Market

Waspada Bulan Mei, BI Ramalkan Suku Bunga AS Anteng di Level 5,25 Persen

Bank sentral di berbagai belahan dunia dibuat ketar-ketir dengan kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed. Karena imbasnya kepada nilai tukar dan inflasi. Termasuk Bank Indonesia (BI) memprediksikan, suku bunga di negeri Paman Sam bakalan tinggi. Puncaknya pada Mei 2023.

Gubernur BI dua periode, Perry Warjiyo meyakini, suku bunga di AS atau Fed Fund Rate (FFR) tetap tinggi di tahun ini. Angkanya tak jauh-jauh dari 5,25 persen. “Baseline kami masih menggunakan 5,25 persen, puncaknya di Mei. Sebelumnya kami perkirakan akhir tahun akan turun, tapi rupanya kemungkinan tidak akan turun. Bahkan, tahun depan masih tetap 5,25 persen,” kata Perry di Jakarta, Selasa (18/4/2023).

Menurut Perry, ada dua faktor yang menjadi pertimbangan The Fed terkait suku bunga acuan, yaitu inflasi yang masih tinggi serta stabilitas sistem keuangan.

Dari sisi inflasi, kekhawatiran The Fed juga ditambah dengan rencana Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya atau OPEC+ memangkas produksi mereka. Hal tersebut berpotensi meningkatkan inflasi dari sisi suplai.

Sementara itu, stabilitas sistem keuangan global juga berada dalam kondisi rentan usai kegagalan tiga bank di Sillicon Valley. “Nanti kami lihat apakah The Fed akan lebih mempertimbangkan inflasi inti yang tinggi daripada stabilitas sistem keuangannya atau menyeimbangkan keduanya. Kalau seimbang, mungkin baseline di 5,25 persen,” ujar Perry.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti menjelaskan kedua pertimbangan tersebut akan membuat The Fed tak terlalu agresif dalam menaikkan tingkat suku bunga.

Hal itu tercermin pada indeks dolar AS (DXY) The Fed yang terus mengalami penurunan hingga ke level 101 bila dibandingkan pada saat bullish atau menguat yang menyentuh level 110. “Kemudian, kami melihat imbal hasil obligasi AS untuk yang 10 tahun sekarang sudah berada di level 3,6,” jelas Destry.

Destry menambahkan, kondisi tersebut akan berdampak positif bagi negara berkembang khususnya Indonesia, karena tekanan terhadap mata uang regional akan berkurang. Untuk itu, meski Indonesia perlu tetap waspada terhadap ketidakpastian yang masih berlangsung, namun BI optimistis kondisi saat ini terbilang cukup baik.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button