Market

Jangan Terulang Beda Data Beras, BPS Gelar Sensus Pertanian

Kalau tak ada aral, Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan Sensus Pertanian 2023 (ST2023) di seluruh Indonesia. Ini sensus pertanian ketujuh sejak 1963.

“ST2023 diharapkan mampu menjadi rujukan dalam penyusunan kebijakan strategis sektor pertanian sehingga meningkatkan kualitas desain kebijakan yang diformulasikan,” kata Sekretaris Utama BPS, Atqo Mardiyanto dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (2/6/2023).

Dia menjelaskan, pelaksanaan ST2023 diharapkan juga mampu memberikan gambaran komprehensif terkait kondisi pertanian di Indonesia sampai wilayah terkecil. Dia memastikan, data hasil ST2023 juga digunakan sebagai kerangka sampel survei pertanian dan sebagai benchmark statistik pertanian yang ada saat ini. “ST2023 bertujuan untuk menyediakan data struktur pertanian, terutama untuk unit- unit administrasi terkecil,” ucap Atqo.

Dia menuturkan, sensus tersebut juga menyediakan data yang dapat digunakan sebagai tolok ukur statistik pertanian, saat ini. Selain itu juga menyediakan kerangka sampel untuk survei pertanian.

ST2023 akan mencakup tujuh subsektor yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan, dan jasa pertanian. Pada ST2023, lanjut Atqo, pelaku usaha pertanian di seluruh Indonesia akan didata, baik unit usaha pertanian perorangan, unit usaha pertanian lainnya (berkelompok), serta perusahaan pertanian berbadan hukum.

“Sebanyak 190 ribu petugas di seluruh Indonesia dikerahkan BPS untuk mendata para pelaku usaha pertanian,” ucap Atqo.

Pelaksanaan ST2023 telah dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 15 Mei 2023 di Istana Negara, Jakarta. Sektor pertanian merupakan sektor yang strategis dan melibatkan hajat hidup orang banyak. Sesuai agenda, ST2023 mulai dilakukan pada 1 Juni hingga 31 Juli 2023.

Jokowi menegaskan perlunya akurasi data ST2023 untuk menghasilkan akurasi kebijakan. “Saya mendukung pelaksanaan ST2023 agar sensus ini betul-betul menghasilkan data yang akurat, terkini, dan terpercaya,” ujar Jokowi.

Jokowi benar. Pernah terjadi perbedaan data beras dari Kementerian Pertanian (Kementan) dan Perum Bulog. Kala itu, BPS mencatat, produksi beras nasional pada 2022 mencukupi jika dibandingkan perkiraan kebutuhan.

Namun menjadi agak meleset karena perkiraan panen raya pada Maret hingga April 2022, hanya terjadi di beberapa wilayah. Tidak semua daerah sentra beras yang panen raya. Sehingga pemerintah perlu mengelola penyaluran dari wilayah surplus ke wilayah yang kekurangan.

Masalah lainnya adalah pengelolaan stok beras domestik, perlu dibenahi. Saat panen raya, seharusnya Bulog melakukan penyerapan sebagai cadangan beras pemerintah. Agar pada masa gagal panen, stok itu bisa dimanfaatkan dan bisa didistribusikan ke masyarakat.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button