parpol). Sejauh ini setidaknya terdapat enam Parpol yang bergabung dalam koalisi, mereka yakni Gerindra, PAN, Golkar, PKB, PBB, Gelora.

Namun apakah dukungan itu cukup untuk kembali ‘mencoba’ membawa Prabowo ke singasana tertinggi sebagai pemimpin negeri?. Sudah cukupkah rekam jejak Prabowo dapat diterima publik saat ini ?, mengingat ‘dosa’ masalah lalu mantan Danjen Kopassus itu kerap muncul, terlebih menjelang pemilu.

Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad mengatakan, memang jika menyinggung nama Prabowo, publik senantiasa tertanam persoalan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu. Persoalan itu tidak pernah mampu dituntaskan Prabowo, meski tercatat sudah tiga kali mengikuti pemilu.

“Jadi masa lalunya sangat buruk dari sisi itu, dia (Prabowo) bukan hanya aparat negara masa lalu yang otoriter, tapi dia sebagai pimpinan militer ketika itu ya melakukan aksi kejahatan, yaitu penculikan para aktivis, sementara kita hidup di era demokrasi yang salah satunya didorong oleh para aktivis yang dulu di culik oleh Prabowo Subianto dan timnya, jadi dari sisi itu, itu persoalan yang serius,” ujar Saidiman Ahmad, ketika berbincang dengan Inilah.com, Senin (21/8/2023).

Namun menurut Saidiman, bukan persoalan itu saja yang akan menjadi batu sandung bagi Prabowo. Sebab menurut Saidiman, dalam dua kali pelaksanaan Pilpres pada 2014 dan 2019, terdapat strategi-strategi politik Prabowo dan pendukungnya, yang kini telah menjadi raport hitam.

Saidiman menuturkan, pada pelaksanaan dua pemilu itu, terdapat dugaan tindakan politik identitas yang digunakan kubu Prabowo untuk menjatuhkan lawan. Selain itu terdapat penyebaran propaganda yang bertujuan untuk menghasut publik agar menurunkan tingkat kepercayaan mereka terhadap lembaga penyelenggara pemilu, lalu pada saat perhitungan suara muncul istilah TSM (Terstruktur, Sistematis, dan Masif) yang menggambarkan penyelenggaraan pemilu curang.

Tak berhenti sampai disitu, massa pendukung Prabowo yang ketika 2019 berpasangan dengan Sandiaga Uno, juga pernah mendatangi kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk melakukan protes dan berakhir dengan kericuhan.

“Tidak termaafkan perilaku semacam itu. Karena itu bisa memicu konflik, itu sangat berbahaya. Politisi yang tidak mau mengakui kekalahan dan dua dilakukan dalam dua kali pemilu. Ini juga menurut saya catatan yang sangat penting,” kata Saidiman.

Lebih jauh, Saidiman mengatakan, selama perjalannya menuju Pilpres 2024, Prabowo jdinilai tidak memiliki kebijakan atau program yang jelas untuk ditawarkan kepada publik jika ia berhasil menduduki kepemimpinan bangsa ini.

Sebaliknya menurut Saidiman, kini sikap dan identitas Prabowo berubah sejak masuk dalam pemerintahan. Strategi kebijakan yang kini ditawarkan Prabowo ialah melanjutkan program kerja Jokowi. Namun menurut Saidiman, melanjutkan kerja Jokow

“Tetapi kalau kita tanya secara detail apa yang mau diikuti dari Jokowi, apa kebijakan Jokowi yang ingin dilakukan juga tidak muncul (di Prabowo),” kata dia.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button