Ototekno

Survei Reuters: Influencer Kudeta Kursi Jurnalis Sebagai Sumber Berita

Hasil survei terbaru yang dirilis Rabu (14/06/2023) mengejutkan dunia jurnalistik dan media. Dilaporkan bahwa sebagian besar pengguna media sosial, seperti TikTok, Snapchat, dan Instagram, lebih sering mendapatkan informasi berita dari para influencer dan selebriti daripada media arus utama dan jurnalis profesional.

Dilakukan oleh Reuters Institute for the Study of Journalism di Oxford University, survei ini melibatkan sekitar 94.000 orang dari 46 negara. Penemuan ini mengindikasikan pergeseran dalam bagaimana publik mendapatkan informasi dan berita.

“Para jurnalis arus utama seringkali memimpin percakapan seputar berita di Twitter dan Facebook. Namun, mereka berjuang untuk mendapatkan perhatian di jaringan yang lebih baru seperti Instagram, Snapchat, dan TikTok,” demikian bunyi laporan tersebut.

Contoh yang mencolok adalah Matt Welland, seorang pengguna TikTok dari Inggris yang membahas peristiwa terkini dan kehidupan sehari-hari untuk 2,8 juta pengikutnya. Selebriti seperti pesepak bola Marcus Rashford, juga membahas isu-isu berita topikal, seperti kampanyenya pada 2020 untuk mendapatkan makanan gratis di sekolah bagi anak-anak dari keluarga miskin.

Nic Newman, penulis utama hasil survei ini, mencatat bahwa bagi generasi muda, definisi “berita” telah meluas melampaui politik dan hubungan internasional. Kini, berita mencakup segala hal yang baru dan terjadi di setiap lapisan masyarakat, mulai dari olahraga, hiburan, gosip selebriti, peristiwa terkini, budaya, seni, hingga teknologi.

Walaupun Facebook tetap menjadi sumber berita utama di antara jejaring sosial, pengaruhnya menurun dari 42 persen pada 2016 menjadi 28 persen saat ini. TikTok, di sisi lain, telah meluas cakupannya hingga mencapai 44 persen pengguna berusia 18-24 tahun, dengan 20 persen dari mereka mendapatkan berita dari aplikasi tersebut.

Masalah lain yang dihadapi oleh outlet berita tradisional adalah penurunan jumlah pengunjung yang langsung membuka situs web mereka. Hanya 22 persen yang melakukan hal tersebut, turun 10 poin sejak 2018. Sebaliknya, kebanyakan pembaca kini mengandalkan tautan dari media sosial.

Rasmus Kleis Nielsen, Direktur Institut Reuters, menegaskan bahwa perubahan ini merupakan perubahan yang lebih mendasar bagi industri berita, lebih drastis daripada peralihan dari media cetak ke digital satu generasi sebelumnya.

“Audiens baru ini sadar akan risiko mengandalkan algoritma, dengan hanya 30 persen berpikir ini adalah cara yang baik untuk mendapatkan berita yang seimbang. Namun, itu masih dianggap lebih baik daripada mengandalkan laporan para jurnalis, yang hanya mendapat skor 27 persen,”ungkapnya.

Semua ini menunjukkan bahwa perusahaan media konvensional yang bergantung pada pelanggan dan pendapatan iklan perlu beradaptasi dengan dinamika baru ini. Survei Reuters Institute menemukan bahwa 39 persen pelanggan telah membatalkan atau menegosiasi ulang langganan, meskipun jumlah keseluruhan orang yang membayar berita di 20 negara yang disurvei tetap stabil, yaitu sebesar 17 persen.

Bisnis media Indonesia

Di Indonesia, industri media juga mengalami tekanan yang sama. Hilangnya pendapatan dari iklan mempengaruhi stabilitas media konvensional. Sebagai contoh, Republika, surat kabar yang didirikan pada 1993 untuk melayani masyarakat Muslim, telah menghentikan edisi cetaknya pada Desember 2022 dan beralih sepenuhnya ke edisi online.

BBC World Service juga mengakhiri siaran radio dalam bahasa Indonesia pada September, meski kehadirannya di platform digital masih tetap.

Di tengah kondisi ini, podcasting menjadi area yang tumbuh pesat, dengan banyak pelaku baru yang mengikuti jejak podcaster terpopuler di Indonesia, Nadhifa Allya Tsana.

Meski demikian, peningkatan popularitas podcasting ini tidak sepenuhnya didorong oleh minat masyarakat terhadap berita. Penelitian oleh PodNews 105 menunjukkan bahwa sebenarnya Gen-Z lebih tertarik pada konten yang berkaitan dengan kesejahteraan. Hal ini dibuktikan dengan latar belakang Tsana yang sebelumnya dikenal sebagai penulis novel romantis.

Perubahan ini mencerminkan bahwa konsumsi berita dan informasi oleh publik semakin beragam dan dinamis. Industri media konvensional ditantang untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan ini, agar dapat tetap bertahan dan relevan dalam menyediakan berita dan informasi bagi masyarakat.

Di tengah gempuran media sosial dan kecenderungan publik yang berubah, peran jurnalis dan media konvensional dalam memproduksi berita yang kredibel dan berimbang semakin penting. Namun demikian, mereka juga harus mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan tren konsumsi informasi oleh masyarakat.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button