News

Banding Ditolak ICC, Penyelidikan Kasus HAM Perang Narkoba Filipina Berlanjut

Kubu Presiden ke-16 Filipina, Rodrigo Duterte harus menelan pil pahit usai upaya bandingnya untuk menghentikan penyelidikan terhadap dugaan kejahatan HAM dalam kebijakan perang narkoba, ditolak oleh Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC).

Penolakan banding diputuskan oleh lima hakim ICC pada Selasa (18/7/2023). Keputusan ini pun dipuji pihak keluarga korban dan kelompok-kelompok pejuang HAM. Dengan demikian terbuka peluang untuk kembali dilanjutkannya penyelidikan dugaan kejahatan HAM yang menewaskan ribuan orang.

Mungkin anda suka

“Pemerintahan (Presiden Filipina Ferdinand) Marcos harus mendukung komitmennya terhadap hak asasi manusia dan memerangi impunitas dengan menindaklanjuti kewajiban hukum internasionalnya untuk bekerja sama dalam penyelidikan pengadilan,” ujar Bryony Lau, Wakil Direktur Asia di Human Rights Watch, dalam sebuah pernyataan yang dilansir DW, Rabu (19/7/2023).

Menanggapi penolakan banding, pihak Duterte mengingatkan bahwa kebijakan perang narkoba adalah keputusan tepat yang diambil untuk memberantas kejahatan peredaran narkoba. Kebijakan negara yang berdaulat, menurutnya, tidak boleh diganggu gugat oleh pihak luar.

Ia menegaskan, ICC tidak berwenang menangani kasus ini. Bila memang benar adanya kejahatan HAM dalam kebijakan tersebut, seharusnya pengadilan Filipina yang berhak mengadili persoalan ini.

“Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, hanya pengadilan Filipina yang dapat mengadili setiap kejahatan yang dilakukan di wilayah Filipina. Mantan Presiden Duterte akan menghadapi semua tuduhan kepadanya hanya di hadapan pengadilan Filipina dan di hadapan hakim Filipina,” kata mantan juru bicara Harry Roque dalam sebuah pernyataan.

Diketahui, setelah pemilihan umum Filipina tahun 2016, Duterte meluncurkan kampanye antinarkoba, di mana pihaknya telah melakukan beberapa operasi membasmi narkoba. Lebih dari 6.000 tersangka terbunuh selama penumpasan brutal tersebut.

Bahkan, sebagian besar dari para tersangka merupakan rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Jaksa penuntut ICC memperkirakan jumlah total korban tewas mencapai 12.000 hingga 30.000 orang.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button