Kanal

Apakah AS Masih Penting bagi Arab Saudi?

Politik regional Timur Tengah berada dalam keadaan yang dinamis. Kehadiran China semakin menjadikan arah geopolitik kawasan berubah dan mulai meminggirkan peran Amerika Serikat (AS). Hubungan Saudi-AS selama dua tahun terakhir mengalami salah satu yang terburuk dalam sejarah.

Cawe-cawe China dalam negosiasi kesepakatan damai antara saingan lama Arab Saudi dan Iran pada bulan Maret tahun ini ternyata membuat hati Kerajaan Arab Saudi mulai terbelah. China pun terus melakukan pendekatan massif terhadap Arab Saudi dan negara Timur Tengah lainnya.

Terakhir, para pebisnis China dan Arab Saudi memperkuat kerja samanya. Dalam hari pertama Konferensi Bisnis Arab-China ke-10, Minggu (11/6/2023) berhasil ditandatangani 30 perjanjian investasi senilai US$10 miliar di berbagai sektor termasuk teknologi, energi terbarukan, pertanian, real estat, mineral, rantai pasokan, pariwisata, dan perawatan kesehatan.

Melihat apa yang terjadi dengan Arab Saudi dan China akhir-akhir ini, apakah AS masih menjadi mitra penting bagi negara Teluk itu? Fahad Nazer, kepala juru bicara Kedutaan Besar Saudi di Washington, mengatakan meskipun ada keraguan, hubungan antara kedua negara lebih kuat dari sebelumnya.

“Ini adalah hubungan yang tidak hanya bertahan lama, tetapi benar-benar terus meluas dan semakin dalam selama bertahun-tahun,” kata Nazer kepada Katie Jensen, pembawa acara ‘Frankly Speaking’, acara bincang-bincang Arab News yang menampilkan wawancara dengan para pembuat kebijakan terkemuka.

Nazer menambahkan bahwa kunjungan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken ke Arab Saudi benar-benar memperkuat pilar-pilar hubungan, telah berubah menjadi lebih baik dalam arti semakin luas dan lebih dalam dan lebih kuat.

Sama seperti kunjungan Presiden Biden pada Juli lalu, kunjungan ini telah memperkuat pilar-pilar yang meliputi kerja sama politik, kerja sama keamanan, kerja sama militer, dan perdagangan. Pada saat yang sama dalam banyak hal, mereka juga telah menguraikan kontur baru dari hubungan yang lebih luas yang mencakup kerja sama di sejumlah bidang baru, termasuk keamanan dunia maya, mitigasi dampak perubahan iklim, ketahanan pangan, dan bahkan eksplorasi luar angkasa.

Sementara beberapa analis menggambarkan hubungan Saudi-AS selama dua tahun terakhir sebagai salah satu yang terburuk dalam sejarah baru-baru ini, terutama karena tindakan yang diambil pada hari-hari awal pemerintahan Biden, Nazer tidak setuju dengan narasi ‘permusuhan terhadap rekonsiliasi’ yang populer.

“Saya pikir hubungan itu telah kokoh selama bertahun-tahun, bahkan jika Anda mengacu pada dua tahun terakhir, hubungan dan kerja sama serta koordinasi kami di berbagai bidang terus berlanjut,” kata Nazer, merujuk pada pertemuan rutin AS dan Kerajaan. Kerja sama telah dilakukan dari mulai dari latihan militer, ribuan orang Saudi yang mengejar pendidikan tinggi di AS, dan ribuan orang Amerika yang tinggal di Kerajaan.

Jauh lebih dari sekadar pertukaran militer dan pendidikan, hubungan bisnis Saudi-AS berada di garis depan hubungan antara kedua negara, kata Nazer, yang mengatakan bahwa nilai perdagangan bilateral tahunan diperkirakan US$40 miliar mendukung 165.000 pekerjaan AS.

Pada bulan Maret, dua maskapai utama Arab Saudi, Riyadh Air dan Saudi Arabian Airlines (Saudia), menandatangani kesepakatan senilai US$37 miliar untuk membeli 121 pesawat Boeing Dreamliner untuk armada mereka.

“Kesepakatan ini penting. Salah satu dari banyak tujuan yang dimiliki Arab Saudi sebagai bagian dari Visi 2030 adalah mengubah Kerajaan menjadi pusat logistik global, tetapi juga tujuan wisata global. Kami percaya bahwa kami memiliki banyak hal untuk ditawarkan kepada wisatawan dan tentunya bisnis di seluruh dunia,” kata Nazer, masih mengutip ArabNews. Dia menambahkan bahwa selain membuat Kerajaan lebih mudah diakses oleh wisatawan asing, kesepakatan itu juga akan menciptakan sekitar 110 ribu pekerjaan di AS.

AS membutuhkan Arab Saudi

Seorang akademisi AS terkemuka, yang berspesialisasi dalam kebijakan AS di Timur Tengah, telah mendesak pemerintahan Presiden Joe Biden untuk memberikan ‘kerja sama yang tulus’ dan ‘hormat’ kepada Putra Mahkota Arab Saudi yang berpikiran maju, Mohammed bin Salman.

“(AS) tidak dapat memiliki teman yang lebih baik daripada Mohammed bin Salman,” tulis S. Rob Sobhani dalam sebuah op-ed di The Washington Times. “Lebih dari sebelumnya, AS membutuhkan mitra saat menghadapi tantangan, dari Rusia, China, dan Iran dan saat merespons secara cerdas dan konstruktif terhadap pandemi lintas batas, kendala rantai pasokan global, dan kebangkitan kecerdasan buatan baru-baru ini sebagai revolusi industri keempat.”

Sobhani, seorang profesor tambahan di Universitas Georgetown, mengatakan putra mahkota Saudi memimpin serangkaian reformasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dan inovasi yang mengubah negara yang paling penting bagi keamanan energi global. Dengan motivasi putra mahkota untuk menciptakan ‘Renaisans Saudi Baru’, AS tidak dapat menemukan mitra yang lebih baik dalam mengatasi tantangan global.

Sobhani mendesak Ketua DPR AS Kevin McCarthy untuk mengundang putra mahkota untuk berpidato di sesi bersama Kongres dan memberikan ‘pemimpin visioner dari salah satu negara paling penting di dunia kesempatan untuk berbagi visinya dengan pemerintah AS dan rakyatnya’.

Akademisi itu mengatakan penting bagi orang Amerika untuk memahami bahwa putra mahkota didorong oleh kecintaannya dan kebanggaannya pada Arab Saudi dan rakyatnya. “Ini menjelaskan mengapa dia bertekad untuk melambungkan negaranya menjadi kekuatan ekonomi triliunan dolar sehingga kemakmuran warganya dapat terjamin,” tulisnya.

Sebagai pemimpin negara di mana 60 persen populasinya berusia di bawah 30 tahun, putra mahkota memiliki misi untuk meletakkan dasar bagi generasi penerus Saudi dan mengubah bangsa menjadi kekuatan perubahan positif di panggung dunia. Akankah AS menjadikan pemimpin Arab Saudi yang energik ini menjadi mitra sejatinya dalam penyelesaian konflik global.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button