News

Putusan MK Sarat Nepotisme, Pencalonan Gibran Melanggar Sila ke-5 Pancasila

Pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing  mengajak masyarakat memberikan pemikiran kritis terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) ihwal diizinkannya kepala daerah menjadi kontestan Pilpres, sekalipun belum cukup umur.

Pemakaian kata “atau” untuk kepala daerah bisa menjadi calon presiden dan wakil presiden, sekalipun usianya di bawah 40 tahun, membuat putusan MK bertentangan dengan azas keadilan.

“Artinya apa? MK memberikan suatu privilege terhadap kepala daerah untuk menjadi calon presiden/wakil presiden sekalipun umurnya di bawah 40 tahun. Keputusan ini tidak sejalan dengan dasar negara kita, Pancasila, sila kelima,” katanya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, dikutip Minggu (22/10/2023).

Sementara, Advokat sekaligus Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus menegaskan putusan tersebut berpotensi melanggar konstitusi dan UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

“Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023   berpotensi melanggar rambu-rambu berupa asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat 3,4, dan ayat 5, sehingga berdasarkan ketentuan pasal 17 ayat 6 dan ayat 7 UU No. 48 Tahun 2009, putusan MK itu menjadi tidak sah dengan segala akibat hukumnya,” jelas Petrus, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, dikutip Minggu (22/10/2023).

Akibat hukumnya, Petrus menambahkan, putusan MK yang bersifat final dan mengikat itu serta merta kehilangan sifat mengikat berdasarkan ketentuan pasal 17 ayat 6 UU No. 48 Tahun 2009. 

Selain itu, lanjut Petrus, Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka dan Anwar Usman bisa saja atau berpotensi dilaporkan secara pidana ke aparat hukum. Khusus Anwar Usman dapat diadukan ke Mahkamah Kehormatan Hakim Konstitusi untuk diproses atas dugaan pelanggaran etik dan berujung pemecatan.

“Jika Gibran Rakabuming dipasangkan sebagai Capres atau Cawapres, dengan menggunakan putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023, maka akan berpotensi digugat karena menggunakan putusan MK yang boleh jadi tidak sah,” tutur dia.

Diketahui KPU telah melayangkan surat ke seluruh partai politik (parpol) peserta Pemilu 2024. Melalui surat bernomor 1145/PL.01.4-SD/05/2023, yang dikirimkan pada 17 Oktober 2023 itu, seluruh Parpol diperintahkan untuk mematuhi dan memedomani putusan MK tersebut.

Pakar hukum sekaligus advokat senior, Lucas S.H menegaskan putusan MK atas perkara 90/PUU-XXI/2023 harus benar-benar diperhatikan sebelum dieksekusi. KPU dinilai telah salah menafsirkan putusan fenomenal yang membuat geger republik ini.

Ia mengingatkan langkah KPU yang memerintahkan parpol untuk patuh terhadap putusan itu, bisa menjadi objek gugatan Tata Usaha Negara. “Maka keputusan itu dapat digugat ke Pengadilan TUN, agar dinyatakan keputusan KPU tidak sah. Akibatnya batal,” ujarnya dalam keterangan yang diterima, di Jakarta, Minggu (22/10/2023).

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button