News

50 Tahun PPP dalam Bayang-bayang Pudarnya Basis Massa

Peringatan setengah abad PPP yang jatuh pada 5 Januari 2023 seolah menjadi lonceng peringatan bagi parpol hasil fusi pada 1973 yang lalu. Keluar dari titik nadir atau terseleksi alam akibat pudarnya basis massa, yang dapat dibaca dari melorotnya suara partai pada setiap hasil pemilu legislatif.

Dalam acara diskusi bertajuk “Refleksi Setengah Abad PPP”, Wakil Ketua Umum (Waketum) Forum Ka’bah Membangun (FKM) PPP, Anwar Sanusi, secara eksplisit menyebut melorotnya suara PPP imbas kegagalan merawat basis massa dan pemilih tradisional. Kegagalan ini membawa dampak nyata bagi PPP yang pada 2019 suaranya nyaris menyentuh ambang batas parlemen.

“Kita harus merawat dan menjaga pemilih tradisional yang disebut dengan adanya ormas-ormas Islam, dan pondok-pondok pesantren baik tradisional maupun modern,” terang Anwar, di kawasan Jakarta Timur, Kamis (5/1/2023).

Pernyataan Anwar terkonfirmasi dari data hasil pileg. Tergerusnya pengaruh PPP pada akar rumput disebabkan banyak faktor. Lahirnya parpol dengan platform mirip seperti PKB, bisa menjadi salah satu penyebab. Namun yang paling kentara yakni gagalnya partai merawat pemilih tradisional sehingga mengalihkan dukungan kepada parpol Islam yang lahir pada reformasi.

Turunnya suara PPP dimulai pada 2004. PPP keluar dari tiga besar pemenang Pileg 1999 karena mengantongi 8,15 persen atau 9,2 juta suara. Posisi PPP digeser PKB dengan raihan suara 10,56 persen, pada posisi empat.

Pileg 2009 suara PPP melorot menjadi 5,32 persen. Terhempas dari lima besar karena posisinya tergeser PAN. Pada 2014, PPP hanya mendapat 6,53 persen, semakin jauh dari lima besar. Sedangkan pada 2019, PPP mendapatkan 4,52 persen suara atau yang terkecil dibanding delapan parpol lain.

Kegagalan ini patut disayangkan lantaran dalam sejarahnya, PPP merupakan hasil fusi atas Partai Nahdlatul Ulama (NU), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), yang merepresentsi corak pemilihnya. Seiring perkembangan zaman, para pemilih nampak nyata beralih pada parpol lain.

Anwar meyakini gagalnya merawat basis massa turut menggambarkan kualitas seluruh pengurus partai mulai dari ranting hingga DPP. Artinya, peringatan 50 tahun PPP harus dijadikan pelecut bagi para kader untuk bergerak militan memastikan eksistensi PPP di tengah akar rumput.

Situasi ini diyakini pula tidak mudah. Selain kehilangan dukungan pemilih tradisional, PPP juga harus memiliki pengaruh terhadap pemilih pemula maupun generasi milenial yang menjadi mayoritas pada 2024 mendatang. Kalangan tersebut memiliki cara pikir yang berbeda dengan masyarakat sehingga partai harus memiliki strategi yang tepat untuk minimal, mempertahankan eksistensi di parlemen.

“Saya minta kepada seluruh pengurus PPP harus berorientasi pada konstituennya,” tuturnya.

PPP dengan sejarah panjang menjadi parpol hasil fusi Orde Baru yang berada pada titik nadir. Peringatan setengah abad partai yang ditandai dengan peluncuran logo baru bisa jadi sebatas seremoni apabila gagal pada Pemilu 2024. Selamat Harlah PPP….

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button