News

Aspartam Bakal Dicap Kemungkinan Karsinogen, Benarkah Berbahaya?

Aspartam, pemanis buatan populer dalam beberapa produk makanan dan minuman yang banyak beredar di pasaran, akan dinyatakan sebagai kemungkinan karsinogen bulan depan oleh badan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Apakah aspartam benar-benar berbahaya?

Salah satu pemanis buatan yang paling umum di dunia itu akan terdaftar pada bulan Juli sebagai “kemungkinan karsinogenik bagi manusia” untuk pertama kalinya oleh International Agency for Research on Cancer (IARC), perpanjangan tangan penelitian kanker Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kata sumber kepada Reuters.

Putusan IARC, yang diselesaikan awal bulan ini setelah pertemuan para pakar eksternal kelompok tersebut, dimaksudkan untuk menilai apakah sesuatu berpotensi menimbulkan bahaya atau tidak, berdasarkan semua bukti yang dipublikasikan. Hanya saja temuan itu tidak memperhitungkan berapa banyak produk yang dapat dikonsumsi seseorang dengan aman.

Keputusan IARC serupa di masa lalu untuk zat yang berbeda telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan konsumen tentang penggunaannya, menyebabkan tuntutan hukum, dan menekan produsen untuk membuat ulang resep dan beralih ke alternatif. Hal itu menimbulkan kritik bahwa penilaian IARC dapat membingungkan publik.

Pada 2015, komisi ini menyimpulkan bahwa glifosat “mungkin bersifat karsinogenik”. Bertahun-tahun kemudian, bahkan ketika badan lain seperti Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA) menentang hal ini, perusahaan masih merasakan dampak dari keputusan tersebut.

Apakah itu aspartam?

Aspartam ditemukan pada 1965 oleh ahli kimia Amerika James Schlatter. Pemanis buatan ajaib ini sekitar 200 kali lebih manis daripada gula biasa. Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat pada tahun 1974 menyetujui aspartam untuk digunakan sebagai pemanis meja dan sebagai aditif dalam permen karet, sereal sarapan, dan bahan dasar kering untuk makanan.

FDA juga telah menyetujui penggunaan tiga jenis pemanis nabati dan buah, termasuk ekstrak yang diperoleh dari tanaman stevia, ekstrak buah swingle, dan sekelompok protein yang disebut Thaumatin. Sementara komite ahli WHO telah mensahkan sakarin, sukralosa, dan neotame di antara lima pemanis buatan lainnya selain aspartam untuk bahan tambahan makanan.

Pengganti gula aspartam dapat ditemukan dalam minuman ringan, gelatin, kembang gula, makanan penutup, dan obat batuk bebas gula. Juga digunakan untuk meningkatkan rasa makanan yang dipanggang dan kalengan, campuran minuman bubuk, permen dan puding. Lebih dari 90 negara, termasuk Inggris, Spanyol, Prancis, Italia, Denmark, Jerman, Australia, dan Selandia Baru telah meninjau aspartam, dan menganggapnya aman untuk dikonsumsi manusia dan mengizinkan penggunaannya.

Seberapa aman mengonsumi aspartam?

FDA sudah menyetujui aspartam untuk digunakan dalam makanan dan minuman pada tahun 1981. Menurut FDA, lebih dari 100 penelitian telah menunjukkan aspartam aman bagi kebanyakan orang.

Menurut Dewan Informasi Pangan Internasional, pihak FDA telah menetapkan asupan harian yang dapat diterima (ADI) untuk aspartam sebesar 50 miligram per kilogram (mg/kg) berat badan per hari. Sementara otoritas EFSA telah menetapkan ADI lebih rendah sebesar 40 mg/kg per hari.

Kebanyakan orang tidak akan mencapai jumlah ADI ini. Jika seseorang memiliki berat 68 kg, mereka perlu minum sekitar 19 kaleng soda atau mengonsumsi lebih dari 85 bungkus aspartam setiap hari untuk melebihi ADI. Orang yang makan dan minum produk yang mengandung aspartam rata-rata mengonsumsi sekitar 4,9 mg/kg per hari, kurang dari 10% dari ADI yang direkomendasikan FDA.

Efek pada berat badan

Aspartam mengandung 4 kalori per gram (g), yang jumlahnya mirip dengan gula, tetapi aspartam sekitar 200 kali lebih manis daripada gula. Ini berarti hanya sedikit aspartam yang diperlukan untuk mempermanis makanan dan minuman. Untuk alasan ini, orang sering menggunakannya dalam diet penurunan berat badan.

Namun, tinjauan studi tahun 2017 tidak menemukan bukti bahwa pemanis rendah kalori aspartam, sucralose, dan stevioside efektif untuk manajemen berat badan. Studi dalam tinjauan tersebut memantau peserta selama beberapa tahun. Peneliti justru menemukan hubungan antara peningkatan berat badan dan lingkar pinggang dengan asupan rutin pemanis ini.

Partisipan dalam beberapa penelitian yang sudah direview justru menunjukkan peningkatan berat badan. Tinjauan tahun 2017 juga menemukan bukti yang menyarankan mereka yang mengonsumsi pemanis secara teratur mungkin berisiko lebih besar terkena penyakit jantung, diabetes, dan stroke.

Risiko terhadap kesehatan

Mengutip Medical News, risiko kesehatan aspartam dapat memengaruhi seseorang dalam jangka pendek dan jangka panjang. Sebuah studi tahun 2019 mengamati efek jangka pendek aspartam pada darah dan pengukuran biokimia pada tikus albino Swiss betina selama 30 hari. Studi tersebut menemukan bahwa mengonsumsi aspartam berbahaya bagi tikus dan menghasilkan efek negatif yang berkaitan dengan pengukuran darah dan biokimia. Peneliti membutuhkan bukti lebih lanjut dan studi manusia untuk mendukung temuan ini.

Sementara untuk efek jangka panjang, ada beberapa kekhawatiran tentang efek aspartam pada sistem saraf pusat dan perifer. Sebuah Studi 2016 mengamati efek jangka panjang aspartam pada saraf siatik terhadap 30 tikus albino jantan dewasa. Studi tersebut menemukan bahwa dosis aspartam jangka panjang berbahaya bagi struktur saraf skiatik, dan menghentikan asupan aspartam selama sebulan tidak menyebabkan pemulihan total.

Studi pada manusia dapat membantu para ilmuwan mengetahui lebih banyak tentang efek aspartam pada struktur dan fungsi saraf. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aspartam meningkatkan risiko jenis kanker tertentu, termasuk limfoma, leukemia, tumor saluran kemih, dan tumor saraf. Juga risiko diabetes tipe 2, persalinan prematur, toksisitas pada ginjal, penyakit hati toksik, perubahan berbahaya pada kelenjar ludah.

Sebuah laporan dari Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS menilai sejumlah penelitian melihat potensi risiko aspartam. Laporan tersebut menunjukkan kemungkinan hubungan antara aspartam dan beberapa kanker hematopoietik pada laki-laki, meskipun para peneliti membutuhkan bukti lebih lanjut dari studi manusia.

Mencantumkan aspartam sebagai kemungkinan karsinogen dipastikan akan memotivasi lebih banyak penelitian. Tapi itu juga kemungkinan akan memicu perdebatan lagi tentang keamanan pemanis buatan secara lebih umum.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button