News

Pernah Coba Menjadi Caleg, Ini Cerita Eksponen Aktivis 78 soal Kecurangan Pemilu


Eksponen Aktivis 78 Indro Tjahyono mengungkapkan soal praktik-praktik negatif yang berkaitan dengan kecurangan pemilu sudah terjadi sejak lama. Setidaknya, kecurangan ini mencuat saat pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto

“Sejak zaman pak Soeharto ada yang namanya politik uang,” kata Indro secara virtual dalam diskusi Para Syndicate bertajuk ‘Ilusi Pemilu dan Demokrasi: Berpolitik, Bernegara, Berkonstitusi’, Jumat (15/12/2023).

Ia pun bercerita pernah mencoba menjadi calon anggota legislatif (caleg) untuk mengetahui lebih dalam mengenai seperti apa sebuah demokrasi.

“Untuk memonitor itu saya kampanye beneran, turun ke lapangan selama dua tahun. Bahkan partai-partai yang lain itu ikut saya kampanyenya,” ujar Indro.

Menurut Indro, dirinya kala itu dinyatakan bisa terpilih sebagai caleg oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Namun, keberhasilan Indro ini masih harus dikompromikan lebih lanjut.

“Saya masuk dalam ranking, menang kata kepala-kepala KPU itu, ‘tapi pak kita tunggu yang harus dimenangkan siapa nanti’. Kepala KPU menunggu sekarang hitung-hitungan kita seperti ini. Jadi yang partai menang masih harus menunggu? ‘Iya pak’, ini yang terjadi,” ujar Indro seraya menirukan percakapannya dengan pihak KPU saat itu.

Dia lantas mengungkapkan bagaimana KPU justru bertransaksi dengan partai politik (parpol) untuk merundingkan siapa yang menang pada pemilu.

Indro pun berani menyatakan momen pemilu tersebut hanya sekadar permainan.

“Karena pada waktu saya kalah, saya mau coba menggugat, datanya ini. Pada nangis-nangis tuh istri lurah, istri camat telepon saya ‘pak maaf jangan digugat masuk penjara semua nanti berapa camat berapa lurah’,” ujarnya.

“Dan tahu tidak, sebelum hari pencoblosan itu rencana menang itu sudah ada coret-coretannya siapa berapa. Jual beli suara, itu yang terjadi,” kata dia membeberkan.

Indro memandang upaya untuk berbuar curang dalam memanipulasi hasil pemilu saat ini masih bisa dilakukan. Sebab, ujar dia, cara-cara untuk melakukan hal semacam itu bisa dijalankan dengan metode lebih canggih. Indro menyayangkan  apabila ada masyarakat yang mengetahui kecurangan tersebut, tetapi tak berani bersuara.

“Artinya apa? Bahwa pemilu itu adalah sarana, media untuk mereka saling berunding berdasarkan data-data yang (hanya) kira-kira,” kata Indro.

Indro enilai bahwa indikator kecurangan Pemilu 2024 juga sudah tampak. “Kecurangan itu dari mana? Dari rekrutmen KPU sudah diatur, orang-orangnya siapa sudah diatur, siapa yang dimenangkan,” tegasnya.

“Ada tes psikologi, bohong itu, itu hanya untuk memenangkan orang dari tes psikologi. Itu dibayar semua,” lanjutnya.

Indro menduga, upaya untuk memanipulasi Pemilu 2024 sudan diketahui Presiden Jokowi. Bahkan, orang nomor satu di Indonesia itu dinilai sudah mengetahui titik-titik yang akan diwarnai praktik manipulasi.  sudah mengetahui

“Jadi bagi paslon satu yang namanya AMIN, satunya Ganjar-Mahfud selamat kalah, itu yang saya bilang,” kata Indro menambahkan.
 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button