Market

Bos Pertamina Klaim Jual ‘Buntung’ Pertalite, La Nyalla Beri Sindiran Cerdas

Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati membanggakan jual murah Pertalite Rp7.650 per liter. Seharusnya Rp17.200 per liter. Mendapat respons menohok dari Ketua DPD, AA La Nyalla Mahmud Mattalitti.

Jika Pertamina, menurut La Nyalla, menggunakan kata ‘seharusnya’, maka rakyat Indonesia ‘seharusnya’ tidak miskin. Dengan kekayaan sumber daya alam Indonesia yang melimpah, apabila dikelola sesuai pasal 33 UUD 1945.

“Jangan lagi pakai kata ‘seharusnya’, karena kalau pakai kata ‘seharusnya’, maka semua hal juga harus pada posisi ‘seharusnya’. Termasuk pendapatan per kapita masyarakat Indonesia, seharusnya tidak berada di bawah Singapura, Brunei, Malaysia dan Thailand di Asia Tenggara,” papar La Nyalla, dikutip Rabu (13/7/2022).

Selain itu, kenaikan harga BBM yang digaungkan pemerintah dianggap tak sebanding dengan penghasilan Direksi dan Komisaris Pertamina. Hingga kini, sekelas Direksi maupun Komisaris di perusahaan plat merah itu, penghasilannya miliaran rupiah per bulan.

Sehingga, kata La Nyalla, ‘seharusnya’ penghasilan para bos Pertamina itu, dikurangi jika dibanding dengan data yang menyatakan bahwa 150-an juta penduduk Indonesia yang berpenghasilan Rp30 ribu per hari.

“Data yang dirilis ekonom Anthony Budiawan jelas menyebut masih ada 150 juta lebih penduduk Indonesia dengan penghasilan Rp30 ribu per hari. Inikan juga ‘seharusnya’ meningkat, jika kita bicara menggunakan kata ‘seharusnya’,” tegas La Nyalla.

Masih kata La Nyalla, membandingkan sesuatu itu harus apple to apple. Jangan bandingkan harga BBM dengan negara yang pendapatan per kapitanya jauh berbeda. Atau membandingkan dengan negara yang public transport-nya sudah beres.

La Nyalla mendesak Pertamina fokus mengurangi biaya ‘kemahalan’ dalam due process business-nya. Sehingga, menjadi lebih efisien. Dan jangan selalu menutupi business lost dengan dalih business judgment bukanlah sebuah kesalahan.

Terhadap kebijakan B-30, La Nyalla berharap Pertamina berani menolak jika memang tidak efisien dari segi bisnis. Jangan hanya untuk menyerap CPO pengusaha Sawit kesulitan masuk pasar Eropa, maka disubsidi menjadi program B-30.

“Sebab kalau nyata-nyata menguntungkan, sudah pasti kita bisa naikkan menjadi B-50 atau B-100. Tetapi ternyata kan B-100 menjadi lebih mahal dari solar murni yang diolah dari crude oil,” pungkasnya.

Mengingatkan saja, Nicke pernah menyebutkan, jika mengikuti harga pasar, Pertalite seharusnya dijual Rp17.200 per liter. Sedangkan harga solar campuran minyak sawit atau biodiesel (B30) seharusnya dibanderol Rp18.150 per liter.

Sementara, Pertamina menjual bensin oktan 90 sebesar Rp7.650 per liter. Sedangkan Bio Diesel senilai Rp5.150 per liter. Artinya, setiap liter Pertalite disubsidi negara Rp9.550 per liter. Sedangkan B-30 yang disubsidi dipatok Rp13.000 per liter.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button