Kanal

Tawaf Perpisahan

Tiba saatnya bagi saya untuk berpisah dengan Mekkah. Menutup rangkaian ibadah haji, saya melaksanakan rukun tawaf wada, atau tawaf perpisahan. Sesuai dengan amanah Nabi Muhammad SAW, “Tidak ada seorang pun dari kalian yang pulang kecuali setelah mengakhiri ibadah hajinya dengan tawaf di Baitullah.” (HR Muslim)

Di tengah kerumunan ratusan ribu orang yang memenuhi Masjidil Haram pada sore hari kemarin, tawaf perpisahan ini memberikan perasaan spiritual yang sangat kuat bagi saya. Kenangan 40 hari di Mekkah dan Madinah kembali terputar di benak saya, dengan cepat namun penuh makna. Semua kenangan membanjiri pikiran dan membuat hati saya terasa sesak. Di antara kerumunan manusia, air mata pun tak terbendung.

Pada putaran pertama, saya mendoakan orangtua dan leluhur saya. Tanpa mereka, ibu dan ayah saya, saya tidak akan bisa berada di sini. Saya merasa tak mungkin bisa membalas budi mereka. Ibu yang telah melahirkan saya, tak mungkin bisa saya gantikan pengorbanannya. Ayah yang berjuang mendidik dan membesarkan saya, tak bisa saya nilai sebanding dengan keringatnya. Saya hanya bisa mendoakan mereka, “Ya Allah, kabulkanlah semua doa baik dari ibu dan ayah saya.” Bisikan saya penuh harap.

Pada putaran kedua, saya mendoakan istri saya. Ia yang telah saya tinggalkan selama 40 hari untuk menunaikan ibadah haji. Ia yang sabar menerima segala takdir yang terjadi pada suaminya. Ia yang mendampingi perjuangan saya karena Allah. Ia yang menjadi ibu bagi anak-anak yang saya cintai. “Ya Allah, kabulkanlah semua doa baik dari istri saya. Bahagiakanlah hatinya karena saya tidak selalu dapat melakukannya.” Ucap saya dengan tulus.

Pada putaran ketiga, saya mendoakan anak-anak saya. “Ya Allah, jadikanlah mereka anak-anak yang saleh dan shalehah, yang memahami ilmuMu, diterangi oleh cahaya RasulMu. Jadikanlah mereka yang dikasihi, dijaga, dan dipelihara oleh makhlukMu, yang sebenarnya adalah milikMu. Kelompokkan mereka sebagai hamba-hambaMu yang bersyukur, juga sebagai kekasih-kekasih Rasulullah yang menjadi kebanggaan dan kegembiraannya.”

Pada putaran keempat, saya mendoakan saudara-saudara saya, semoga mereka diampuni dosa-dosanya, dijauhkan dari segala bencana dan penyakit, diberkahi dan diberikan keselamatan dunia dan akhirat. “Ya Allah, berikanlah kekuatan kepada saya untuk senantiasa memberi, berbagi, menolong, mengajarkan, dan mengajak mereka ke arah yang baik. Tidak ada lagi yang saya harapkan dan minta dari mereka, tidak ada lagi yang mempersempit hati dan perasaan saya terhadap mereka.” Ucap saya dengan penuh harap.

Pada putaran kelima, saya mendoakan guru-guru saya. Semoga Allah senantiasa menjaga mereka dan memberikan kesehatan. Semoga Allah membalas segala yang mereka ajarkan kepada saya dengan kebaikan yang tak terhingga. Jika saya tidak bisa membalas kebaikan mereka selama mereka masih hidup, semoga saya dapat meneruskannya kepada anak-anak dan keturunan mereka.

Pada putaran keenam, saya mendoakan sahabat dan kerabat dekat. Saya berdoa agar Allah senantiasa membantu mereka dan memudahkan segala urusan dan usaha yang mereka jalani. Semoga Allah mengarahkan mereka menuju takdir terbaik. Apa yang baik, Allah tambahkan kebaikannya, dan apa yang belum baik, Allah gantikan dengan yang lebih baik. Semoga Allah melimpahkan rezeki dan berkah-Nya, disertai hati yang ikhlas dan penuh rasa syukur.

Pada putaran terakhir, sebenarnya saya merasa malu untuk berdoa bagi diri sendiri. Karena betapa banyak yang Allah telah berikan kepada saya, namun betapa sedikit rasa syukur dan pengabdian saya kepada-Nya. Semua ketetapan dan karunia Allah telah sempurna selama ini. Namun, saya tetap berdoa kepada Sang Penerima Doa yang Maha Kuasa, “Ya Allah, teguhkanlah saya dalam iman dan Islam. Izinkanlah saya menghadapi kematian dalam keadaan bertakwa kepada-Mu. Izinkanlah saya duduk bersama Rasulullah di Majelis-Nya di surga-Mu.”

Setelah menyelesaikan tujuh putaran tawaf, saya mencari tempat untuk melaksanakan shalat sunnah tawaf. Ternyata waktu azan maghrib tinggal 10 menit lagi. Orang-orang mulai mengatur shaf-shaf untuk shalat. Saya berdiri tepat di depan pintu Ka’bah, hanya terpisah beberapa shaf. Saya berdiam di sana, mengulang semua doa dan memanggil nama-nama.

359799412 817577583065575 6908930574876933157 N - inilah.com

Inilah saatnya saya berpisah dengan Ka’bah, semoga bukan kali terakhir, semoga Allah mengizinkan saya untuk kembali kapan saja. Perjalanan haji tahun ini telah mengajarkan banyak hal kepada saya, bahkan mungkin telah mengubah saya menjadi individu yang berbeda. “Saya yang baru” yang Insya Allah lebih baik.

Sungguh, haji ini adalah perjalanan yang luar biasa. Saya telah menyaksikan banyak hal, mengalami banyak pengalaman, dan memperoleh banyak ilmu dan pelajaran. Semoga dengan semua itu, saya dapat kembali ke tanah air dengan iman dan takwa yang lebih baik, cinta yang lebih tulus, dan hati yang lebih pandai bersyukur.

Beberapa saat sebelum azan maghrib berkumandang, Masjidil Haram tiba-tiba menjadi hening. Orang-orang telah siap untuk melaksanakan shalat di shaf masing-masing. Di depan Ka’bah, hanya terdengar suara burung berkicau. Langit Makkah pada sore hari menjadi jingga, dan angin dingin menerpa wajah saya yang basah oleh air mata. Azan maghrib kali itu terdengar seperti melodi perpisahan yang mengharukan.

Tiba-tiba terdengar ayat yang diturunkan Allah setelah Rasulullah menyelesaikan haji wada, “Pada hari ini, Aku telah menyempurnakan agama kalian, dan telah menyempurnakan nikmat-Ku kepada kalian, dan Aku telah ridha Islam sebagai agama kalian.” (QS Al-Maidah: 3)

Mekkah, 13 Juli 2023

FAHD PAHDEPIE

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button