News

KUHP Baru Jadi Pijakan Pemerintah Otoriter di Ruang Digital, Serupa China

kuhp-baru-jadi-pijakan-pemerintah-otoriter-di-ruang-digital,-serupa-china

Pengesahan Rancangan KUHP (RKUHP) membawa dampak buruk bagi pemerintahan ke depan. Adanya ketentuan yang potensi memberangus hak menyatakan pendapat di muka umum dikhawatikran membawa Indonesia serupa China, khususnya dalam ruang digital.

Mungkin anda suka

Direktur Eksekutif Lembaga Survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi) Kunto Adi Wibowo melihat gelagat tersebut. Pasal 256 KUHP baru yang mengatur demonstrasi harus dilakukan dengan pemberitahuan tak ubahnya negeri Tirai Bambu dalam menerapkan demokrasi, boleh mengeritik tetapi tidak berdemonstrasi apalagi mengajak aksi.

“Kami melihat ada strategi otoriter yang sama dalam ruang publik digital di Indonesia,” kata Kunto, dalam acara diskusi bertajuk “Penyempitan Ruang Sipil dan Upaya Membangun Partisipasi yang Bermakna” di Jakarta, Rabu (7/12/2022).

Menurutnya pemerintah China tidak alergi atas kritik yang disampaikan warga terhadap kinerja pemerintahan. Namun untuk urusan menyatakan pendapat di muka umum, diharamkan. Pemberlakuan KUHP baru yang memuat Pasal 256 dikhawatirkan membawa Indonesia serupa dengan China nantinya, kendati KUHP baru harus melalui masa sosialisasi selama tiga tahun ke depan sejak disahkan DPR pada Selasa (6/12/2022).

Pembatasan terhadap publik untuk berunjuk rasa, lanjut Kunto, merupakan bentuk pelaksanaan demokrasi semu. Publik diberi ruang untuk menyampaikan pendapat atau kritik namun tidak substansial. Kritik boleh disampaikan terhadap kebijakan-kebijakan yang remeh-temeh namun untuk urusan yang genting dan menyangkut hajat hidup warga secara umum, nanti dulu.

“Kita seakan-akan dikasih ruang untuk mengeritik di kebijakan-kebijakan pinggiran, tingkat Komodo, tingkat Borobudur dan kita merayakan itu sebagai keberhasilan ruang sipil atau gerakan sipil atau apapun itu,” tutur Kunto.

Kunto menjelaskan demonstrasi Reformasi Dikorupsi pada 2019 lalu merupakan contoh nyata bagaimana ruang kritik publik yang kian dibatasi. Sebab, aksi yang tidak hanya ramai di media sosial itu, tidak memberikan dampak pada perubahan kebijakan pemerintah dan DPR.

“Ini menunjukkan bagaimana kecenderungan pemerintah atau penguasa hari ini untuk menyusutkan ruang sipil dan membuat apa yang kita lakukan di ruang sipil dalam bentuk partisipasi-partisipasi digital, clicktivism, atau yang tidak terlalu berisiko menjadi sangat tidak bermakna lagi,” tandas Kunto.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button