Market

Sulitkan Petani, FPDIP Pertanyakan Turunnya Anggaran Pupuk Subsidi

DPR mempertanyakan kebijakan pemerintah yang terus menurunkan anggaran pupuk subsidi, di tengah kelangkaan pupuk di petani.

Anggota Komisi IV DPR, Ono Surono menyayangkan pemerintah hanya menganggarkan subsidi pupuk sebesar 7,8 juta ton, atau sepertiga dari usulan seluruh kebutuhan pupuk di Kabupaten/Kota di Indonesia.

Padahal musim hujan sudah datang, petani sudah mulai melakukan persiapan penanaman. Namun banyak keluhan petani tentang kesulitan mendapatkan pupuk subsidi. Di tengah kondisi tersebut, pemerintah dari tahun ke tahun malah terus menurunkan anggaran pupuk subsidi.

“Alhasil, petani semakin sulit mendapatkan pupuk urea,” ujar Ono pada Kamis (30/11/2023) dalam Kunjungan kerja spesifik Komisi IV DPR RI ke Pabrik Pupuk Kujang, Cikampek, Jawa Barat.

Terlebih lagi, lanjut Ono, Menteri Pertanian menyatakan petani yang ingin menebus pupuk subsidi cukup dengan memperlihatkan KTP (kartu tanda penduduk). Hal ini sangat ironi, karena ketersediaan pupuk subsidi di kios yang belum tentu ada.

“Ini tentu akan menimbulkan pertanyaan dan gejolak di masyarakat dan petani, di mana ia kerap mendapat laporan dari petani terkait masalah pupuk,” tegasnya seperti mengutip dari laman resmi DPR, Jumat (1/12/2023).

Hitung Ulang

Menurut Politisi dari Fraksi PDI-Perjuangan ini, sejatinya pupuk subsidi itu tujuan utamanya untuk mengurangi cost dari petani. Masih banyak petani yang belum sejahtera, karena produksinya itu tidak sepadan dengan nilai jual produk pertanian yang dihasilkan.

Jika tujuannya meningkatkan kesejahteraan petani, ungkapnya, selain meningkatkan produksi, justru jangan mengurangi jumlah (anggaran) subsidi.

“Jika tujuannya meningkatkan kesejahteraan petani, selain meningkatkan produksi, tapi kenapa jumlah subsidi yang terus dikurangi. Sehingga, pertanyaannya, apakah ini memang niat yang benar-benar tulus dari pemerintah untuk bisa meningkatkan kesejahteraan petani dan juga meningkatkan produksi, atau tidak,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Ono juga berharap pemerintah harus terus melakukan perbaikan data. Agar penganggaran untuk subsidi pupuk di tahun berikutnya bisa meningkat. Misalnya dengan data berbasis desa, bukan hanya survei yang dilakukan oleh BPS tapi benar-benar data riil di masyarakat.

Untuk itu harus dihitung lagi, untuk satu hektar lahan untuk menentukan alokasi pupuk urea yang dibutuhkan. Jumlah kebutuhan NPK phonska. Apalagi perhitungan itu pun sering berbeda antara Kementerian Pertanian dengan petani.

“Misalnya untuk total pupuk subsidi yang diberikan, mungkin hanya sekitar 4,5 kuintal, sedangkan petani di lapangan itu butuh sampai ada yang 6 kuintal, bahkan ada yang 7 kuintal. Itu harus benar-benar dihitung kembali,” tambah Politisi asal dapil Jawa Barat VIII ini.

Namun tidak hanya itu, terkait dengan pola distribusi juga harus kembali ditinjau. Ia mempertanyakan apakah memang jumlah kios (distributor) ini sudah sesuai dengan pola distribusi yang ujungnya mempercepat dan memastikan harga pupuk sesuai yang ditentukan oleh pemerintah, dan tidak terjadi mafia pupuk di lapangan.

“Tentu ini harus dilakukan langkah cepat, jangan lama-lama. Kementerian Pertanian harus membuat solusi, langkah-langkah yang harus diambil,” katanya berharap. 

Dalam catatan, anggaran subsidi pupuk di tahun 2020  turun tipis 0,2% menjadi Rp 34.2 triliun. Namun tahun 2021 subsidi pupuk turun lagi 26,02% menjadi Rp 25,3 triliun. Terakhir turun 7,11% menjadi Rp 23,5 triliun.

Sementara pada 2023, pemerintah mengalokasikan anggaran pupuk subsidi tahun 2023 sebesar Rp 24 triliun. Angka ini mengalami kenaikan dari posisi 2022 sebesar Rp 23,5 triliun.

Sedangkan realisasi subsidi pupuk per September 2023 mencapai Rp 14,02 triliun atau 26,02% terhadap realisasi subsidi non-energi. Untuk penyaluran subsidi pupuk per September 2023 hanya mencapai Rp 4,68 triliun, turun 15,67% dari posisi sebelumnya sebesar Rp 5,54 triliun pada September 2022.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button